Dewa Memasak – Bagian 67: Rayuan 3 bintang (2)
Dia tidak bisa melihat resepnya, karena sistem hanya memperlihatkan resep dengan level di bawah level pengecapannya. Karena semua hidangan mempunyai skor 8-9 poin, sulit bagi Jo Minjoon untuk melihat resepnya.
Saat dia melihat ke sekitarnya, 4 orang yang lain tampak seperti merasakan hal yang sama. Jika indera pengecap mereka normal, mereka tidak akan bisa sedikit pun membenci cita rasa hidangan-hidangan itu. Jika amuse bouchée sedemikian lezat, lalu bagaimana dengan hidangan yang akan disajikan setelah ini? Samar-samar, kau bisa menebak level restoran melalui hidangan pertama yang disajikan. Jika terus seperti ini, maka mereka benar-benar bisa akan mencicipi makanan terbaik dalam hidup mereka. Joanne berkata dengan suara datar,
“Anderson, semestinya kau sudah terbiasa, bukan?
“Terbiasa apa?”
“Mereka bilang bahwa restoran orang tuamu juga mendapat 3 bintang Michelin. Bukankah kau setidaknya sudah pernah dijamu dengan hidangan penstimulasi seperti ini?”
“Tunggu, apa yang sedang kau bicarakan? Orang tua Anderson adalah pemilik restoran bintang 3 Michelin?”
Jo Minjoon berkata dengan wajah syok dan melihat Anderson. Dia mendengar sesuatu yang dia belum pernah dengar sebelumnya. Namun, sebelum Anderson menjawab, hidangan selanjutnya datang. Biasanya, restoran semacam ini berfokus tidak memotong alur. Setelah makan amuse bouchée, tidak mengejutkan bila hidangan selanjutnya segera datang.
Hal pertama yang mereka lihat adalah kaviar berbentuk bulat, yaitu kaviar ossetra. Kaviar ossetra adalah jenis kaviar yang banyak dimakan. Di dasar piring, tersebar dengan apik custard lemon mayo dan selai kumquat. Lalu diatasnya, ada minyak lokio, rumput laut, dan buah soapberry yang telah direndam di air gula.
Sejujurnya, hidangan ini lebih menarik dari pada hidangan sebelumnya. Skor masakannya 8 dan harmoni dari bumbu-bumbunya juga buruk, tapi itu tidak masalah. Saat dia makan kaviar, dia tidak terbiasa dengan aroma unik yang tercium, yaitu sedikit aroma amis.
‘…Sejujurnya, aku belum bisa menjadi epicurean.’
Jo Minjoon melihat rekan yang lain. Anderson dan Peter, mereka makan dengan begitu nikmat, tapi Joanne dan Ivanna, setelah memakannya sedikit mereka mulai makan selai dan custard. Saat Jo Minjoon membilas mulutnya, Martin langsung bertanya,
“Bagaimana Minjoon, apa kau bisa memberikan skor hidangan ini?”
“…Martin, jika aku memberikan skor setelah datang ke sini, menurutku, itu sangat tidak sopan.”
“Hei, itu adalah haknya pelanggan, jadi bagaimana?”
“Meski aku seorang pelanggan, aku juga seorang junior.”
“Jaman sekarang, chef lain juga mengevaluasi hidangan di restoran lain. Lakukanlah sekali-kali. Lihatlah, chef di sebelah sana sepertinya harap-harap cemas.”
Martin menunjuk dapur yang berada di sisi restoran. Mungkin dapurnya sengaja dibuat tipe terbuka, agar pemandangan di dalam dapur jelas terlihat dari aula. Pria yang sepertinya seorang chef kepala melihat mereka dengan lengan terlipat di dada. Martin mendorong punggung kru yang di sebelahnya.
“Pergi dan tanyakan pada chef kepala apakah dia terganggu jika Jo Minjoon memberikan skor pada hidangannya.”
