Dewa Memasak – Bagian 66: Rayuan 3 bintang (1)
Michelin dan 3 bintang di atasnya. Betapa manis nama itu. Aka tetapi bukan hal yang menyenangkan memikirkan tim Hugo yang harus menjalani misi diskualifikasi. dia merasa bingung, alih-alih kecewa.
Alan berkata dengan suara datar.
“Tim yang menang harus segera bergegas. Kalian punya makanan yang sedang menunggu kalian. Nikmatilah malam ini. Kalian berhak mendapatkannya.”
Jo Minjoon melihat tim Hugo sekilas. Mereka memaksa diri untuk tetap tenang, tapi tidak ada yang bisa menyembunyikan kekecewaan mereka. Dia ingin menyemangati mereka, dia merasa sangat tidak nyaman. Jo Minjoon membalikkan badannya tanpa berkata apapun, lalu melangkah pergi, anggota timnya mengikutinya.
Saat dia keluar ke tempat parkir, truk makanan mereka telah pergi. Anderson menggerutu dengan suara lirih.
“Sudah pergi, truknya.”
“Aneh. Kenapa aku terus merasa bersalah?”
Rasanya seperti lulus dari sekolah, melihat tempat parkir yang kosong. Lalu terdengar suara familiar.
“Selamat. Sejujurnya, aku tidak yakin saat aku mendengar bahwa pemenangnya adalah tim norimaki, tapi akhirnya kalian memenangkannya.”
“…Kenapa kau di sini? Bukankah kau harus bersama-sama dengan tim misi diskualifikasi?”
“Ketua PD harus selalu di tempat yang paling penting dan tempat yang paling penting saat ini adalah..”
Martin perlahan mengacungkan jari telunjuknya. Jarinya menunjuk pada Jo Minjoon.
“Ini.”
Jo Minjoon tidak mengelak. Samar-sama dia tahu apa yang dipikirkan Martin, apalagi restoran yang mereka tuju tidak lain adalah Rose Island , ditambah lagi pemiliknya Rose Island telah datang mengunjungi Jo Minjoon kemarin. Chef muda yang mendapat perhatian Rachel Rose, seorang yang memiliki indera pengecap yang mutlak.
Chef muda itu akan pergi ke Rose Island saat ini. Martin berpikir bahwa adegannya akan bagus dan tidak berlebihan. Joanne berkata dengan suara bergetar.
“Bukankah ini penghargaan? Saat kita makan di sana, apakah kita juga dikelilingi kamera? Aku akan merasa terganggu dan tidak bisa menikmati makanan sama sekali.”
“Kalau begitu, kau boleh tidak ikut dan beristirahat saja di kamar.”
“Tidak, siapa bilang aku ingin beristirahat? Kenapa kau bertingkah seperti itu? Sangat menyeramkan.”
Bibir Joanne maju, dia menggerutu. Ivanna melihat Joanne dan berkata,
“Haruskah aku membawakan makanan untukmu?
“Tidak perlu. Aku bilang aku akan ikut. Kenapa kau juga menggodaku?”
Ujung bibir Ivanna naik, dia tertawa melihat Joanne menggerutu. Martin terbatuk melihat mereka. Sebuah van yang dicat warna hitam perlahan menghampiri mereka.
“Setidaknya akan memakan waktu 30-40 menit menuju ke restoran, bersiaplah.”
“Bersiap untuk apa?”
Martin menyeringai.
“Untuk bertemu hidangan terbaik dalam hidupmu.”
–
Martin mengatakan bahwa makanan di Rose Island akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan dan Jo Minjoon sangat setuju dengan itu. Namun, dapatkah makanan itu menjadi yang terbaik dalam hidupnya? Dia tidak yakin. Tentu, mendapat 3 bintang Michelin adalah yang paling maksimal restoran bisa raih. Namun, hanya karena tidak ada yang lebih tinggi dari itu, akankah makanan di sana sungguh sempurna? Apakah hidangan yang sempurna sungguh ada? Dia tidak percaya diri seperti seblumnya di depan pertanyaan itu.
“….Apa yang ingin kalian pilih dalam menu?”
“Tentunya yang paling direkomendasikan. Jika kau tidak keberatan, itu pilihan terbaik.”
Anderson menjawab seolah-olah tidak ada hal lain yang dipikirkan. Peter yang sedang meramban di internet, berkata
“Aku mencari tahu dan mereka bilang bahwa ada 2 menu lengkap yang disajikan, menu lengkap vegan dan menu lengkap hewani.”
“Aku jelas pilih hewani.”
“Aku juga suka daging.”
