Dewa Memasak – Bagian 5: Di 92nd Street, New York (1)
“Pemenang Grand Chef Periode 3… Kaya Lotus.”
Jo Minjoon menulis apa yang dia ingat di notebooknya. Periode yang dibuka pada 2010 adalah yang ke-3. Meskipun dia tidak menonton semua episodenya, tapi dia menonton semua episode yang penting. Misalnya siapa pemenangnya, apa kemampuan yang dimilikinya. Dan di periode ini, si pemenang itu adalah yang paling disegani oleh Jo Minjoon.
Mungkin dia adalah yang paling berbakat di Grand Chef. Selain itu dia juga pemenang yang paling populer. Aku pikir dia pantas mendapatkannya. Dia berkulit putih, berusia 18 tahun, berparas cantik, dan berbicara dengan logat British. Dan di atas semua itu, penonton semua tahu dia berasal dari keluarga miskin, sehingga membuatnya seperti Cinderella.
Seperti yang kau kira dari seseorang yang berasal dari keluarga miskin, mulutnya busuk dan dia suka mengumpat, tapi tidak pernah sekalipun para juri tidak memuji hidangannya. Kau tidak akan percaya jika mereka mengatakan bahwa hidangan yang dia buat hasil dari belajar otodidak. Bahkan di Korea, Kaya Lotus berada di puncak pada mesin pencari.
“Akankah aku dapat mengalahkannya?”
Aku tidak punya latar belakang apapun. Grand Chef bukan audisi yang memilih penyanyi ataupun aktor. Itu adalah perang antar chef di mana masakan yang dinilai untuk menentukan pemenangnya. Memasak adalah segala yang dinilai untuk menentukan pemenang. Namun, Kaya Lotus seperti sebuah jurang maut. Sejujurnya pada intinya dia tidak ingin Kaya Lotus berpartisipasi di Periode 3. Dia adalah monster yang susah dikalahkan oleh para amatir.
“Senjataku adalah pengetahuan dan sistem. Sedangkan dia punya bakat…”
Jo Minjoon tidak tahu banyak, tapi dia ingat kompetisi macam apa itu. Ada beberapa ingatan yang kabur, tapi dia pasti akan ingat nanti. Juga pada kasus misi mencicipi sebuah contoh hidangan, kau harus menebak bahan dibalik kain yang menutupinya dan Jo Minjoon punya keyakinan dalam menebak semuanya tanpa kesalahan. Itu adalah kemampuan sistem.
Bahkan jika dia ditunjukkan sebuah hidangan dan diminta untuk membuat yang sama persis, dia bisa membuatnya. Karena dia tahu resep hidangan yang dia coba rasakan. Dia hanya bisa menebak secara akurat hidangan dengan tingkat rasa yang lebih rendah dari kemampuan dia memasak.
Dan sekarang level kemampuan Jo Minjoon adalah
[Jo Minjoon]
Level Memasak: 5
Level Membuat Kue: 4
Level Mengecap: 7
Level Menghias: 4
Setelah berreinkarnasi, hal yang berubah hanyalah tingkat mengecapnya yang naik satu persatu. Itu berkat dia mencoba mengecap cita rasa satu demi satu makanan yang dia coba. Tetapi, tentu setelah semua itu, kapanpun dia mencoba makanan, dia merasa itu lucu dan indera pengecapnya semakin peka. Dia dapat merasakan citarasa sebuah bahan dengan lebih tepat pada ujung lidahnya, dan juga lebih memahami bahan tersebut.
“Aku harus meningkatkan kemampuan memasakku.”
Jo Minjoon bergumam dengan nada kecewa. Hasil dari Jo Minjoon berkeliling di sekitar, yang chef dari restoran tersebut sepertinya oke, skor hidangannya rata-rata 4-5 poin. Itu berarti bahwa keahlian Jo Minjoon setara dengan mereka. Tentunya, untuk amatir itu sudah bagus, namun itu tidak cukup.
Dia ingin memenangkan kompetisi. Dia tidak ingin menjadi chef biasa lainnya, tetapi seseorang yang dapat membuat masakan lebih baik dari orang lain. Dan Grand Chef adalah batu loncatan pertama untuk meraih itu.
Dia semakin penasaran. Kira-kira berapa level memasak Kaya Lotus?
Bandara. Di depan pemeriksaan keamanan, Lee Hye Seon menghela nafas.
