Dewa Memasak – Bagian 64: Di akhir perjalanan (1)
Saat mereka sampai di Chicago, lebih tepatnya di asrama Grand Chef, waktu sudah lewat tengah malam. Jelas tidak ada peserta ataupun kru siaran yang menunggu mereka. Itu tak terhindarkan, tapi juga dapat dipahami. Mereka juga merindukan wajah-wajah yang mereka tidak lihat selama sepekan, tapi kerinduan itu tidak sebesar keinginan mereka untuk tidur.
Ada satu hal yang mereka sadari saat tengah menjalani misi truk makanan, yaitu tidur merupakan hal yang sangat istimewa setelah dipikir-pikir. Mereka bangun subuh untuk berbelanja bahan masakan, bersiap-siap memasak, lalu berjualan. Mereka bahkan memasak setelah jam kerja para karyawan, itulah kehidupan chef. Dengan pola hidup seperti itu, sulit untuk mempertahankan staminamu.
Para kru yang merekam mereka pun kelelahan. Lalu bagaimana dengan perasaan para peserta saat ini? jelas mereka ingin tidur sedikit lebih lama.
Namun Jo Minjoon tidak bisa. Insomnia yang mengikutinya selama seminggu, semakin parah hari ini, mungkin karena hari ini adalah hari terakhir misi. Jo Minjoon akhirnya berdiri dan keluar ke lobby, kemudian dia tertawa riang Ada wajah yang sangat familiar.
“Chloe. Hugo.”
“…Minjoon? Apa yang kau lakukan jam segini?”
Hugo bertanya seolah-olah terkejut kemudian menyeringai. Beberapa saat kemudian mereka saling berpandangan. Apa yang terjadi selama seminggu membuat wajah mereka tampak sangat lelah. Chloe tertawa tanpa daya.
“Minjoon, jadi kau juga sama.”
“Terima kasih. Aku pikir hanya aku yang seperti ini.Mengetahui ada yang sama sepertiku dalam situasi yang buruk ini membuatku tenang.”
“Apa maksudmu dengan situasi yang buruk? Itu terlalu parah.”
Hugo tidak menjawab kata-kata Jo Minjoon dan duduk di tempatnya. Mungkin mereka sadar bahwa mereka dari tim yang berbeda dan mereka bertiga terpisah satu sama lain. Hugo berkata dengan suara yang penuh percaya diri.
“Timku punya kemungkinan untuk menang. Kemungkinan yang besar. Jadi, bersiaplah jadi juara dua.”
“Ha, aku tidak tahu apa itu disebut percaya diri. Apa kau tidak lihat reaksi orang-orang di internet? Karena truk makanan kami, semua toko sushi penjualannya meningkat.”
“Tapi itu tidak berarti kalian melakukan hal yang lebih baik dari pada kami.”
Hugo dan Jo Minjoon saling bertatapan. Hela nafas Chloe terdengar pelan.
“Hentikan. Tahukah kalian bahwa bulu kucing berdiri saat dia takut?”
“…Sekarang dari yang aku lihat, apa kalian baik-baik saja? Aku pikir kalian akan sakit kepala jika aku menghubungi kalian saat itu. Kau bertengkar dengan orang brengsek demi Kaya.”
“Itu jelas hal yang harus dilakukan sebagai ketua tim. Ternyata ada banyak hal yang harus dilakukan ketua tim. Bukan. tapi banyak sekali tanggung jawab. Jika satu minggu saja semelelahkan ini, betapa beratnya nanti jika kita membuka restoran kita sendiri?”
Jo Minjoon dan Hugo tidak membalas. Itu adalah pertanyaan yang mereka tidak ingin memikirkannya. Namun, jika mereka tetap berada di jalan ini, itu adalah hal yang suatu saat harus mereka hadapi. Jo Minjoon berteriak.
“Pada saat itu, kita akan bisa bertahan karena pertahanan kita sudah kuat.”
“Sekarang aku tahu kenapa orang sukses, badannya besar.”
Chloe tertawa ringan. Melihat mereka berdua, lalu Hugo melihat ke sekelilingnya. Mungkin karena asrama Grand Chef kosong selama sepekan, kamera yang seharusnya terpasang di lobi tidak terlihat. Hugo berkata dengan hati-hati.
“Jualan kalian…bukan, keuntungan kalian, berapa banyak?”