Pada Joanne dan Ivanna, Jo Minjoon langsung mengangguk tanpa berkata apa-apa. Dia tidak secaraa khusus menyukai daging, tapi cita rasa yang melimpah antara hidangan yang mengandung daging dan yang tidak sangat berbeda jauh. Memikirkan reputasinya, tentu hidangan yang menggunakan sayur-sayuran juga pasti luar biasa, tapi menurut mereka bukan hidangan itu yang terbaik. Jo Minjoon bertanya,
“Apa yang paling disukai pelanggan?”
“Tentunya yang hewani. Segala masakan tanpa daging itu sangat hambar.”
“Baiklah, aku akan memilih itu.”
Saat mereka mengobrol penuh harap seperti anak-anak, tidak lama kemudian, gedung Rose Island tampak di depan mata. Itu adalah bangunan yang terbuat dari susunan batu bata berwarna coklat terang. Ada 5 lantai, tapi masing-masing lantai sangat tinggi, hingga bangunan itu tampak mempunyai 7 lantai. Jo Minjoon bergumam sembari keluar dari mobil van.
“…Semua lantai dalam gedung ini semestinya restoran kan?”
“Memikirkan proses penyajiannya, sepertinya akan sangat sulit dilakukan di dalam gedung seperti ini. Tapi siapa tahu mungkin ada lift khusus penyajian makanan. Yang paling penting, di dalam gedung yang sangat besar ini, untuk mengambil pesanan pun sangat sulit.”
“Itu memang benar. Anderson, bagaimana restoranmu? Melihat bagaimana kau berbicara, sepertinya restoranmu hanya satu lantai, tapi berapa banyak meja di sana?”
“Lima puluh. Itu adalah maksimal yang mereka bisa lakukan, saat mereka berbagi tugas.”
“Dan siapa chef kepalanya?”
“Itu rahasia perusahaan.”
Anderson tersenyum dan menjawab. Melihat Anderson berakting seperti itu, Jo Minjoon semakin penasaran. Tidak ada 2 chef kepala dalam satu dapur. Normalnya seperti itu. Jadi pasangan yang menikah harus menghindari menjadi atasan bagi yang lain. Lalu hubungan apa yang mungkin terjalin?
Dia tidak tahu jawabannya saat ini. Alih-alih penasaran terhadap orang tua Anderson, dia lebih penasaran tentang hidangan yang akan dia lihat dan makan.
“Selamat datang. Saya akan memandu Anda.”
Di lihat pertama kali, meski sekilas, pramusaji itu tampak sangat cantik hingga mencerahkan sekitarnya, dia mengantar mereka menuju meja mereka. Mengabaikan orang yang buruk itu merugikan, tapi tertarik pada seeorang yang cantik itu adalah insting yang tak terhindarkan.
Setelah pramusaji memandu mereka menuju ke meja bulat, dia mencatat pesanan, lalu pergi. Jo Minjoon melihat punggungnya dengan wajah masih tercengang. Jika pramusajinya berjalan sedemikian bagus, dia merasa statusnya di sistem tentang hidangan yang belum pernah dia coba akan meningkat. Jo Minjoon bergumam,
“Apa yang dilakukan karyawan di sini, alih-alih menjadi model?”
“Mereka banyak membicarakan hal itu. Semua karyawan di restoran ini terlihat seperti model.
“Suara Peter bergetar. 5 pramusaji mendekat, dan setelah saling bertatapan, mereka meletakkan 5 hidangan hampir bersamaan. Ini adalah pelayanan dari restoran mewah. Meskipun mereka tidak tahu apa maksudnya, mereka jelas merasa bahwa mereka dijamu dengan baik.
Akan tetapi, yang mereka lebih perhatikan adalah layanan hidangan, bukan, melainkan hidangan di piring. Empat jenis amuse bouchée di atas piring terlihat luar biasa, sangat menarik perhatian mereka. Itu tak terhindarkan. Piring itu sangat spesial hingga membuatmu ragu apakah patut disebut piring. Piring itu seperti papan kayu. Sebilah papan kayu dengan bagian luar sedikit terbakar. Jo Minjoon bertanya pada pramusaji yang bertugas. Pramusaji itu memiliki rambut pirang yang tebal dan hidung yang melengkung mancung. Namanya adalah Elly.
“Piring ini sungguh unik?”
“Kita mengambilnya dari tong whisky dan membakarnya sedikit.”
“Oh…Ini bagus.”
Jo Minjoon mengangkat piringnya dan mengendus piring kayu itu. Jelas ada aroma whisky dan aroma terbakar yang berasal dari tong yang membuatnya justru merasa nyaman. Elly menuangkan champagne henriot ke dalam gelasnya. Itu adalah wine putih yang kering. Dia bertanya lagi,
“Di sini ada 4 jenis amuse bouchée, apakah ada rekomendasi khusus dalam memakannya?”
