Dewa Memasak – Bagian 62: Dampak (1)
Louise Russell : Sejujurnya, menurutku, ini bisa dibuat-buat. Tidak pernah ada dalam sejarah, tapi tiba-tiba sekarang muncul indera pengecap yang mutlak? terlebih dalam program memasak?
ㄴ Daniel Wood : Jangan membahas teori konspirasi. Ini adalah program yang baik tanpa harus dibuat-buat. Mereka tidak perlu membuat keributan agar banyak yang menonton?
ㄴ Louise Russell : @Daniel Wood Keserakahan tidak pernah berakhir. Lihatlah reaksi orang-orang. Meskipun Grand Chef sudah populer, apa pernah seviral ini?
ㄴ Daniel Wood : @Louise Russell Seiring berjalannya waktu, kau akan tahu, apakah itu dibuat-buat atau tidak. Jangan mengubah kata-katamu saat itu terjadi.
- J. Black : Jika ini benar… Wow, Aku tidak tahu harus bilang apa. Tapi apakah cita rasa dari masing-masing bahan terasa begitu berbeda? Adakah standar perbedaan yang paling minim yang bisa kita rasakan?
ㄴ Selena Curry : Menurutku ada. Aku iri melihat dia bisa menyebutkan semua bahan dengan benar. Aku juga ingin merasakan semua itu..
ㄴ A. J. Black : @Selena Curry Tapi, aku bertanya-tanya apakah semua cita rasa dari bahan-bahan itu enak? Barangkali, jika dia mencium bau tidak sedap atau merasakan sesuatu yang kita tidak bisa merasakannya, dia akan susah menikmati makanan.
ㄴ Selena Curry : @A. J. Black Walau begitu, bukankah itu kemampuan luar biasa dari chef karena dia bisa mengontrol semua cita rasa meski sedikit, yang pelanggan tidak bisa rasakan. Tapi jika pelanggan tidak bisa merasakannya, itu menjadi kurang berguna, meski akan berdampak tanpa disadari.
ㄴ Jacob Shariff : @Selena CurryDia akan lebih hebat jika sebagai epicurean dari pada menjadi chef. Restoran-restoran tidak akan bisa menipunya dan mereka juga akan gemetar ketakutan karena evaluasinya.
Daniel Wood : PD siaran pasti merasa bangga. Dia melempar umpan tanpa mengharapkan apapun, namun ternyata dia menangkap paus. Dengan kemampuan itu, potensinya akan meningkat, meskipun aku tidak tahu tentang masakannya yang sebenarnya.
ㄴ Nadia Newton : Menurutku, dia akan mendapat banyak tawaran komersial. Selebriti cenderung tidak diminta menjadi bintang iklan karena mereka mahal, tapi Jo Minjoon, yang bukan selebriti, mereka tidak perlu membayarnya mahal. Sebuah produk yang diperkenalkan oleh seseorang yang memiliki indera pengecap yang mutlak. Bukankah itu menarik?
ㄴ Daniel Wood : @Nadie Newton Yaa, itu ada benarnya. Tapi jika dia terus melakukan itu, menurutku nanti dia akan meminta lebih.
ㄴ Nadia Newton : @Daniel Wood Sudah pasti Grand Chef mendapat tangkapan besar.
Martin membaca semua komentar yang terkirim di internet. Senyuman di wajahnya tidak bisa hilang meski sedikit. Reaksinya lebih dasyat dari yang dia pikirkan. Itu dapat dipahami. Pada saat Jo Minjoon menyebutkan ke-20 bahan dengan benar, secara konsekutif jumlah penonton melampaui 7 juta orang. Normalnya, itu tidak melampaui 5 hingga 6 juta penonton, maka dari itu, hasilnya sangat hebat. Mungkin, hari ini akan menjadi hari dengan penonton terbanyak sepanjang sejarah Grand Chef.
Yang paling penting, jumlah orang yang mengunggah video hanya bagian Jo Minjoon menjalani misi dikualifikasi sangat banyak. Apa yang dia lakukan tersebar melalui semua media, yang semakin, dan semakin banyak orang terpanggil untuk melihat videonya. Video itu melampaui 10 juta penonton dalam sehari, jadi setelah ini, mereka tidak bisa menebak berapa banyak orang yang akan menontonnya.