“Apa kau gila? Kau ingin kita membagikan informasi itu pada tim lain?”
“Bagaimana dengan ini, tidak ada aturan yang melarang berbagi informasi.”
“Meski begitu…”
Chloe berkata dengan ragu-ragu. Suaranya selalu ceria, tapi biasanya tidak memiliki keberanian. Dia tidak akan suka membagikan hal seperti ini. Hugo berkata dengan lembut.
“Karena kita berbagi hal ini hanya untuk kita bertiga, bukan berarti kita melakukan sesuatu yang buruk. Hanya untuk membuat kita nyaman. Aku akan berkata jujur. Meskipun aku sudah tahu jika setelah ini aku akan tidur, setidaknya aku ingin tidur setelah aku mengetahuinya walau aku harus patah hati. Dan itu pasti sama bagi kalian.”
“….Jika hasilmu tidak bagus, menurutku kau tidak ingin mendengarnya.”
“Jika seperti itu, mungkin aku akan bekerja keras besok. Itu lebih baik.”
Chloe melihat lantai sekian lama tanpa berkata apapun. Beberapa saat kemudian saat Hugo hendak melanjutkan kalimatnya, bibir Chloe terbuka.
–
Malam itu, pertama kalinya dalam seminggu Jo Minjoon dapat tidur dengan nyenyak. Akhirnya pagi tiba. Saat dia keluar kamar untuk mandi dengan wajah masih kusut, dia mendengar suara yang familiar.
“…Kau mengabaikanku kemarin?”
Setelah pagi tiba, suara yang dia dengar pertama kali tidak lain adalah suara Kaya. Sejak kapan? Kaya yang bersandar di sebelah pintu kamarnya, sedang melotot pada Jo Minjoon. Jo Minjoon tersenyum lebar.
“Kau bangun lebih awal?”
“Bangun lebih awal? Jadi kau mengatakan bahwa kau tidak kepikiran soal apapun setelah membuatku merasa tolol yang tidak bisa membedakan antara norimaki dengan norikami?”
“Apa kau sudah sarapan? Dan yang lain, apakah sudah bangun?”
“…Apa kau sedang mengalihkan topik pembicaraan?”
Kaya berkata seolah-olah dia tercengang. Jo Minjoon menunjuk rambutnya, lalu berkata,
“Tidakkah kau lihat bagaiamana rupaku sekarang? Biarkan aku mandi dulu.”
Jo Minjoon berpikir bahwa saat dia mandi Kaya akan pergi, tapi setalah kira-kira 20 menit dia mandi, Kaya masih berdiri di tempat yang sama. Barulah saat itu Jo Minjoon bingung. Ini pertama kalinya Kaya mengikuti Jo Minjoon seperti ini.
“…Apa kau seperti ini karena hal kemarin?”
“Orang yang bersalah selalu tenang. Aku sangat tahu itu.”
“Iya, katakanlah begitu.”
“Tidak, jangan katakan itu, tapi memang begitu. Apa kau juga mengabaikanku karena aku bodoh dan tidak bisa belajar?”
Mata Kaya berkaca-kaca. Dia tidak marah, tapi sepertinya dia sedikit gugup. Barulah saat itu, Jo Minjoon menyadari bahwa tindakan kecil Jo Minjoon kemarin dapat membuat Kaya trauma.
“Aku tidak mengabaikanmu. Apa ada orang yang mengabaikan temannya?”
Kaya yang ingin menjawab itu, mulutnya kembali tertutup saat dia mendengar kata teman. Wajahnya menjadi rumit. Seperti yang Kaya telah katakan beberapa waktu yang lalu pada Martin, dia tidak suka dengan kata-kata teman. Lebih tepatnya, dia tidak yakin bahwa pertemanan ada di dunia ini.
Dan Jo Minjoon tentu tidak tahu sejauh itu. Dia menguap lalu melangkahkan kakinya. Kaya segera mengejarnya.
“Apa itu? Kenapa kau pergi? Aku belum selesai bicara.”
“Maaf, Aku tidak menjawab pesanmu karena aku tertidur. Ayo kita sarapan dulu. Kau berjanji padaku saat aku bergabung dengan tim mu, jika aku membantumu, kau akan membuatkanku sarapan setiap hari. Setelah berjanji, kau harus memasak untukku, dan sekarang, kau ingin berhenti melakukannya?”
