Dewa Memasak – Bagian 54: Persimpangan (4)
Sementara dia diobati, evaluasi Chloe sedang berlangsung. Tidak ada hal buruk. Meskipun tidak ada pujian, tetapi juga tidak ada kritik.
Melihat wajah Chloe saat berbalik, Jo Minjoon mengernyit. Tapi tentu bukan karena hasil dari evaluasi Chloe. Rasa sakitnya semakin parah. Dokter menyuntikkan anastesi dan berkata dengan suara tegas,
“Selang beberapa waktu, syarafmu akan kembali sensitif, dan nanti akan terasa lebih sakit.”
“…Berapa lama ini akan sembuh?”
“Tergantung masing-masing orang, tapi normalnya akan memakan waktu satu minggu agar lukanya menutup. Dalam dua minggu, lukanya akan benar-benar sembuh, dan sedikit lebih lama untuk merasakan jarimu kembali seperti semula.”
Dokter berkata demikian dan menjahit luka pada jempol Jo Minjoon. Ada 5 jahitan. Luka di tangan seorang koki itu sudah biasa, tapi walau begitu dia merasa tidak nyaman melihat jarum jahit yang menusuk dagingnya.
“Jangan melihat. Ini tidak baik untuk kesehatan mentalmu.”
Dia memalingkan wajahnya melihat para juri karena dokter menyuruh seperti itu. Hugo dievaluasi paling terakhir. 7 poin. Sama dengan ossobuco. Dia berpikir bahwa Hugo adalah chef yang relatif berbakat. Menurutnya, jika Hugo terus seperti ini dalam memasak, dia akan mencapai level 7 hanya dalam beberapa tahun.
“Terima kasih atas masakanmu yang enak.”
Dengan kata-kata terakhir Emily, evaluasi berakhir. Para juri melihat Jo Minjoon. Kesimpulan final akan diumumkan saat semua peserta berkumpul. Dokter membungkus pergelangan tangan dan berkata bahwa lukanya sudah selesai dirawat. Saat dia kembali ke meja masak, Joseph membuka suara,
“Kami telah menentukan juara pertama misi hari ini dari hasil berbagi pendapat di antara kami. Sebelum itu, aku akan mengatakan hidangan juara pertama, yaitu Risotto. Iya, risotto.”
Pada kata-kata Joseph, Jo Minjoon melipat bibirnya dan melihat para juri. Hanya ada hidangan berskor 8 poin hari ini, miliknya dan Kaya. Namun pada kasus Kaya, dia menerima kritikan soal kreatifitas, sementara Jo Minjoon tidak mendapat kritik sama sekali. Jadi, tentu dia berharap menjadi juara.
Joseph melihat Jo Minjoon. Dia mengangkat tangannya dan memberi isyarat agar Jo Minjoon mendekat.
“Minjoon, Selamat! Kau adalah bintang utama hari ini!”
Dia tidak bisa mengontrol ekspresinya. Senyuman di bibirnya mengembang dan dia berusaha keras untuk menutup mulutnya. Namun, hasilnya dia malah tersenyum ceria. Ini adalah pertama kali baginya mendapat 8 poin dan menjadi juara pertama. Dia selalu berusaha yang terbaik untuk bertahan tapi tidak ada hari saat dia menjadi yang terbaik, hingga baru saja, seperti yang Joseph baru katakan, dia adalah bintang utama hari ini.
Joseph melanjutkan berbicara,
“Percaya dirilah, Minjoon. Terlepas dari indera pengecapmu yang mutlak, kau telah menjadi chef yang handal. Jika kau mengembangkan risottomu sedikit, itu bahkan bisa disajikan di meja restoranku. Seperti itulah hidangan itu.”
“Menurut pendapatku, kau tampak seperti ragu dengan keahlianmu sendiri, buktinya kau pernah mengatakan bahwa yang terbaik yang bisa kau buat adalah hidangan dengan skor 7 poin. Kenapa kau berpikir seperti itu? Memikirkan risotto yang kau buat, bukankah kau mengatakannya sendiri bahwa itu hidangan dengan skor 8 poin. Berhentilah meragukan dirimu sendiri.”