“Silahkan memakannya sesuka hati Anda.”
Elly tersenyum lembut dan menjawabnya. Jo Minjoon pun tersenyum lebar dan menatap hidangannya kembali. Ada banyak orang yang terlalu malu untuk bertanya-tanya saat di restoran. Sebagai contoh, mereka berpikir bahwa itu adalah ketidaktahuan karena bertanya soal karakteristik bagian stik. Namun, menurut Jo Minjoon tidak perlu seperti itu. Terlebih lagi, jika dia menekan rasa penasarannya terhadap hal-hal yang unik di depannya, dia tidak akan bisa menikmati budaya restoran dengan benar.
“Minjoon Apa kali ini kau yakin bisa menyebutkan semua bahan dari hidangan ini?”
Pada pertanyaan Joanne, ujung bibir Jo Minjoon naik. bukan karena dia yakin, tapi dia merasa itu lucu karena chef restoran ini bahkan mungkin tidak peduli dengan evaluasinya.
Jo Minjoon melihat amuse bouchée yang ada di atas piring. Amuse bouchée bukanlah nama hidangan, melainkan peran makanan itu. Amuse bouchée berperan meningkatkan cita rasa di mulut seseorang, ukurannya dalam sekali suap, dan itulah ciri makanan pembuka. Yang paling utama, amuse bouchée tidak termasuk dalam menu. Itu adalah pelayanan tambahan yang diputuskan oleh chef, dan karena ukurannya terlalu kecil, mereka tidak menyebutkannya sebagai makanan pembuka.
Akan tetapi, bukan berarti amuse bouche hidangan yang remeh. Jo Minjoon menelan ludah. Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah gougère kuning. Penampakannya paling sederhana di antara mereka. Dilihat pertama kali, meski sekilas, sepertinya roti krim chou, tapi ini seukuran kelereng dan ada daun ketumbar di atasnya. Namun, alasan yang membuat dia memperhatikan itu adalah skor masakannya 9. Dia merasa ingin segera menyantapnya hanya dengan melihat skor itu.
Jo Minjoon tidak ragu dan memasukkan gougère ke dalam mulutnya. Bagian luarnya lunak sekaligus kasar, dan saat meletus di mulut, terasa keju mengalir keluar. Kejunya tidak asin dan sangat lezat. Setelah itu, aroma daun ketumbar mengalir melewati lidahnya lalu menuju kerongkongannya. Dan secara tak terduga, di balik lapisan luar yang tipis itu, tercium aroma pisang. Mungkin mereka tidak memasukkan sirup pisang, tapi menambahkan bubuk pisang kering ke dalam adonan.
Itu adalah pertama kalinya dia mencoba gougère. Namun, jika semua gougère punya cita rasa ini, dia tidak akan bisa menolak jika dia harus memakannya setiap hari. Cita rasanya sungguh mengena dan jelas, sekaligus ringan. Hingga membuatmu berpikir bahwa hidangan ini tidak mengandung keju.
Jo Minjoon tercengang melihat hidangan ini. Mengapa makanan sekecil ini sungguh lezat? dia menyesal telah memakannya. Itu sungguh lezat hingga membuatmu sedih karena hidangan itu hanya satu suap. Jo Minjoon melihat sekilas pada hidangan Anderson yang berada di sebelahnya. Dalam hidangan Anderson, gougère masih ada. Anderson seketika menutup piring dengan lengannya.
“Tatapanmu berbahaya.”
“…Kau salah paham.”
Jo Minjoon menggerutu dan menatap hidangannya kembali. Masih ada 3 amuse bouchée yang tersisa. Dia mengarahkan sendoknya ke amuse bouchée yang berlapis oranye. Seandainya dia tidak memakannya, dia pun bisa tahu apa yang melapisi itu. Lapisan itu adalah paprika kering. Sederhananya, ituadalah hidangan jeruk yang dibalut paprika kering yang terkaramelisasi.
Dia berpikir mungkin rasanya kurang dari pada gougère yang berskor 9 karena skor hidangan ini hanya 8. Saat hidangan itu masuk ke dalam mulut, hal pertama yang terasa adalah aroma papan yang terbakar. Tapi saat dia mengunyahnya, secara tak sadar Jo Minjoon mengerang karena saking lezatnya, jauh lebih lezat dari sebelumnya. Sebenarnya, meskipun hidangan sebelumnya mempunyai skor 9 poin, hidangan itu mengandung keju, dan pada dasarnya, Jo Minjoon tidak begitu suka dengan keju. Hidangan potongan jeruk ini berbeda. Saat lapisan luarnya hancur, bagian dalamnya terasa manis dan cita rasa paprika kering sangat terasa, baru kemudian sari jeruk mengalir..