“…Itu karena orang-orang menggodaku.”
“Lalu akankah mereka berhenti menggodamu hanya karena kau berhenti melakukannya untukku? Kita sudah dicap sebagai bahan untuk diolok-olok.”
Kaya menyamakan langkah dengan Jo Minjoon, wajahnya menunjukkan ketidakpuasan, lalu dia menatap Jo Minjoon. Hanya satu minggu mereka tidak saling bertemu, tapi wajah Jo Minjoon benar-benar kacau. Kaya berkata dengan wajah cemberut.
“Kau menjadi kacau seperti ini karena truk makanan? Kau pria yang lemah. Bagaimana kau akan bertanggung jawab dengan restoranmu nanti?”
“Iya. Haruskah aku berolahraga?”
“Pria seharusnya punya otot. Setidaknya kau harus seperti Arnold Schwarzenegger agar disebut pria.”
“….Itu disebut pria kekar.”
Jo Minjoon menggelengkan kepala dengan wajah tersinggung. Tatapan Kaya semakin tajam, dia berkata,
“Omong-omong, berolahragalah. Chloe juga merasa sangat lelah, tapi karena staminanya bagus, dia tidak tumbang sepertimu.”
“…Apa Chloe tampak bisa bertahan dengan baik?”
“Chloe ya Chloe.”
Entahlah. Melihat Chloe kemarin, sepertinya dia tidak nyaman. Jo Minjoon mengurungkan kata-kata yang ingin dia utarakan lalu pergi ke dapur. Kaya mencibir.
“Apa kau sungguh berencana membuatku melakukan apa saja untukmu? Aku juga lelah.”
“Buatkan aku sesuatu yang sederhana, seperti omelette. Kau tidak perlu bantuanku untuk membuat itu. Oh iya, bukan omelette biasa, tapi ala Spanyol dengan kentang di dalamnya. Jangan terlalu pedas dan jangan terlalu asin. Lalu aku ingin bagian luarnya setidaknya agak kering. Dan aku akan memotong buah.”
“…Ada banyak sekali permintaanmu.”
Meski dia menghela nafas, dia tetap membuat omelette dengan penuh konsentrasi. Bahkan dia mengocok telur dengan hati-hati. Dia mengaduk telur bersama dengan bawang bombay dan irisan tipis kentang.
Kesimpulannya, rasanya memang lezat. Kentangnya tidak berbau karena telah dimasak sebelumnya dan jumlah menteganya tepat, sehingga dapat mengeluarkan cita rasa lezat dari telur.
Omelette itu terasa lembut dan irisan kentangnya terasa manis. Telur kocok itu belum terlalu matang, mungkin karena itu, terasa seperti saus dan enak. Itulah omelette ala spanyol yang sesuai dengan resep standard.
“Kenapa kau tidak berpendapat apapun?”
“Aku diam karena ini enak. Biasanya, saat orang makan sesuatu yang lezat, mereka tidak banyak bicara.”
“Jadi, hidangan yang dibilang enak menurut para juri, itu berarti semua palsu?”
“…Itu karena mereka harus mengevaluasi, berbeda dengan sekarang.”
“Aku juga butuh evaluasi. Berapa skornya ini?”
Pertanyaan Kaya membuat Jo Minjoon terbatuk karena dia tersedak. Harapan Jo Minjoon Kaya menepuk pungungnya, tidak terjadi. Akhirnya, setelah bebrapa saat lamanya Jo Minjoon menatap Kaya dengan mata berkaca-kaca, dia berkata,
“Sekarang kau juga bertanya tentang skor? Kau tidak seperti biasanya.”
“Aku pikir aku akan bertanya padamu pelan-pelan. Semua orang bertanya tapi hanya aku yang tidak, jadi, aku merasa sedikit aneh.”
“…Sejujurnya, jika indera pengecapmu juga mutlak, kau tidak perlu evaluasi dari orang lain.”
“Aku juga sangat sensistif, tapi aku tidak bisa menebak 20 bahan dengan benar sepertimu. Mungkin aku hanya bisa menyebutkan 15. Tapi yang paling penting, bagaimana kau tahu lidahku sensitif?”
“Kau tahu kita selalu bersama-sama.”
Jo Minjoon tidak bisa menjawab itu. Dia tahu bahwa level pengecapan Kaya adalah 10. Kaya melihat Jo Minjoon dengan wajah yang aneh.