Saat ini, ponsel Martin terus berdering tanpa henti. Membalas semua panggilan itu akan memakan waktu seharian. Kebanyakan dia membalasnya dengan pesan otomatis karena dia bahkan tidak bisa santai dengan menjawab sesuai kebutuhan. Beberapa saat kemudian, ponselnya berdering lagi, dan wajahny seketika berubah saat memeriksa layar. Dia menegakkan badannya yang dari tadi duduk bersandar di bangku mobil, lalu menjawab telepon itu.
“Ra, Rachel Rose! Apa ini sungguh Anda?”
[Melihat reaksimu, sepertinya kau tidak menghapus nomorku.]
“Bagaimana mungkin saya dengan mudahnya menghapus nomor Anda, jika saya sulit mendapatkannya? Tapi kenapa Anda…?”
Sebenarnya, tidak perlu menanyakan itu karena oarang-orang yang menelponnya saat ini mempunyai alasan yang sama. Pertama, mengkonfirmasi bahwa indera pengecap Jo Minjoon yang mutlak itu nyata. Kedua, apakah Martin bisa menghubungkan mereka pada Jo Minjoon.
Tidak berbeda dengan Rachel. Martin berusaha untuk menenangkan jantungnya. Saat Grand Chef mulai, dulu dia menggunakan segala cara untuk mendatangkan Rachel tapi dia kembali dengan tangan kosong. Karena sekarang dia mendapat Alan yang begitu disiplin, dia tidak terlalu kecewa. Sebenarnya, Alan adalah orang yang baik.
[Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu. Akankah kau menjawab dengan jujur?]
“Tentu saja. Meski sambil membayangkan wajah Alan, saya tidak akan berani berbohong.”
[Memikirkan hal itu, Alan, bocah itu kenapa tidak menceritakannya padaku. Baiklah, mari kita membicarakan hal itu nanti.]
Pada saat itu, Martin meminta maaf pada Alan dalam hati.
[Indera pengecapnya yang mutlak itu, apakah sungguh-sungguh?]
“Bahkan tidak sedikitpun ada yang dibuat-buat.”
Pada saat itu, Martin merasa bahwa sebuah suara hembusan nafas lega terdengar melalui ponselnya. Mungkin, dia baru menyadari bahwa Jo Minjoon memiliki indera pengecap yang mutlak. Beberapa saat kemudian, Rachel bersuara terlebih dahulu.
[Aku ingin bertemu dengannya.]
Martin sudah menduganya. Namun, dia tidak tahu apa yang sebaiknya dikatakan pada Rachel. Meski jika Jo Minjoon adalah peserta, dia tidak bisa membuat janji tanpa persetujuannya. Saat dia hendak mengatakanbahwa pendapat Jo Minjoon adalah yang paling penting, Rachel berkata,
[Tentunya kau harus menanyakan padanya terlebih dahulu. Aku mengerti soal itu. Namun, aku hanya tidak bisa menahannya karena aku adalah tipe orang yang ingin makan sesuatu segera saat aku menginginkannya. Tapi, aku akan memberimu hadiah. Adegan yang terekam di layar hari ini, kau bisa menggunakannya sesukamu.]
“…Apa? Maaf, tapi saya tidak mengerti maksud Anda…”
[Aku akan menjadi pelanggannya. Sekarang, truk Jo Minjoon ada di Madison, bukan?]
Pada saat itu, teka-teki di kepalanya terjawab, tentang kata-kata Rachel, yaitu sekarang, adegan yang direkam hari ini, Minjoon, truk, dan Madison. Martin syok lalu mendongakkan kepalanya. Tentu, apa yang dia lihat adalah atap mobilnya.
“Apa kau berpikir ingin menjadi pelanggannya secara pribadi…?”
[Ah. pesawatku akan segera datang. Kita akan membicarakan sisanya nanti, sampai jumpa.]
“Iya, baiklah…”
Martin tercengang melihat ponselnya. Dia sama sekali tidak merasa bahwa situasi ini nyata.
“Apakah dewa rating menyayangiku?”
–
Dampak dari indera pengecap Jo Minjoon yang mutlak begitu hebat. Orang-orang yang tertarik memasak atau mengecap, semuanya membicarakan tentang Jo Minjoon, dan yang paling penting, orang-orang yang tidak tertarik pun melihat videonya.