Sesaat kemudian, tak terasa air matanya keluar. Cita rasanya begitu luar biasa. Jika kau membaca buku komik, saat ada orang makan sesuatu, mereka cenderung memikirkan punggung wanita yang memakai topi jerami, sebuah daratan, atau sebuah tebing. Cita rasa hidangan itu bisa membuat Jo Minjoon mengerti maksud mereka. Dia merasa hidangan itu terlalu mempesona dan sangat sempurna untuk mengekspresikan cita rasa sederhana dari jeruk dan asam manisnya paprika. Hidangan itu bahkan tidak membuatmu ragu jika mempunyai skor 9 poin, karena memang sedemikian lezatnya.
Jo Minjoon menghela nafas dan bersandar di kursi. Dia lelah. Hanya 2 suap, tapi cita rasa keduanya begitu kuat dan membuat syok. Namun, dia tidak bisa mundur seperti ini. Masih ada 2 musuh yang harus dia hadapi. Ivanna bertanya,
“Minjoon, jika kau tidak mau memakannya…”
“Aku akan memakannya.”
Jo Minjoon menjawab dengan cepat lalu kembali duduk dengan benar. Ivanna menggigit jarinya seolah-olah menyayangkan itu. Jo Minjoon melihat hidangan ketiga.
“…Apa ini jeruk nipis kering (black lime)?
Black lime populer sebagai hidangan yang berasal dari timur tengah. Black lime adalah jeruk nipis yang ditaburi garam, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari hingga berubah warna menjadi coklat, dan di bagian dalamnya, citarasa asam yang berasal dari jeruk nipis terkondensasi maksimal. Cita rasanya sangat enak. Blak lime juga digunakan sebagai bahan masakan dalam berbagai hidangan.
Di atas irisan tipis black lime, ada purée saffron dan sejenis herba anise hyssop. Dia ragu sejenak karena menurutnya, cita rasa asamnya akan sangat kuat, sedangkan 2 hidangan sebelumnya membuat dia punya keberanian dan tidak ragu untuk mencobanya. Keberanian itu wajar, dan tidak kasar sama sekali. Hingga hidangan itu masuk ke dalam mulut, Jo Minjoon tidak merasa ada yang lain, tapi saat dia mengunyahnya cita rasa jeruk nipis, saffron, dan anise hyssop menyegarkan di mulut. Dibanding potongan jeruk yang dia makan sebelumnya, sekarang, hidangan itu membuat dia tidak bisa bergerak, dia merasa cita rasa hidangan itu menyebar di dalam mulut dengan begitu istimewa, dan saat ini, kelenjar salivanya mensekresikan begitu banyak saliva.
Sedikit disesalkan bahwa dia harus menghapus aroma itu di mulutnya, tapi hanya dengan itu dia bisa merasakan dengan baik hidangan selajutnya. Jo Minjoon melihat musuh yang terakhir. Di atas snack rol yang renyah ada krim hijau yang sangat cantik. Dia bahkan tidak perlu melihat sistem dan langsung memakannya. Cita rasa apel bersama dengan aroma herba yang tidak familiar terasa di mulut. Berdasarkan sistem, herba itu adalah ‘hierba santa’, tapi ini adalah pertama kalinya dia mendengar itu.
Akan tetapi dia tidak perlu menunjukkan bahwa dia tidak familiar dengan itu. Cita rasanya luar biasa. Snack gandum yang renyah, aroma, dan cita rasa krim di atasnya membuat Jo Minjoon tidak bisa berdiri lagi. Itu adalah hidangan dengan status yang tinggi. Jo Minjoon melamun menatap piring kosong dari papan kayu. Hidangan-hidangan itu sangat lezat hingga membuatnya sangat gembira, sekaligus merasa tidak nyaman. Mungkinkah sebuah masakan bisa sedemikian enak dan mencapai tingkat setinggi ini. Namun, sekarang bukan waktunya untuk mencemaskan hal itu.
Karena hidangan pembuka belum disajikan.
<Rayuan 3 bintang (1)> Selesai
belom lanjut lagi ne novel ??
Komen dlu, nyoba baca
Seru banget, cuma grand chef nya lama bet wkwk
Di tunggu chap selanjutnya
MANA NIH LAJUTANNYA???
Baguss bgtt. Jadi inget shokugeki no soma wkwk ?
Min add yg raw mtl dari website candemo
Next~ ty for the update~
semangat tlnya min
Up min?
Chapter 74 isinya sama kaya chapter 73
ty infonya dah udah di perbaiki gan
166 = 165
sudah di perbaiki ty infonya