Dewa Memasak – Bagian 6: Di 92nd Street, New York (2)
Dia mencoba menangkap si pencopet dengan segenap kekuatannya, tetapi tidak menemukannya, bahkan tidak bertemu penduduk setempat untuk dimintai tolong. Si pencopet kabur dari lorong ke lorong dan segera menghilang dari pandangannya.
“Sialaan…”
Jo Minjoon berkeliling mencarinya dengan putus asa. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya di Korea, bahkan belum satu jam dia di sini, namun sudah menjadi korban pencopetan. ‘Ketika aku diperingkatkan agar berhati-hati terhadap copet, rupanya aku akan menjadi korban pencopetan.’ Dia berpikir seperti itu.
‘Aku tidak bisa memikirkan apapun sekarang.’
‘Aku tidak begitu memuja New York.’
Dia kehilangan kata-kata. Dia tidak punya banyak uang tunai tetapi semua kartunya ada di dalam dompet. Dia bahkan tidak bisa naik taksi.
Jo Minjoon kembali ke tempat dia dicopet dengan lunglai. Pengemis yang duduk di lantai berkata sambil tersenyum,
“Apakah kau butuh ini?”
Sambil berkata demikian, dia mengacungkan uang $5 yang dia dapat dari Jo Minjoon. Sudah cukup lama sejak terakhir dia berinteraksi dengan orang asing tapi dia cukup lancar berbicara. Jo Minjoon menghela nafas dan menjawab,
“Tidak apa-apa. Tidak baik mengambil kembali apa yang sudah aku berikan. Buatlah untuk membeli makanan.”
“Apakah aku nampak seperti pengemis?”
Sepertinya dia bertanya bukan karena merasa tidak nyaman Dia bertanya seolah-olah dia penasaran. Jo Minjoon memperhatikan penampilan pria dengan rambut pirang yang berusia sekitar 40-an itu. Sebuah mantel tua dan syal yang sudah robek. Seperti busana dengan tema vintage. Pakaiannya tampak terlalu lusuh. Dia duduk di lantai, selain itu topinya diletakkan seperti sedang mengemis uang, sehingga dia tampak seperti gelandangan.
“Bukan ya?”
“Aku juga punya rumah.”
“….Jadi kau bukan tunawisma. Bisakah kau kembalikan $5 itu?”
“Kau baru saja bilang, bahwa memberi kemudian mengambil kembali itu tidak baik. Karena aku diperlakukan seperti pengemis, maka $5 ini aku ambil sebagai ganti rugi.
Pria itu tersenyum lebar, dan Jo Minjoon tidak bisa berkata apa-apa lagi pada pria itu. Lagipula tidak ada yang bisa dia lakukan dengan $5.
Jo Minjoon menghela nafas dan duduk di sebelah pria itu. Pria itu berkata,
“Aku Lucas Dean. Siapa namamu?”
“Jo Minjoon. Jo adalah nama depanku, dan Minjoon adalah nama tengahku.”
“Orang Korea? atau Jepang?”
“Korea.”
Lucas melihat sekilas tas bepergian milik Jo Minjoon dan berkata,
“Sepertinya kau datang untuk liburan, tapi sudah kacau sejak awal.”
“…Tidak ada yang bisa kulakukan sekarang kecuali berada di jalanan.”
Dia tidak mungkin menelpon ke rumahnya menceritakan dia kecopetan begitu sampai di AS. Tetapi, ibunya pasti khawatir kalau dia tidak segera telepon…
“Haruskah bertelepon roaming internasional?”
Jo Minjoon mengeluarkan ponselnya. Dia telah mempersiapkan sebelumnya, dan untungnya jaringan internet bekerja dengan baik. Setelah melaporkan kehilangan kartu, dia bingung apakah dia sebaiknya menelepon polisi atau tidak. Lucas memberitahu Jo Minjoon.
“Polisi tidak akan peduli dengan pencopetan. Itu masalah kecil. Apalagi kau adalah seorang turis.”
“Ini adalah tempat yang menakutkan.”
“Apakah kamu punya tempat tujuan?”
Jo Minjoon menggelengkan kepalanya. Melihat Jo Minjoon, Lucas tersenyum dan bertanya.
“Apakah kau berkenan menginap di rumah pengemis?”
Rumah Lucas hanya sekitar 20m jauhnya dari tempat mereka sekarang. Dia masuk ke dalam rumah yang terbuat dari batu bata merah, dan Jo Minjoon berkata,
“Sebagai rumah pengemis, ini cukup bagus.”
“Berhentilah menyebut kata pengemis. Itu membuatku sedih mendengarmu.”
“…Terima kasih.”
“Tidak perlu sungkan.”
Rumah seseorang yang kuanggap pengemis ternyata bagus. Atapnya tinggi dan lantai rumahnya dari keramik. Luas rumah ini kira-kira 190 meter persegi. Jika ditambah dengan ruangan di lantai dua, maka akan lebih luas lagi.
