Dewa Memasak – Bagian 72: Jejak kaki di depannya (3)
Sebelum Anda mulai membaca! Dadih 7 poin yang dia buat sebelumnya merupakan hidangan yang belum selesai! Itu lebih seperti garnish atau semacamnya. Jadi, inti hidangannya bisa jauh lebih baik atau lebih buruk,
Mendapat skor 7 poin untuk sebuah dadih, itu sempurna. Dia berpikir bahwa untuk membuat sesuatu melampaui di atasnya, itu mungkin saja. Jo minjoon melihat jam dinding dengan wajah percaya diri. 50 menit. Masih ada sisa waktu 1 jam 10 menit. Lalu yang harus dilakukan saat ini adalah mengistirahatkan dadih selama satu jam karena proses selanjutnya bisa diselesaikan dalam 20 menit dan dia masih punya banyak waktu luang. Melihat Jo Minjoon hanya berdiri, para juri mendekatinya.
“Minjoon, kenapa kau hanya berdiri?”
“Karena aku harus menunggu selama 50 menit.”
Dia menjawab terang-terangan. Emily bertanya dengan wajah tidak mengerti,
“Maksudmu tidak ada yang bisa kau lakukan selama 50 menit?”
“Iya, oh, tapi meski begitu, bukan berarti aku bisa memilih 1 jam pengerjaan.”
“…Aku mengerti soal itu. Tapi apa kau sungguh ingin beristirahat selama 50 menit?”
“Sepertinya bukan hanya aku yang seperti itu.
Jo Minjoon mengatakannya sembari melihat sekilas ke sekelilingnya. sesuai yang dia katakan. Bahkan Sasha juga punya waktu luang karena dia harus menunggu rotinya terfermentasi. Alan menghela nafas.
“Sepertinya akan ada banyak adegan lucu.”
“Aku tidak tahu. Mungkin Martin akan menyadari estetika kelambatan ini.”
Emily mengangkat bahunya. Joseph tidak mengatakan apapun dan menatap dadih sudachi Jo Minjoon, lalu meraih sendok kecil.
“Boleh aku mencicipi dadih ini?”
“Tentu saja.”
Tidak perlu untuk mengevaluasi. Kualitas dadih sudachi yang dia buat itu lebih baik dari yang dia buat sebelumnya. Tentu, skor masakan sama dengan sebelumnya, tapi partikel dalam dadih ini tampak indah. Dadih itu dimasak dengan baik menggunakan metode poached.
Joseph mencicipi sedikit, kemudian menutup mata dan menikmatinya. Dan setelah itu dia tersenyum dengan lembut.
“Semoga.”
Alan dan Emily meraih sendok dengan wajah ingin mencicipi juga. Jo Minjoon menyajikan dadih pada mereka tanpa berkata apa-apa. Setelah mereka memakannya, mereka berekspresi sama dengan Joseph. Ujung bibir Alan naik.
“Aku ingat Dave telah menghabiskan beberapa bulan untuk membuat sudachi yang sangat nikmat. Kau mencuri beberapa bulan Dave hanya dalam waktu yang singkat.”
“Karena memasak adalah milik semua orang.”
Jo Minjoon berkata demikian dan tersenyum dengan ceria. Alan melihat Jo Minjoon dengan wajah yang tidak bisa diduga sedang memikirkan apa. Dia seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi mengurungkan niatnya. Jo Minjoon melihat Alan sekilas. Situasi bagi mereka yang memilih 2 jam berbeda-beda. Pada kasus Joanne, dia tampak sibuk karena dia membuat krim coklat untuk diletakkan di atas cheesecake, tapi seperti yang para juri katakan, Sasha juga tidak melakuka apa-apa hanya menunggu rotinya terfermentasi.
Tapi satu-satunya orang yang benar-benar senggang adalah Jo Minjoon. Dia sungguh tidak punya sesuatu untuk dilakukaan. Meskipun dia harus memanggang kacang mede dan memasak seledri setengah matang sebelum jeli mengeras, lebih baik dia melakukan itu nanti.
Waktu berjalan sangat lambat, tapi tanpa istirahat. Peserta yang memilih satu jam juga mulai memasak, dan Sasha pun memasukkan adonannya ke dalam oven dan mulai mengerjakan tahap akhir.