Tentunya, Korea tidak terkecuali. Hanya dengan kenyataan bahwa orang Korea berpartisipasi dalam Grand chef, maka di Korea, banyak artikel yang menyebarkan tentang itu.
Lee Hyeseon pun tidak bisa tidak melihatnya. Akibatnya, Jo Minjoon harus mengangkat panggilan telepon saat tengah berbelanja sayuran.
[…Sejak kapan kau punya kemampuan itu? ]
“Aku pikir sejak aku kecil. Tapi aku baru saja tahu bahwa aku bisa merasakan hal yang berbeda dibandingkan orang lain.”
[ Whaw……. Bahkan ibu tidak tahu soal itu. Semua orang membicarakanmu, tapi ibu merasa senang sekaligus cemas karena mendapat banyak perhatian itu tidak nyaman. Apa kau baik-baik saja? ]
“Belum terlalu sulit. Ah Bu, maaf, tapi aku harus bersiap-siap memasak. Aku akan menelponmu nanti.”
[Oke. Lakukan dengan baik. Aku akan mendukungmu.”]
“Iya,”
Jo Minjoon memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Dia lelah karena dia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Karena kejadian hari ini, sepertinya lebih banyak orang di pasar yang mengenalinya dari pada sebelumnya. Beberapa dari mereka juga memintanya untuk memcicipi makanan mereka…
‘Aku hanya harus bertahan hari ini dan besok.’
Sekarang, dia harus melawan rasa lelahnya dengan kekuatan mentalnya. Masalahnya mentalnya juga mulai lelah, tapi dia berpikir dia tidak boleh pingsan.
Segera setalah dia masuk ke dalam truk, rekan timnya sibuk menatapnya. Di samping itu, mereka merasa bahwa Jo Minjoon sedang kesulitan akhir-akhir ini. Peter membuka suara.
“Apa kau baik-baik saja, Minjoon? Bagaimana kalau kau beristirahat sambil makan siang? Kami berempat bisa melakukan ini semua.”
“Lupakanlah. Kita melakukan hal yang sama. Jika ada yang beristirahat di saat yang lain bekerja, itu tidak patut dilihat.”
Mimpi ada untuk diperjuangkan. Dia tidak punya waktu untuk merasa lemah. Anderson berkata dengan suara tegas,
“Beristirahatlah! Aku membeli beberapa sandwich, jadi makanlah itu.”
“…Terima kasih.”
Jo Minjoon menerima sandwich itu. Tidak ada yang spesial. Keju, selada, prosciutto, dan saus mustard ada di dalamnya. Namun, mungkin karena rotinya begitu lembut hingga dia merasa seperti memakan nasi yang matang dengan tepat.
Dia tidak tahu kenapa, tapi saat dia menelan sandwich, tiba-tiba bagian atas pelipisnya sakit seolah-olah tertusuk jarum. Apakah makan begitu melelahkan? Jo Minjoon tersenyum kecut dan menyisakan separuh sandwichnya.
Penjualan berlanjut meski kondisinya seperti itu. Jo Minjoon mengambil beras untuk dimasak dengan tangannya yang gemetar dan membantu yang lain memasak.
Madison adalah sebuah kota di Wisconsin. Di sana ada sekitar satu juta penduduk, jadi Madison adalah kota yang cukup besar di AS.
Truk makanan mereka diparkir di tengah kota di universitas Wisconsin, yang merupakan area yang sangat ramai. Karena di sebelah kampus adalah area perkantoran, mereka berpikir bahwa truk akan ramai didatangi para mahasiswa dan karyawan. Sebenarnya, lebih baik memprioritaskan untuk mencari lokasi yang nyaman untuk pelanggan dari pada lokasi yang banyak orang berkumpul karena logo Grand Chef sudah menjadi alat pemasaran yang sempurna.
Tim norimaki mendapat reaksi yang cukup baik di internet. Tentunya, itu mungkin dari penggemar mereka. Tidak ada komentar yang menyebutkan norimaki tidak lezat. Lalu mereka perlahan semakin percaya diri dengan masakan mereka. Mereka berpikir bahwa mereka dapat memuaskan semua pelanggan. Joanne membuka suara,
“Apakah akan ada lebih banyak pengunjung hari ini?”
“Kenapa? Karena Minjoon?”