“…Jadi berapa skornya? Apa cukup bagus?”
“Tidak. Hidanganmu ini rata-rata, skornya 7. Jika kau membuatnya dengan baik, maka skor yang muncul bisa 8.”
“…Hmm, begitu yaa?”
Di wajah Kaya, sedikit senyuman muncul. Dia mengangguk puas. Jo Minjoon melihat sekilas ke sekelilingnya. Hari sudah pagi, tapi belum ada seorang pun yang muncul.
“Apa mereka masih tidur?”
“Sepertimu yang ingin mendapat kekuatan dengan sarapan, mereka pun ingin tidur sedikit lebih lama untuk mendapatkan kekuatan. Sebaiknya, aku juga begitu.”
“Jadi, karena aku, kau jadi menderita padahal sebenarnya tidak?”
“Kenapa? sekarang kau tidak hanya ingin sarapan tapi juga penghargaan?”
“Jika kau tidak keberatan?”
“Aku tidak mau. Karenamu, aku melakukan ini jam segini.”
Kaya berkata dengan suara serak seperti biasanya, lalu memasukkan omelette ke dalam mulutnya. Pada saat itu, ekspresinya kembali tenang. Melihat senyum kepuasan di mulutnya, Jo Minjoon tersenyum karena terkejut.
“Jarang ada orang yang makan hidangan buatannya sendiri dengan begitu nikmat.”
“Kenapa? Memangnya cita rasanya akan berkurang karena buatan sendiri?”
“Bagiku, seperti itu. Lebih lezat hidangan buatan orang lain dari pada buatanku sendiri.”
“Itu karena kau hidup berkecukupan. Kau harus tahu meski memiliki bahan-bahan, memasaklah yang membuat senang.”
“..Sekarang kau terdengar seperti ibuku.”
Kaya memajukan bibirnya seolah-olah ada yang salah dengan ucapannya, lalu lanjut makan dengan fokus. Kaya cenderung mementingkan memasak dan makan.
Mungkin dia tidak merasa gugup dengan misi yang akan segera mulai. Jo Minjoon agak terpesona dengan Kaya. Dia kurang dalam aspek tertentu, tapi kuat dalam hal yang lain.
“Kau tidak gugup? Setelah ini, misi truk makanan akan segera dimulai.”
“Kenapa harus gugup? Jika tim kami menempati posisi terakhir, aku hanya harus bertahan di misi diskualifikasi.”
“Itu benar..tapi kemungkinan itu yang membuat gugup.”
“Gadis pengangguran di pasar, jauh-jauh datang ke sini, lalu berusaha bertahan di misi diskualifikasi. Menurutku, tidak ada yang perlu dipikirkan mana kemungkinan yang lebih kecil. Dan melihat wajahmu, sepertinya selama sepekan terakhir, kau kehilangan energimu.”
Sepertinya Kaya hanya berbasa-basi mengatakan itu, tapi suaranya terlalu tajam, yang menyiratkan kekhawatiran di baliknya. Jo Minjoon tersenyum dengan lembut.
“Aku baik-baik saja sekarang.”
“Ayo berangkat sekarang? Hari ini aku merasa misi akan semakin berat, apakah itu normal?”
“…Bolehkah aku jujur?”
“Bisakah kau berkata yang palsu saja?”
“Aku tidak berpikir bahwa aku akan menempati posisi terakhir.”
Wajah Kaya bingung mendengar kata-kata Jo Minjoon. Dia bertanya karena tidak mengerti.
“Jadi, setelah bekerja keras selama sepekan, lalu kau tiba-tiba berpikir hari ini kau tidak akan terdiskualifikasi? tanpa alasan?”
“Apa kau butuh alasan? Firasatku yang penting. Menurutku, aku tidak akan di posisi terakhir. Hanya firasatku saja.”
“Jadi menurutmu, siapa yang akan berada di posisi terakhir?”
Jo Minjoon tertawa masam. Dia memikirkan pendapatan yang dia bicarakan dengan Hugo dan Chloe tadi malam. Pertama, tim Jo Minjoon mendapat $5,700 dan tim Chloe mendapat $50 lebih banyak dari timnya. Dan terakhir Hugo…
“Itu bukan kau dan aku, jadi hanya tersisa satu.”
Tim Hugo tidak melampaui $5,000.
<Di akhir perjalanan (1)> Selesai