Setelah Joseph berkata, berlanjut kata-kata Alan yang membuat Jo Minjoon tidak bisa membalas apapun. Jo Minjoon mengatakan itu karena sistem berkata bahwa level memasaknya adalah 6, paling bagus dia hanya bisa membuat hidangan dengan skor 7 poin. Itu bukan karena dia harus menjaga rahasianya. Apapun itu, pada akhirnya Jo Minjoon terbukti telah melampaui batasannya.
Dia merasa bahwa tenggorokannya tercekik, karena sesuatu yang menekan ke atas dari dalam. Kekesalan, kebahagiaan, dan kesedihannya melonjak keluar melalui tenggorokannya dan membuat Jo Minjoon ingin menitikkan air mata. Dia berencana untuk tidak menangis hingga dia menang. Dia mengangkat tangan untuk menutupi matanya. Dari balik telapak tangannya, sebuah suara terdengar.
“Memasaklah seperti hari ini. Aku yakin bahwa menjadi yang terbaik tidak berakhir hari ini. Karena usia 20-an adalah usia yang bagus untuk berkembang.”
“…Terima kasih.”
Suaranya bercampur tangisan. Meskipun itu adegan yang bagus di layar, Jo Minjoon agak malu dengan suaranya. Dia merasa tidak jantan dan tidak cukup dewasa. Dia tidak bisa berhenti terharu karena impian yang selalu dia inginkan datang tepat di depannya dan dikatakan bahwa dia bisa mendapatkannya… Jika dalam situasi itu, kau tidak mengeluarkan emosi maka hanya ada dua alasan, yaitu impianmu palsu atau kau tidak pernah menghargai kemajuan.
Saat dia berhenti menitikkan air mata dan mengusapnya dengan tangan, pandangannya masih kabur karena air mata, dia melihat Alan menatapnya dengan ekspresi yang tidak biasa. Jo Minjoon berusaha tersenyum dan membungkuk pada para juri. Itu adalah penghormatan ala Korea, meski begitu, dia ingin mengekspresikan perasaannya.
Setelah pengumuman juara pertama berakhir, kemudian lanjut pengumuman yang membuat semua orang terganggu, yaitu pengumuman diskualifikasi. Para juri masih belum terbiasa dengan momen itu. Alan berkata dengan suara keras.
“Kita makan banyak hidangan hari ini. Untuk risotto, kita ada sedikit perbedaan pendapat sebelumnya, tapi untuk paella, kandidat utama yang terdiskualifikasi sudah jelas. Carlos, Coney, majulah ke depan.”
Carlos berjalan ke depan dengan wajah pucat. Coney berwajah tenang seolah-olah dia sudah menduganya. Alan berkata dengan suara dingin.
“Coney. Kau membuat hidangan yang paling buruk hari ini. Apa kau tahu itu?”
“Iya, aku tahu.”
“Akan tetapi, itu bukan berarti kau chef yang buruk. Aku telah makan beberapa hidanganmu yang enak sebelumnya. Aku berharap kau tidak menyerah dengan impianmu menjadi chef. Kau punya potensi. Tetaplah seperti ini.”
“…Iya.”
Coney menjawab sambil mengangguk. Setelah itu, giliran Carlos. Carlos gugup dan ototnya menegang karena pengumuman yang akan segera didengarnya. Tatto di lengannya menggeliat, tampak seperti kucing lemah dengan bulunya yang berdiri. Emily membuka suara,
“Sebenarnya, kita banyak berpikir untuk memilihmu. Kalau boleh jujur, ada beberapa peserta yang membuat risotto sama buruknya denganmu.”
“… … …”
“Namun, harus ada yang terdiskualifikasi. Dari beberapa orang itu, kami memilih chef yang memberi kesan paling sedikit. Mohon maaf, Carlos, sepertinya kau selesai sampai di sini. Coney, Carlos, lepaskan lencana Grand Chef dan silakan pergi.”
Carlos dan Coney melepas lencana dengan tangan mereka yang bergetar. Mereka meletakkan lencana di meja tempat mereka memasak hingga sekarang dan mereka meninggalkan dapur dengan langkah gontai. Jo Minjoon menggigit bibirnya dan melihat punggung Carlos.
Jo minjoon tidak bisa mengatakan bahwa mereka akrab, tapi itu adalah pertama kali baginya melihat peserta, yang cukup dekat dengannya untuk berbagi cerita, terdiskualifikasi. Mereka memasak bersama dengan impian yang sama tapi di depan sebuah persimpangan mereka harus berpisah.