Pada saat Lucas datang, di ruang tamu, seorang waita berambut pirang menatap Lucas dengan ekspresi syok.
“Lucas…Apakah itu kau?”
“…Jane. Maafkan aku.”
Wajah wanita yang dipanggil Jane itu terlihat sangat pucat. Dia berjalan tergopoh-gopoh, Jo Minjoon berpikir dia akan jatuh. Tapi pada akhirnya tidak. Mungkin jika Lucas tidak segera memegangnya, wanita itu akan jatuh ke lantai.
“Jane!”
“Ah, aku bisa menyentuhmu. Ini benar-benar kau.”
“…Maafkan aku karena baru kembali.”
Memperhatikan percakapan di antara keduanya, Jo Minjoon tidak tahu harus menatap siapa dengan sedih. Kemuadian Jane menyadari keberadaan Jo Minjoon. Sepertinya dia punya banyak hal yang ingin diutarakan, tetapi dia tidak bisa, karena pria asing di depannya.
“Dan siapa ini…?”
“Oh, dia adalah seseorang yang menolongku. Perkenalkan, panggil saja dia Minjoon.”
“Oh, senang bertemu denganmu. Aku Jane Dean.”
“Aku Jo Minjoon.”
Jo Minjoon berjabat tangan singkat dengan Jane lalu memandang Lucas. Seseorang yang menolongnya? Pertolongan apa? Satu-satunya yang Jo Minjoon lakukan untuk Lucas adalah memberi uang $5. Tetapi melihat rumah Lucas, nampak sekali dia tidak membutuhkan $5 itu.
Dia penasaran tetapi sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk menanyakan itu. Mata Jane berlinang, dan mata Lucas juga berkaca-kaca. Terjadi sesuatu di antara mereka yang Jo Minjoon tidak tahu, Apakah Lucas kabur dari rumah? Jika dilihat dari umurnya, itu sesuatu yang tidak mungkin terjadi, tetapi mungkin saja jika dilihat dari pakaiannya.
Lucas membuka mulutnya,
“Dia kehilangan dompetnya karena aku. Untuk sementara aku mengijinkannya tinggal di rumah kita. Apakah kau keberatan, Jane?”
“Tentu saja tidak. Seperti mimpi bagiku bahwa kau akan kembali. Jessie juga pasti akan senang.”
Ketika Jane menyebut Jessie, wajah Lucas berubah.
“Apakah Jessie akan memaafkanku?”
“…Jangan memikirkan itu dulu. Banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu, yang pertama…”
Lucas menatap Jane. Jane memandang Lucas dengan ekspresi mata seperti tersenyum.
“Apakah kau sudah makan?
Ketika Jane menyiapkan makanan, Jo Minjoon diantarkan ke sebuah kamar oleh Lucas. Ada sebuah kamar di lantai 2. Jo Minjoon bertanya dengan hati-hati.
“Bolehkah aku bertanya apa yang terjadi denganmu?”
“…Aku kabur dari rumah. Aku mengembara cukup lama, dan baru saja kembali. Aku berterima kasih padamu.”
“Aku tidak mengerti sebelumnya dan sekarang pun masih. Apa yang kau maksud dengan aku telah menolongmu?”
Lucas menunjukkan uang $5. Jo Minjoon tertawa kaku.
“Kamu bahkan tidak menggunakan uang itu.”
“Menerima kebaikanmu seperti menggerakkanku. Aku melihat ke sekeliling, merasa bersalah, dan berpikir sepertinya aku harus mulai lagi dari awal.”
Jo Minjoon tidak membantahnya. Seberapa banyak hal yang terlintas dipikirkan Lucas saat menerima uang itu? Jo Minjoon tidak bisa menebaknya. Banyak hal yang membuatnya penasaran, namun cukup sulit untuk mengutarakannya pada Lucas sekarang. Jo Minjoon memilih untuk mencairkan suasana.
“Ini adalah hotel bertarif $5.”
“Kau bisa meninggalkan hotel kapanpun kau mau.” Lucas berkata itu sambil tertawa.
Tiba-tiba sudah pukul 5. Jo Minjoon mengeluarkan isi tasnya dan pergi ke dapur. Sepertinya waktu berlalu hanya sebentar, tetapi masakan Jane hampir siap. Di meja, tersaji makaroni keju, stik hamburger, dan salad. Jo Minjoon ingin membantu sekedarnya. Lalu dia menawarkan bantuan dengan ekspresi canggung.
“Baunya sangat sedap. Sepertinya kau ahli memasak.”
“Suamiku cukup gemar makan dan minum. Jadi agar dia tidak mengomel, aku harus belajar memasak.”
Jane mengatakan itu sambil tertawa kecil. Lucas mendengar perkataan Jane dengan ekspresi masam.