“Ugh. Kau bilang akan pergi ke Amerika Serikat.”
“Maafkan aku karena pergi sendirian. Lain kali mari kita pergi bersama, Bu.”
“Siapa yang mengizinkanmu pergi sendirian! Tidak, Ibu berhak marah padamu. Pergi sendirian ke tempat yang berbahaya…”
Lee Hye Seon tampaknya menilai Amerika Serikat, negara yang penuh dengan senjata api, geng, dan narkotika. Sejujurnya itu benar. Bahkan meski Amerika adalah negara yang telah berkembang, tetap saja banyak sekali kriminalitas. Itulah Amerika Serikat. Jo Minjoon berkata,
“Walaupn demikian, New York adalah kota besar jadi tidak seberbahaya itu.
“Jika di Korea tindak kejahatan hanya terjadi di ibukota kan?”
Jo Minjoon tersenyum mendengar perkataan ibunya dan membalas,
“Tapi New York dilindungi oleh Spider Man.”
“Ya Ampun.”
Lee Hye Seon tertawa keheranan. Jo Minjoon memeluk ibunya sesaat. benar-benar hanya sesaat. Jo Minjoon melihat ekspresi ibunya terkejut dan berkata,
“Aku segera kembali.”
“…Telpon ibu ketika kau sudah sampai sana.”
“Iya.”
Setelah melewati pemeriksaan keamanan dan kontrol paspor, Jo Minjoon menuju ke gerbang keberangkatan pesawat. Itu adalah penerbangan ekonomi. Uangnya tidak cukup untuk membeli kelas bisnis.
[Salam. Kepada para penumpang, kami tulus mengucapkan terimakasih karena telah bepergian bersama maskapai Mokdong nomor 127…]
Di tengah pemberitahuan, pesawat lepas landas. Untuk sampai di New York kau butuh 24 jam. Jika kau membeli tiket penerbangan langsung ke New York, maka hanya perlu 14 jam, tapi hanya 10 jam lebih cepat kau harus membayar 300.000 Won lagi (*sekitar $260) untuk biaya tiket, itu tidaklah murah. 10 jam Jo Minjoon belum senilai 300.000 Won. Setidaknya, dia berpikir begitu.
“Grand Chef. Aku percaya padamu.”
Jangan biarkan 10 jam terbuang tapi jadilah 10 menit yang berharga 300.000 Won.
Waktu selama di pesawat sangat membosankan. Ada waktu di mana mereka memberi kau makanan saat di dalam pesawat, tetapi itu hanya hidangan dengan skor 4-5 poin. Dengan skor itu, sudah bagus, karena makanan ini sudah disiapkan sebelumnya dan tinggal dihangatkan kembali dengan oven. Namun, setelah menyelesaikan pelatihan pengecapan, lalu memasukkan makanan yang tampak enak itu ke dalam mulut, kualitasnya menurun drastis.
Dan sekarang, Jo Minjoon merasakan makanan di dalam pesawat untuk yang keempat kalinya.
[Jambalaya Merah]
Kesegaran: 76%
Asal: (Ada terlalu banyak bahan ditemukan)
Kualitas: Tinggi
Poin Memasak: 6/10
Sesungguhnya ini memuaskan. Jika hidangan ini dihangatkan kembali di oven, Jo Minjoon penasaran seberapa enak rasanya ketika masih fresh. Itu adalah hidangan yang membuat banyak chef bertanya-tanya.
Jambalaya adalah semacam hidangan khas Amerika Serikat bagian selatan yang mirip nasi goreng. Selain itu memang disebut Jambalaya Merah karena terdapat saus tomat atau irisan tomat yang membuat Jambalaya berwarna merah. Rasanya lembut seperti risotto dan rasanya tajam. Cita rasa lembap, yang mirip pada nasi goreng, adalah sentuhan yang sempurna.
Jo Minjoon menutup mata dan mencoba merasakan cita rasa Jambalaya satu persatu. Tentunya, sekarang dia sedang berpikir resep Jambalaya. Tetapi dia berusaha keras tidak meminjam kemampuan sistem dan menemukan sendiri dengan kemampuannya. Sosis di mulutnya memproduksi reaksi Maillard dan aroma manis juga terasa. Sederhananya sosis itu dipanggang dengan baik.