Jawabannya adalah ‘Tidak. Justru chef kepala ingin kau melakukannya.’ Pada akhirnya, Jo Minjoon menghela nafas dan menyebutkan skornya.
“Semuanya 8 poin, kecuali satu, gougère di amuse bouchée 9 poin. Tapi yang paling lezat, menurutku adalah jeruk paprika.”
“Oh, sekarang aku paham, itu bukanlah skor makanan, melainkan skor masakan.”
“Iya, dengan skor itu, padahal hidangan utama belum keluar, itu berarti keahlian chef sangat luar biasa. Ini adalah hidangan yang benar-benar enak.”
Tepat setelah dia selesai berbicara, hidangan selanjutnya muncul. Puding beras dengan santan, dan es berbentuk pipa di atasnya. Di dalam es, terdapat buah anggur yang telah dikupas dan terkaramelisasi, basil, telur ikan trout, serta kelapa panggang dan pistachio. Itu adalah bahan-bahan yang elok dipandang. Bubuk biji-biian panggang tersebar tipis di atas pudding.
Esnya pun tidak biasa. Esnya dibuat dengan membekukan air jahe. Bentuknya khas seperti hidangan modern. Jo Minjoon terpesona sejenak, kemudian bingung. Dia tidak tahu bagaiamana cara memakan ini. Pramusaji yang bertanggung jawab, Elly, berkata dengan suara lembut.
“Pada hidangan ini, Anda harus mematahkan silinder esnya dulu, lalu mencampurkan isi di dalamnya, baru kemudian memakannya.”
“…Oh, aku paham.”
Saat dia mematahkan es, dia merasa sedih, tapi apa boleh buat. Saat es pecah berantakan dan tercampur dengan yang lain, tugasnya hampir selesai.
9 poin. Ini hidangan 9 poin yang kedua. Berbeda dengan gougère, hidangan ini tidak mengandung bahan yang tidak familiar. Cita rasanya membuatmu menghela nafas kekaguman saat kau memakannya. Bukan. Sebuah cita rasa yang kau bahkan tidak punya kesempatan untuk terkesima sekian lama.
Saat es meleleh dan aroma jahe terasa di mulut, yang paling utama, telur ikan trout juga meleleh dan menempel di lidah. Cita rasa asam dari buah anggur bertemu dengan puding beras dan santan. Rasanya seperti mojito dan membawa rasa lezat yang cukup untuk menghidupkan suasana.
Beberapa saat kemudian saat Martin hendak bertanya, Jo Minjoon mengangkat tangannya.
“Aku mohon, jangan bertanya padaku saat ini. Setelah ini ya. Kau bisa bertanya setelah aku selesai. Aku akan menjawab meski aku akan bilang kau dilarang berbicara denganku. Tapi biarkan aku tenggelam dalam hidangan ini.”
“…Oke.”
Jika Jo Minjoon mengatakan itu, Martin tidak akan bisa memaksanya menjawab pertanyaan. Pramusaji tertawa riang melihat Jo Minjoon. Tidak ada yang lebih indah selain melihat pelanggan yang tahu bagaimana cara untuk menikmati masakan.
Jo Minjoon menggigit bibirnya. Dia marah. Di dunia ini, ternyata ada hidangan seperti ini, tapi kenapa dia terus hidup dengan makan sesuatu yang bahkan tidak bisa diceritakan. Dan itu bukan hanya dia. Banyak orang yang hidup tanpa mengenal masakan seperti ini. Masalah terbesarnya adalah uang, meskipun begitu, hidangan itu sangat lezat, hingga dia tidak bisa menerima realitas kehidupan.
Hidangan selanjutnya datang tanpa memberikan mereka waktu untuk beristirahat. Dia merasa seperti bertarung dengan boneka tumbling, Saat kau meninjunya hingga jatuh, boneka itu akan terus bangun lagi. Saat dia berpikir telah memakan semuanya, hidangan selanjutnya segera tiba.