“Iya. Akankah orang-orang yang telah menontonnya begitu penasaran hingga mereka datang dan makan lebih banyak dari biasanya?”
“Entahlah. Menurutku orang-orang yang penasaran dengan itu juga akan penasaran dengan masakan kita. Tentunya, ada lebih banyak pelanggan dari pada sebelumnya…”
Pada akhirnya, pelanggan memang lebih banyak dari biasanya tapi tidak membeludak. Mungkin, alasan sederhananya adalah lokasi yang bagus, tapi jumlah pelanggan hampir sama dengan saat pertama kali berjualan di Chicago.
Hanya saja, reaksi mereka berbeda. Saat mereka melihat Jo Minjoon berdiri di balik mesin kasir, antrian panjang pelanggan bersorak dan meniupkan peluit. Jo Minjoon yang tidak memikirkan apapun hanya bisa bingung dengan reaksi yang begitu intens.
“Apa kau sungguh punya indera pengecap yang mutlak?”
“Menggunakan metode evaluasimu, berapa skor norimaki ini?”
“Bukankah melelahkan saat kau makan? karena kau terlalu sensitif?”
“Aku adalah penggemarmu! Maaf, bolehkah aku minta tanda tanganmu?”
Hampir semua pelanggan berusaha mengatakan sesuatu padanya. Karena truknya berada di sebelah kampus, ada banyak pemuda dan pemudi. Saat mereka sedikit tenang, mereka bisa tahu wajah Jo Minjoon sangat cekung bahkan dia tidak bisa berbicara dengan baik. Jo Minjoon beruntung. Jika bukan karena wajah itu, mungkin akan ada lebih banyak orang yang berusaha berbicara lebih lama.
“Minjoon, maaf, tapi kau harus menyiapkan nasi setelah ini.”
“Oke, aku akan menyiapkannya setelah satu pelanggan ini.”
Jo Minjoon menjawab Joanne dan melihat ke depan. Ada seorang wanita dengan beberapa keriput di wajahnya. Jika dia adalah orang Korea, penampilannya menunjukkan dia berusia sekitar 70 tahun, tapi mempertimbangkan bahwa orang barat menua lebih cepat, dia tidak bisa tahu hal itu. Jo Minjoon tersenyum dan membuka suara,
“Selamat datang. Apa yang akan Anda pesan?”
“Aku ingin berbicara denganmu saat ini, tapi tampaknya kau sangat sibuk, yaa?”
“…Itu benar karena ada banyak sekali pelaggan.”
Jo Minjoon membalas sembari tersenyum. Dia tidak tahu kenapa seorang wanita tua juga ingin berbicara dengannya. Sesaat kemudian, Anderson, yang sedang membungkus norimaki di sebelahnya, menatap ke sekelilingnya dan berkata,
“Rachel Rose…Mungkinkah kau Rachel Rose?”
“Siapa? Di mana?”
Pada kata-kata Anderson, anggota tim yang lain menoleh dan terkejut. Barulah saat itu Jo Minjoon menyadari bahwa kameramen sedang merekam mereka dengan wajah yang sangat serius. Terlebih lagi, para pelanggan bahkan memotret wanita itu.
‘Apakah dia terkenal?’
Rachel tersenyum.
“Sepertinya kau tidak tahu siapa aku.”
“…Maafkan aku. Aku tidak banyak tahu tentang orang Amerika yang terkenal.”
Pelanggan yang mendengar kata-kata Jo Minjoon, melontarkan suara tawa. Jo Minjoon tidak mengerti dengan reaksi mereka. Apakah itu berarti dia tidak terkenal? Rachel mengeluarkan dompetnya.
“Memikirkan pelanggan yang lain, kita harus menghitung uangnya dahulu.”
“Iya, apa yang akan Anda pesan….”
Saat dia berbicara seperti itu, Jo Minjoon melihat apa yang wanita itu berikan dengan wajah bingung. Itu bukan lembar tagihan. Itu adalah cek dan tertulis ribuan Dollar di atasnya. Rachel membuka suara,
“Bolehkah aku membunyikan lonceng emas?” (TL: Itu berarti dia berencana untuk membeli semuanya.)
Jo Minjoon tertawa terpaksa.
“Maaf, tidak bisa.”
<Dampak (1)> Selesai