Resep Jambalaya yang normal dimulai dengan menggoreng daging di atas wajan yang berminyak. Setelah itu menggoreng bawang bombai, bawang putih, seledri, dll. Kemudian didihkan jamur, bawang merah, dan rempah-rempah lainnya. Bagian yang paling penting di sini adalah rempah-rempah. Normalnya kau menggunakan saus tabasco, tapi ada begitu banyak perbedaan Jambalaya di seluruh dunia tergantung dari saus yang digunakan atau herba yang dimasukkan.
“Jujur aku tidak tahu tentang… tabasco. Herba apa yang mereka gunakan? Apakah itu saffron? Ini sedikit lemah untuk saffron… Mungkin jeruk nipis?”
Jo Minjoon mengecek layar sistem. Dan tersenyum lebar. Ada sedikit jeruk nipis terkandung di masakan itu. Selain itu, ada rasa manis dan asam dari saus.
Resepnya sama seperti yang Jo Minjoon pikirkan. Setelah mendidihkan sari jeruk nipis dan sau tabasco, seafood dimasak lalu masukkan nasi dan kaldu ayam. Dan tunggu hingga nasi matang, setelah itu selesai.
Jo Minjoon dapat merasakan jantungnya berdebar dan tertekan saat membaca saus Tabasco. Bagaimanapun dia menyerah dan menghela nafas melihat pesan pada layar.
[Karena level mengecap rendah kau tidak bisa melihat dan menganalisa resepnya.]
Meski resep Jambalaya sudah teranalisa, kau tidak bisa membuatnya tanpa saus tabasco. Baiklah, itu berarti bahwa saus tabasco sangat bagus dan dapat digunakan untuk meraih skor 6 poin untuk makanan ini. Dia kecewa tapi pada saat yang sama penasaran tentang siapa pemilik resep ini dan kagum terhadapnya.
Ketika dia melihat sekitarnya, sepertinya tidak ada seorangpun yang tampak tidak suka Jambalaya. Sudah pasti ini hidangan yang semua orang suka. Ketika dia menyadari kebenaran yang sederhana ini, sudut hatinya seperti terisi dengan perasaan kekaguman.
Setelah menyelesaikan makanan terakhirnya, dia tiba di bandara La Guardia, New York. 26 Februari. Iklim di New York tampaknya tidak berbeda dengan di Seoul. Ketika menghirup udara, pembuluh darah di hidungnya berkerut, sehingga Jo Minjoon tanpa disadari mulai bernafas melalui mulut.
“Ah, disini agak dingin.”
Setelah naik bus dari bandara, tampak jalan dengan rumah-rumah indah setelah melewati jalur dengan pepohonan yang sedang meranggas. Rumah-rumah tersebut kebanyakan terbuat dari batu bata merah. Dengan emosi karena pemandangan yang tidak bisa didapatkan di Korea, Jo Minjoon tertawa kaku. Ini sesuatu yang memalukan. Dia tidak tahu apa yang membuatnya malu, tapi dia merasa malu. Mungkin dia bangga karena telah meraih sesuatu. Jo Minjoon turun ke tepi jalan. Itu adalah sebuah tempat yang bahkan dia tidak tahu namanya, tapi dia memutuskan untuk berkeliling dan mencari tempat untuk menginap.
Pada saat itu Jo Minjoon melihat pria gelandangan dengan ekspresi kosong. Jo Minjoon mendekati pria itu dan mengeluarkan dompetnya. Dia memberi pria itu $5. Pria itu menatap Jo Minjoon dengan linglung. Mungkin karena tiba-tiba ada orang lain yang mendekat.
Ketika Jo Minjoon akan berkata sesuatu, anak kecil berlari ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Dia menabrak Jo Minjoon lalu lanjut lari. Jo Minjoon terjatuh dan bokongnya terbentur lantai, Jo Minjoon mengerutkan alisnya dan melihat anak kecil yang sudah jauh berlari.
“Apa itu tadi…?”
Kenapa dia menabrak orang dan bahkan tidak minta maaf? Mungkinkan itu sikap orang New York? Itu adalah waktu singkat di mana dia mengeluh. Kemudian ekspresi Jo Minjoon luar biasa syok. Tidak ada. Benda yang di tangannya beberapa saat yang lalu, sekarang menghilang seolah-olah ditelan bumi.
“Dompetku!”
Bawang guys