“Aku yakin makanan yang enak memberikan dua kebaikan, makanan itu sendiri dan orang yang memakannya akan senang. Aku mempercayai itu. Namun…”
Lucas hendak mengatakan sesuatu tapi mengurungkan niatnya. Jo Minjoon menoleh ke arah Jane melihat sesuatu. Perasaan unik dan aroma dari makaroni keju menggugah seleranya. Itu adalah bau istimewa dari sebuah masakan.
“Kau akan senang. Makanan yang enak membuatmu bahagia 3x sehari.”
“dua kali. Aku hanya makan dua kali sehari.”
“Maka setelah ini berusahalah makan 3x sehari.”
Tentu saja jika kamu memikirkan kalori pada hidangan Amerika, mungkin makan dua kali cukup dan lebih sehat.
Makaroni keju sudah matang dan siap disajikan di meja. Jane meletakkan stik hamburger di atas piring sambil bertanya,
“Apakah kau mau ditambah telur?”
“Tidak. Aku lebih suka tanpa telur.”
“Baik. Kita biasanya juga memakannya tanpa telur.”
Jane tertawa dan duduk di kursinya. Jo Minjoon menatap sajian itu dengan mata berbinar.
[Stik Hamburger]
Kesegaran: 97%
Asal: Terlalu banyak bahan untuk ditemukan
Kualitas: Tinggi (Bahan rata-rata)
Poin Memasak: 6/10
[Makaroni Keju]
Kesegaran: 89%
Asal: Terlalu banyak bahan untuk ditemukan
Kualitas: Menengah ke tinggi (Bahan rata-rata)
Poin Memasak: 6/10
Tidak heran kedua hidangan ini mendapat poin 6. Jika mendapat skor 6 poin maka hidangan ini setara dengan di restoran. Setidaknya, itu yang Jo Minjoon amati selama ini. Jika tidak, itu seperti hidangan pada acara besar dengan perusahaan penyaji makanan yang cukup terkenal. Sangat sulit bagi orang biasa untuk membuat ini.
Jo Minjoon menangkupkan kedua tangannya dan berdoa. Lucas melihat Jo Minjoon dan berkata,
“Kamu katolik?”
“Bukan. Aku protestan.”
“Sayang sekali. Kami umat katolik.”
“Sayang, Makanlah dulu.”
“Oke.”
Lucas meraih garpu. Jo Minjoon juga meraih garpu. Jo Minjoon menyantap stik hamburger terlebih dahulu. Sejujurnya dia tidak terlalu suka stik hamburger. Lebih tepatnya dia tidak suka daging cincang. Tapi aroma stik hamburger ini sangat sedap.
Ketika Jo Minjoon memakan potongan pertama stik hamburger, sepertinya hamburger ini hanya menggunakan daging sapi, tidak dicampur dengan daging babi, tapi aromanya lebih sedap dari pada aroma stik hamburger yang berasal dari campuran keduanya. Dia juga merasakan aroma lada dan cita rasa sedap dari saus. Saus apa ini? Bahkan saat dia berkonsentrasi untuk mengenali saus itu, dia tidak bisa memikirkan apapun. Itu bukan cita rasa yang pernah dia rasakan. Jo Minjoon melihat resep masakan di layar. Dia penasaran dengan identitas saus itu.
[Bahan-bahan Stik Hamburger]
Daging sapi, bawang bombai, tepung roti, garam, herba, lada bubuk, saus stik (saus A1).
‘Oh, jadi ini adalah saus A1.’
Saus ini berasal dari Inggris. Ini adalah saus yang terbuat dari, jujuba, cuka atau gula dalam saus tomat, tapi yang membuatnya lebih manis adalah saus HP, dan yang membuat terasa asam adalah saus A1. Itu adalah saus yang tidak banyak digunakan di Korea.
Persisnya cita rasa hamburger ini tidak familiar. Rasa dagingnya kuat dan cita rasa keseluruhan hamburger sangat sedap. Jika di Korea mungkin ini hidangan gagal. Namun hidangan ini mendapat 6 poin. Jika begitu berarti hidangan ini dimasak dengan baik. Barangkali ini cita rasa Amerika yang dia belum terbiasa.
Jo Minjoon mencoba mengenal lebih jauh sudut pandang orang Amerika dalam memasak. Omong-omong Grand Chef adalah acaranya orang Amerika. Jika dia tidak mengerti hidangan Amerika mana mungkin dia bisa menang. Jo Minjoon mencoba memahami cita rasa stik hamburger itu. Dia mencoba mengesampingkan aroma kuat dari hamburger dan mempelajari cita rasa yang rumit ini.
Awalnya dia kesulitan. Namun, setelah satu suap, dua suap, semakin banyak dia makan semakin dia bisa memahami. Saat itu, sebelum Jo Minjoon memunculkan layar alarm,
[Anda makan stik hamburger di rumah Anda.]
[Bonus tempat! Keingintahuan Anda untuk mempelajari cita rasa membuat keahlian mengecap Anda terhadap hidangan Amerika meningkat!
[Saat pengetahuan Anda tentang masakan meningkat maka level memasak Anda juga meningkat!]