Sebenarnya, kompetisi ini dapat disebut sebagai persimpangan karena setiap kali siaran selesai, setidaknya satu peserta terdiskualifikasi. Jika di awal kau merasakan firasat yang kuat untuk bertahan, sekarang ini adalah saatnya kau harus bersaing satu sama lain tanpa ragu.
Itu pahit, sebanyak rasa manis kemenangan yang perlahan memudar.
Saat wawancara dengan Martin selesai, hari mulai petang, para peserta berkumpul di aula seperti biasa. Itu adalah saat dimulainya siaran.
Meskipun ada dua orang yang terdiskualifikasi, bagi mereka untuk lama-lama bersedih itu tidak benar karena meskipun dua orang itu tidak di program ini lagi, bukan berarti impian mereka hancur. Jo Minjoon memijat punggung Hugo dengan kuat. Hugo terkejut dan memelihat Jo Minjoon.
“Kau pasti merasa kesepian karena teman dekatmu sudah tidak ada.”
“…yaaa, entahlah.”
Hugo menghela nafas dan menggelengkan kepala. Dia sangat dekat dengan Carlos, oleh karena itu dia sangat sedih.
Siaran dimulai. Sungguh ironi, yang muncul pertama kali di layar adalah Coney. Dia sedang melihat ke kamera dengan tatapan yang tajam.
- Aku seorang ibu tunggal. Anakku berumur empat tahun dan akan bersekolah TK. Aku terlilit hutang hingga tidak bisa membayar biasa sekolah TK. Bakat yang aku punya? Tidak ada. Aku tidak tahu apa aku bisa menyebut ini bakat. Ini harapan terakhirku. Apa aku melakukan ini karena suka? Entahlah. Sejujurnya, aku merasa tertekan saat memasak alih-alih bahagia karena ini harapan terakhirku demi kestabilan hidup anakku dan aku…aku tidak bisa menyerah di sini. Aku harus menang. Aku yakin. Aku bukan orang yang punya banyak pengetahuan tentang memasak seperti peserta yang lain, aku hanya banyak belajar semuanya melalui dapur tapi alasanku untuk menang lebih jelas dari pada mereka.
Konten siaran sungguh berat. Orang-orang berusaha bersikap ceria tapi justru terlihat murung. Jika kau penonton yang normal, kau akan menyemangatinya setelah melihat adegan ini, tapi mereka sudah tahu bahwa Coney terdiskualifikasi.
‘gara-gara paella sialan itu’
Jo Minjoon menghirup nafas. Sejujurnya, meski Coney lolos dari misi, tidak ada jalan baginya untuk menang, ada perbedaan mendasar pada keterampilannya memasak. Walau begitu, Jo minjoon sangat bersedih untuk Coney.
Siaran membahas tentang tiga set menu lengkap. Jo Minjoon dapat melihat sistuasi itu secara detail untuk pertama kalinya. Lebih tepatnya, soal pertengkaran Anderson dan Kaya. Mereka sedang berdebat tentang siapa yang akan mengerjakan hidangan utama, pada akhirnya, Kaya yang harus mengalah. Joanne memukul lengan Anderson dan berkata,
“Kau tidak ingin mengalah pada anak kecil?”
“…Diamlah.”
“Kalian berdua sama saja, sama!”
Pada kata-kata itu, Kaya yang jauh di sana mengerutkan dahi dan melotot pada Joanne. Joanne mengangkat kedua tangannya seolah-olah dia menyerah.
Setelah itu, seperti yang mereka sudah tahu. Bukan. Ada satu hal yang Jo Minjoon tidak sadari bahwa satu lagi rekan tim Kaya dan Anderson adalah Carlos. Tim Anderson terdiskualifikasi dan saat misi eliminasi akan dimulai, Kaya meminta bantuan pada Jo Minjoon. Kemudian iklan muncul. Sekarang, para peserta tidak mengganggu mereka dengan kisah percintaan mereka karena mereka sudah cukup banyak menggoda mereka. Walaupun bagi penonton itu berbeda.
“Kau tidak akan bisa tidur malam ini karena sibuk membaca komentar.” Kata Hugo.
Jo Minjoon melihat Hugo dan bertanya,
“Kau tidak membaca komentar penonton?”