Jo Minjoon mulai bekerja saat waktu tersisa 10 menit. Dia dengan cepat memanggang kacang mede di wajan, dan merebus seledri setengah matang. Dia memasukkan pir kupas ke dalam air gula dan merendamnya. Tidak perlu lama. Saat rasa manis buah pir tampak sudah cukup bercampur dengan gula, itulah saat yang tepat untuk dipadukan dengan bahan yang lain.
Setelah itu, masih tersisa 5 menit. Namun, Jo Minjoon tidak tergesa-gesa karena jika dia sudah mengerjakan sentuhan terakhir, artinya dia benar-benar sudah selesai. Dia pergi ke lemari es dan mengeluarkan jeli. Jeli itu berwarna kuning dan transparan seperti puding.
Skor jeli itu 7. Saat dia mencicipi bagian tepi jeli, tekstur jeli sudah keras tapi tidak sampai membuat mandibula mulut lelah mengunyah jeli.
Senyum alami terbentuk di mulut Jo Minjoon. Barangkali, itu akan menjadi hidangan penutup terbaik yang pernah dia buat.
Selain poin menyalin resep, secara alami, tidak ada kekurangan pada proses poaching dan pendinginan. Dan meskipun dia punya batasan waktu hari ini, dia harus berkonsentrasi lebih dari sebelumnya dan memasak tanpa kesalahan. Mungkin, ini mungkin…
‘Mungkin rasa yang sama yang dia makan saat itu akan muncul.’
Mata Jo Minjoon penuh dengan hasrat yang berkobar. Dia belum bisa melupakan emosi yang dia dapatkan saat dia membuat risotto 8 poin. Hanya karena para pelanggan makan makananmu dengan nikmat, tapi membuat hidangan yang berkualitas tinggi juga merupakan hal yang menggembirakan.
Jo Minjoon meletakkan dadih sudachi di atas piring membentuk lingkaran dan cekungan di bagian tengah. Lalu dia juga meletakkan jeli bulat di atasnya. Dia meletakkan seledri melintang di atasnya setelah membelahnya menjadi dua bagian, dia menumbuk kacang mede dan menaburkan itu di atasnya, lalu meletakkan rendaman buah pir dan nastrium. Beberapa saat kemudian,
[Anda telah membuat ulang hidangan itu dengan sempurna.]
[Dadih sudachi dengan jeli apel hijau]
Kesegaran: 97%
Asal: (Terlalu banyak bahan untuk ditunjukkan)
Kualitas: Tinggi
Skor Masakan: 8/10
“Yey…!”
Jo Minjoon berteriak tanpa disadari. Jantungnya berdegup kencang. Saat dia mencicipi dadih sudachi dia berpikir itu enak, tapi dia tidak menyangka bahwa hidangan itu berakhir mendapat 8 poin karena saat dia berlatih sendirian, sulit untuk mendapat skor di atas 7.
Jo Minjoon mengambil nafas perlahan dan melihat jam dinding. Waktu sudah hampir habis. Tiga, dua, satu…dan Joseph berteriak,
“Waktunya sudah habis. Semuanya angkat tangan kalian.”
Tidak ada peserta yang belum menyelesaikan hidangannya. Tapi tentu, bukan berarti hasil mereka semua memuaskan. Jo Minjoon melihat Peter sekilas, di mejanya ada hidangan pure apel dan apel panggang Dari penampakannya sepertinya lezat, tapi tidak ada yang tahu bagaiman kenyataannya.
Joseph membuka suara,
“Apa kalian semua puas dengan hasilnya?”
“Iya, chef!”
“Kami melihat kalian memasak dan kami memilih 3 hidangan yang membuat kami berekspektasi tinggi. Seseorang yang akan kami panggil sekarang adalah seseorang yang membuat kami begitu harap-harap cemas dan sangat penasaran! Minjoon! Silahkan ke depan.”
Itu sungguh tak terduga karena dia masih ingat wajah para juri saat dia mengatakan bahwa dia juga bisa menebak proporsi bahan. Jo Minjoon mendatangi para juri dengan wajah tenang sambil membawa hidangannya. Hanya menempatkan satu piring cukup untuk memenuhi meja kecil di depan para juri. Joseph maju pertama.
“Minjoon, jelaskan hidanganmu.”