Namun, hidangan yang datang satu per satu semuanya sempurna. Meskipun tempat itu adalah restoran yang mendapat 3 bintang Michelin, dia berpikir apakah mungkin proses memasak menu lengkap tidak punya cacat. Apa yang biasanya Jo Minjoon tekankan pada hal-hal yang harus diletakkan di atas piring, mereka punya itu semua. Istilah chef harus sempurna layaknya chef, akhirnya dia menemukan makna dari istilah tersebut di tempat ini.
Hidangan selanjutnya adalah roti dan skornya adalah 7. Saus yang digunakan adalah mentega hijau, yaitu mentega biasa yang dicampur dengan parsley dan tarragon. Mentega biasa terasa seperti mie udon yang terlampau matang. Mentega hijau di hidangan ini, tergulung dengan cantik saat pertama kali dilihat, hingga kau akan menyangka bahwa itu adalah buah.
Setelah memakan suapan pertama dari roti, hidangan selanjutnya segera datang. Di atas hidangan tersebut terdapat timun, apel hijau, keju, bawang bombay, dan keripik tapioka. Beberapa saat kemudian, chefnya datang. Dia adalah chef kepala. Dia menyajikan sendiri consomé jeruk yang masih panas pada hidangan mereka.
Rasanya jelas enak. Jo Minjoon tidak pernah membayangkan timun yang hangat dapat terasa selezat ini. Timun yang panas kehilangan sedikit aroma khasnya, tapi bukan berarti rasanya berkurang. Consomé jeruk mengalir turun mengisi tempat yang kosong dan apel hijau membuat seluruh hidangan tampak cerah.
Hidangan selanjutnya adalah salmon sous vide yang disajikan dengan minyak zaitun, purée lemon, kubis, dan kentang sebagai garnish. Sous vide adalah metode memasak yang menggunakan panas yang rendah selama kurang lebih 72 jam. Chef kepala, Dave, telah mengatakan bahwa dia harus memasak selama 24 jam.
Proses memasak selama itu pasti meninggalkan bukti pada kulit salmon. Kulit salmon itu lembut tapi tidak mudah hancur, tidak berbau amis dan justru beraroma enak. Itu adalah hidangan salmon terbaik yang Jo Minjoon pernah makan dalam hidupnya. Sehingga dia sedikit kecewa, hidangan salmon itu hanya seukuran sekali suap.
Setiap kali hidangan datang, penyaji wine (sommelier) membawa berbagai jenis wine dan menyajikannya dalam cangkir. Namun yang pasti, mereka tidak membutuhkan wine karena mereka tidak perlu membilas rongga mulutnya dengan cita rasa manis dan asam dari alkohol, sebab makanan ini sudah sempurna.
Ini adalah dunia baru bagi Jo Minjoon. Betapa tingginya keahlian para chef di sini, betapa banyak kombinasi yang dimungkinkan, dan betapa luar biasanya mereka membawa keluar cita rasa dari bahan-bahan masakan. Ini adalah waktunya bagi Jo Minjoon untuk mempelajari semuanya.
Masalahnya datang setelah itu. Jo Minjoon berkata dengan nada marah.
“Aku akan jadi gila”
“Apa, kenapa? Apa ada yang aneh?”
Semua kameramen dan kru melihat Jo Minjoon dengan ekspresi gugup. Mungkinkah hidangannya tidak enak? Jo Minjoon berkata dengan wajah malu-malu.
“Aku kenyang.”
“… … …”
Joanne tidak berkata apa-apa dan hanya menatap Jo Minjoon. Anderson mengerutkan dahi.
“Sekarang karena kau bilang begitu, aku pun jadi sadar kalau aku juga kenyang.”
“Lakukan seperti ini.” kata Ivanna.
Dia memiringkan badannya ke kanan dan ke kiri beberapa kali sambil tetap duduk di kursinya. Dia terlihat seperti tongkat metronom yang bergerak. Joanne bertanya seolah-olah dia melihat hal yang aneh.