“Aku membacanya sedikit. Meski aku membacanya, tidak ada yang bisa aku katakan dan tidak banyak yang membahas tentangku karena aku tidak punya kisah cinta pada seseorang di di mata PD.”
“Bersyukurlah kau tidak punya karena itu benar-benar membuat stress.”
“Kenapa kau jadi stress?”
Itu bukan pertanyaan dari Hugo. Jo Minjoon menoleh. Kaya melihat Jo Minjoon dengan ekspresi tidak mengerti.
“Kau juga memeriksa komentar karena kau stress, bukan?”
“Aku stress tapi bukan karena itu. Jika kau satu kelompok denganku itu sebuah kehormatan bagiku, itu tidak mungkin membuatku stress”
“…Kau seharusnya tidak turut campur pada pertengkaran rumah tangga. Aku keluar.”
“Cukup. Duduklah. Pasangan apa maksudmu?”
Jo Minjoon menyuruh Hugo, yang akan pegi, untuk duduk. Hugo melihat sekilas dan berbisik pelan di telinga Jo Minjoon.
“Aku takut padanya.”
“Jaman sekarang semua remaja seperti dia.”
“Aku tidak berpikir aku seperti itu.”
“Kau remaja belasan tahun yang lalu. Berapa usiamu? 28?”
“Haa…”
Hugo memasang wajah tertekan dan menundukkan kepala. Melihat mereka bersenda gurau, Kaya ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi akhirnya dia mengurungkan niatnya. Siaran dimulai lagi.
Siaran menampilkan soal kisah pribadi mereka, tentang kisah masing-masing peserta yang menceritakan alasan mereka tidak boleh terdiskualifikasi, termasuk Kaya.
- Aku tidak ingin kembali ke tempat yang kotor itu. Yaa, peserta yang lain pun memiliki alasan yang sama, untuk tidak didiskualifikasi. Aka tetapi, mohon maaf, ini tidak bisa dihindari karena aku juga punya alasan. Aku akan menang meski jika aku harus menghancurkan mereka semua.
Itu sangat ekstrim, tapi tidak ada yang menyalahkan Kaya karena mereka semua tahu dengan baik karakter Kaya. Namun, bagi penonton tentu berbeda.
Jo Minjoon melihat Kaya. Kaya memasang wajah yang agak serius. Sesaat kemudian, siaran menampilkan Carlos pada saat penjelasan misi eliminasi, tapi siaran menampilkan adegan Carlos memasak, dengan suara Carlos sebagai tambahan.
- Sebetulnya, sebelum ini, aku memakai narkoba. Jalan untuk keluar dari itu adalah dengan memasak. Itu kebenaran. Aku tidak mengatakan itu agar tampak emosial, tapi aku benar-benar hanya bisa memasak. Memasak adalah satu-satunya kegiatan yang bisa membuatku sangat berkonsentrasi sekaligus senang. Selain memakai narkoba,…aku hanya bisa memasak. Mungkin, memasak bisa menjadi obat untukku. Jadi, aku ingin memenangkan keduanya, memasak dan pengobatanku. Antara realitas dan sindromku. Semuanya.
Suara terdengar di antara para peserta. Tidak ada yang tahu bahwa Carlos memakai narkoba. Begitu pun dengan Hugo, karena wajahnya sangat serius. Jo Minjoon menepuk bahu Hugo.
“Ini akan baik-baik saja. Meskipun dia tereliminasi, Carlos tetap bisa memasak.”
“…Benarkah?”
“Iya, benar. Dia adalah pria yang baik. Percayalah padanya.”
Hugo tertawa sedih dan melihat ke layar lagi. Siaran masih berlanjut, yaitu pengumuman peserta terdiskualifikasi dan pemenang misi. Kemudian tampilan logo Grand Chef membesar dan memenuhi layar. Jo Minjoon merasa siaran itu terlalu kejam.
Keberhasilan program ini adalah kesalahan yang lebih manis dari apapun juga. Namun, kesalahan itu hanya diizinkan untuk satu orang. Selain orang itu, semua yang tersisa akan berakhir gagal. Misi diskualifikasi dan misi utama akan membuat emosi penonton campur aduk dan mengeluarkan air mata, tapi bagi para peserta yang mengalaminya, mereka memeluk penderitaan yang bisa membuat mereka merasa hancur.
Apa akhir dari persimpangan?
Semangat? ataukah…
<Persimpangan (5)> Selesai.