“Aku meletakkan dadih sudachi bersama dengan jeli apel hijau. Aku memanggang dan menumbuk kacang mede untuk sensasi renyah pada hidangan. Aku menonjolkan rasa asam dan manis melalui buah pir yang direndam dalam air gula, dan memperdalam aroma hidangan dengan nastrium.”
“Kau bilang bahwa kau mereproduksi hidangan penutup di Rose Island saat terakhir kali kau ke sana. Ah, itu tidak perlu disebutkan karena imitasi adalah dasar memasak. Bahkan saat Kaya mereproduksi risotto Alan, aku tidak mengatakan apa-apa. Apa kau ingat?”
“Iya, Aku ingat.”
“Jika kau bisa membuat imitasi rasa dari hidangan yang kau makan di sana dengan benar, hanya dengan begitu, maka hidanganmu akan bernilai. Apa kau yakin?”
Jo Minjoon tersenyum alih-alih menjawab pertanyaan lalu dia mendorong piring sajinya mendekat ke Joseph. Joseph melihat mata Jo Minjoon sejenak, dan meraih garpu dan pisau, lalu dia mengiris jeli. Dia mengoleskan dadih sudachi secukupnya, menambahkan kacang mede, dan meletakkan irisan buah pir di atasnya.
Lalu memasukkan itu ke dalam mulutnya. Joseph hendak berkata, tapi sejujurnya, dia tampak sedikit sibuk menilai hidangan. Ada banyak kasus dalam membuat jeli, jika kau membuat kesalahan, jeli akan terasa seperti karet yang hambar dan cenderung tidak berpadu baik dengan bahan-bahan yang lain.
Hal pertama yang dia rasakan adalah rasa segar dari dadih sudachi. Kemudian rasa kacang mede yang bertaburan di dadih, yang tergerus oleh gigi-giginya, serta minyak kacang mede yang membuat terasa sedap.
Irisan buah pirnya tidak terasa asam. Karena buah pir direndam dalam air gula dalam waktu singkat membuat rasa asam hilang dan sama sekali tidak mengacaukan rasa dadih sudachi. Selain itu, kombinasi karamel dan apel yang terasa di dalam jeli, membuat Joseph bisa merasakan dengan jelas kemampuan Jo Minjoon. Terakhir Joseph merasakan sensasi pedas dari nastrium, lalu dia menghela nafas dengan puas.
“Ini…benar-benar mirip dengan jeli Dave. Rasa dadih juga mirip. Sungguh… Kau sugguh mereproduksi cita rasa hidangan itu. Bulu kudukku serasa berdiri.”
“Terima kasih.”
“Seandainya kau menambah bahan-bahan itu sedikit saja, mungkin keseimbangannya akan kacau. Dan itu akan berakhir menjadi seonggok makanan manis. Minjoon, bakatmu semakin dan semakin mengejutkan. Mungkin sebaiknya aku menyebutnya sebagai keahlian bukannya bakat. Meskipun kau tahu resep dan rasanya, untuk mereproduksi hidangan itu sebaik ini, jelas itu adalah hasil dari kekuatanmu. Ini adalah hidangan penutup yang enak. Terima kasih.”
Joseph berkata seperti itu lalu mundur ke tempatnya. Kali ini, Alan yang melangkah maju. Biasanya dia mencicipi hidangan perlahan-lahan, tapi tangannya bergerak lebih cepat kali ini. Setelah dia makan jeli dan tanpa berkata apa-apa, dia justru tertawa sedikit.
“Aku penasaran bagaimana perasaan David nanti saat melihat siaran ini. Aku akan mengatakan sesuatu padanya.”
Alan melihat ke kamera.
“Ini tidak ada kekurangan sama sekali dan sama persis dengan buatanmu.”
–
“Luar biasa. Kau sungguh luar biasa., Minjoon.”
Martin berkata sambil memegang tangan Jo Minjoon saat akan mewawancarainya. Jo Minjoon tertawa canggung dan melepaskan tangannya. Martin melihat Jo Minjoon dengan mata bersinar.
“Kau berasal dari Korea mana? Kau berbohong yaa? Apa kau malaikat yang turun dari surga?”
“…Ayo kita menyelesaikan wawancara.”