“…Apa yang kau lakukan?”
“Aku melihat di TV beberapa waktu yang lalu. Ini adalah metode seseorang yang telah makan 170 iris sushi dalam sekali sesi makan. Jika kau mengoyangkan badanmu seperti ini, makanan di perutmu akan tersusun teratur, dan ada ruangan lagi untuk makanan selanjutnya.”
“Meski begitu, itu memalukan. Hentikan.”
Wajah Joanne merona lebih merah dari pada Ivanna. Ivanna melihat Joanne dengan eskpresi sedikit kecewa. Wanita yang berusia 22 tahun itu masih mempunyai sisi kekanak-kanakan.
“Aku memberikan sebuah solusi karena kau bilang kau sudah kenyang.”
“…Menurutku, Jo Minjoon bahkan tidak akan melakukannya.”
Pada kata-kata Joanne, Ivanna melihat Jo Minjoon seolah-olah bertanya apa memang benar. Jo Minjoon menghindar dari tatapan Ivanna dengan wajah yang canggung. Sesaat kemudian, hidangan selanjutnya datang.
‘…9 poin.’
Dia masih belum melihat hidangan 10 poin. Dia pikir setidaknya ada satu hidangan 10 poin yang akan muncul, tapi nyatanya hidangan utama pun tidak mencapai skor itu, lebih baik dia menyimpan harapannya itu.
Meskipun begitu, hidangan yang ada sama luar biasanya. Dia hanya bisa membuat hidangan 8 poin maksimal, meski setelah mengeluarkan kekuatan supranatural semacam konsentrasi. Tetapi berharap hidangannya menjadi 9 poin, itu terlalu tamak.
Hidangan yang baru datang adalah stik daging wagyu matang dengan salsify panggang; jamur moki (목이버섯) dan jamur matsutake; serta herba mashua dan finger lime. Buah finger lime juga dijuluki jeruk kaviar karena selain bentuknya seperti jari tangan, di dalamnya penuh dengan bulatan kecil seperti kaviar.
Cita rasa asam pada finger lime terasa sangat kuat seperti jeruk nipis, tapi finger lime yang masak memiliki rasa manis yang melimpah. Ketika rasa manis dan liat itu bergabung, cita rasa yang terbentuk sulit diungkapkan. Beberapa saat kemudian, Jo Minjoon memiringkan kepalanya. Ini enak. Tampaknya hidangan itu diatur sedemikian rupa demi hidangan selanjutnya, dan tidak berakhir begitu saja.
Bahkan itu bukan makanan pembuka, melainkan hidangan utama dan ukurannya hanya sekitar 2 kali permen karet. Orang bilang bahwa restoran memberimu ukuran terkecil untuk menjaga cita rasanya, tapi meski begitu, ini berlebihan.
Beberapa saat kemudian, Elly membawa sebuah hidangan. Namun, mata Jo Minjoon tidak tertuju pada hidangan itu. Dia tidak bisa melakukannya saat ini. Layar yang muncul di sebelah hidangan itulah yang menarik perhatiannya.
[Daging pipi sapi muda]
Kesegaran: 95%
Asal: (Terlalu banyak bahan untuk dimunculkan)
Kualitas: High
Skor masakan: 10/10
Jantungnya berdegup kencang. Jo Minjoon melihat hidangan itu seperti melihat gadis yag dicintainya. Elly yang sedang membawa hidangan itu, pipinya menjadi sedikit merona. Jo Minjoon berkata dengan suara bergetar.
“Bagaimana…aku harus memakan ini?”
Itu bahkan tidak dikelilingi es seperti hidangan sebelumnya. Namun dia ingin bertanya. Dia ingin menikmati momen ini sesempurna dan sejelas mungkin. Elly berkata dengan suara tenang.
“Bahan-bahan di bagian samping berbeda-beda, jadi alangkah baiknya Anda menikmatinya satu per satu. Di antara sisi kanan dan kiri, saya merekomendasikan Anda menikmati sisi kiri terlebih dahulu.”