“Whah, iya. Maaf. Aku begitu bersemangat. Jadi bagaimana perasaanmu? Kau menjadi salah satu dari 10 peserta terbaik.”
Pada pertanyaan Martin, Jo Minjoon tersenyum masam. Dia berkata dengan suara tidak ceria maupun suram.
“Itu bohong jika aku bilang tidak bahagia, tapi aku tidak merasa begitu bahagia…karena dua orang yang biasanya bersamaku telah pergi.”
“Peter dan Leslie…begitu banyak usaha yang mereka lakukan untuk bertahan sampai pada titik ini.”
“Entahlah. Walaupun itu mungkin sangat berarti untuk Leslie, tapi menurutku, Peter lebih merasa kehilangan perjalanan ini.”
Leslie memilih waktu pengerjaan 2 jam dan Peter satu jam. Hidangan peter sangat manis dan kurang segar. Itu karena dia merendam apel dalam gula terlalu lama dan memasaknya juga terlalu lama. Jo Minjoon berkata dengan suara penuh sesal..
“Pada akhirnya, Peter pergi tanpa bisa mengepakkan sayapnya.”
“Apa menurutmu itu kejam?”
“Entahlah. Sebenarnya, menurutku dia menuai hasil dari tindakannya sendiri, dengan tidak menunjukkan keahliannya dengan benar, dan tidak bisa mengendalikan apa yang dia katakan. Itu juga tanggung jawab. Sangat disayangkan.”
“Semua kompetisi seperti itu. Pada akhirnya, hanya satu orang yang bisa tertawa paling terakhir. Apa menurutmu kau bisa menjadi orang itu?”
“…Sejujurnya, menurutku aku harus berkembang lebih banyak lagi. Jika saat ini aku menang, itu tidak akan menjadi kemenangan yang sesungguhnya. Aku berencana untuk mengembangkan diri di sisa waktuku.”
Pada kata-kata Jo Minjoon, Martin tidak membalas apa pun dan hanya menatap Jo Minjoon. Sepertinya Martin ragu sejenak, tapi kemudian dia segera bertanya dengan suara pelan,
“Jangan terlalu diambil hati. Sejujurnya, aku berharap kau bisa bertahan lama. Tapi aku tidak ingin kau menang.”
Memperhitungkan bahwa PD yang mengucapkannya, itu terlalu blak-blakan. Wajah Jo Minjoon menjadi aneh. Dulu Martin pernah bilang bahwa dia berharap Jo Minjoon menang. Tentu, Jo Minjoon bisa melihatnya sebagai basa-basi semata, tapi dia tidak bisa tahu kenapa dia berbicara seperti itu saat ini. Martin lanjut berbicara.
“Bukan karena menurutku kau punya kekurangan atau aku tidak menyukaimu. Jika kau menang di kompetisi ini, kau akan dipanggil di setiap event tahunan program ini. Kau akan sangat sibuk.”
“Apa maksudmu?”
“…Kita sedang mempersiapkan sebuah program sebagai kelanjutan dari Grand Chef. Temanya adalah perjalanan mencicipi. Aku berpikir merekrut Emily, tapi dia menolak. Namun, sebulan yang lalu, dia mengatakan padaku bahwa jika aku bisa memenuhi permintaannya, dia mau berpartisipasi dan permintaannya adalah dirimu.”
Jo Minjoon menghela nafas tanpa sadar. Emily telah mendekatinya waktu itu, tapi dia tidak tahu bahwa dia bertanya untuk permintaan itu. Martin buru-buru melanjutkan,
“Tentu, di samping keikutsertaan Emily, menurutku karena karaktermu sebagai chef juga sangat bagus. Orang-orang akan menggila jika seseorang dengan indera pengecap yang mutlak melakukan perjalanan untuk mencicipi berbagai makanan. Aku yakin padamu.”
“…Jadi itu berarti jika aku tereliminasi, kau akan memintaku berpartisipasi. Apa itu sebuah tawaran?”
“Aku tidak berencana mendengar jawabanmu sekarang. Pikirkanlah baik-baik. Aku perlu kau untuk mempertimbangkan dengan matang. Tapi tentu…”
Martin tertawa.
“Meskipun itu akan menjadi sebuah kisah yang tidak pernah terjadi jika kau menang.”
<Jejak kaki di depannya (3)> Selesai