“Terima kasih.”
Jo Minjoon melihat hidangan itu. Dia tersihir oleh skor hidangan itu, sehingga dia tidak bisa melihat hidangan itu dengan baik. Tapi seperti yang Elly katakan, bahan-bahan di bagian samping berbeda-beda. Di sisi kiri, sayur andewi yang direbus dalam wine merah, biji bunga matahari, kismis, black mint, dan lokio, serta terdapat saus anggur merah. Di sisi lain, sebelah kanan, terdapat tempura dan krim ikan teri putih.
Beberapa saat kemudian, Jo Minjoon mengiris daging pipi sebelah kiri seukuran sekali gigit dan meletakkan bahan-bahan lain secukupnya di atasnya, lalu memasukkan itu ke dalam mulut. Cita rasa yang keluar tidak bisa dirasakan oleh lidahnya, tapi oleh kepalanya, dan pelipisnya berkedut karena sangat syok. Sepertinya ada sedikit rasa alkohol yang tersisa dalam saus anggur merah. Cita rasanya begitu berat, kuat, dan meleleh di mulut. Setelah berpadu dengan sausnya, cita rasa yang dihasilkan menggoyangkan lidahnya untuk pertama kali. Setelah itu, tekstur dan cita rasa dari daging pipi yang dikunyah terasa dominan.
Sepertinya daging itu telah dikukus di dalam oven, tapi keseluruhan tekstur daging pipi sangat lembut dan lembap. Selain itu, cita rasanya sangat hidup, hingga kau bisa merasakan tekstur daging itu satu per satu. Setiap kali dia mengunyah, biji bunga matahari, herba, dan kismis menunjukkan kehadiran mereka masing-masing dalam cita rasa dan aroma dari daging.
Rasanya seperti menonton film 3D setelah terbiasa menonton film 2D. Hidangan rumit yang dia pikirkan selama ini, sekarang terasa sederhana dan hambar. Dia menekan emosinya yang bergejolak, dan sekarang dia melihat sisi hidangan sebelah kanan.
Tempura, seperti makanan ala Jepang yang di goreng. Ikan teri juga populer di sebut myeolchi (멸치). Di sebelahnya, di letakkan krim ikan teri putih yang terlihat seperti saus biji perilla yang berpadu dengan saus wine. Jo Minjoon memotong tempura dan daging pipi seukuran sedang, dan memasukkannya ke dalam mulut bersama dengan krim ikan teri putih.
Dan pada saat itu, wajah Jo Minjoon berubah. Bukan karena jijik, melainkan karena terlalu lezat. Hidangan itu sangat lezat hingga kau merasa akan hancur karenanya. Ikan teri yang tersembunyi di balik tempura goreng terasa renyah dan lembut, serta berpadu baik dengan daging pipi, dan saat krim ikan teri putih membalut keduanya, cita rasa seluruhnya sulit dibandingkan dengan apa pun. Tersenyum sudah sewajarnya, tapi Jo Minjoon tidak bisa mengekspresikan kepuasannya hanya dengan mengangkat ujung bibirnya. Dan itu jelas membuat tegang otot-otot di wajahnya.
Tiba-tiba, dia menitikkan air mata. Mata Jo Minjoon tidak hanya berkaca-kaca seperti sebelumnya, tapi dia sungguh menangis. Jo Minjoon mengusap air mata di pipinya yang memerah dengan sapu tangan.
Dan saat dia mengusap air matanya, banyak alarm muncul di depannya.
[Anda makan sebuah hidangan yang dibuat oleh chef yang telah mencurahkan segala kemampuan sampai batas maksimalnya.]
[Anda memahami cita rasa dari semua hidangan ini. Wawasan Anda dalam mengecap semakin terbentang luas.]
[Level mengecap Anda meningkat!]
<Rayuan 3 bintang (2)> Selesai