Dewa Memasak – Bagian 74: Kolaborasi tak terduga (2)
Ingatan Jo Minjoon tidak salah. Di siang hari, staf memanggil semua peserta. Di dapur, ada para juri yang berdiri telah menunggu sekian lama. Saat salam pembuka berakhir, Alan mengumumkan tema misi.
“Tema misi kali ini adalah prasmanan.
Pada suara datar Alan, Kaya menaikkan sudut bibirnya seolah-olah dia telah menang. Itu bisa dimaklumi karena saat mendengar kata prasmanan, kau pasti lebih condong untuk berpikir bahwa itu akan menjadi misi tim. Namun, Alan belum selesai berbicara.
“Kalian masing-masing harus membuat satu hidangan. Besok malam, orang-orang dari kota akan datang ke sini untuk makan, dan kalian harus membuat hidangan yang berkesan di hati mereka. Jadi, kalian harus mendapatkan suara mereka. Makanan tidak disajikan sesuai jumlah pelanggan, tapi kalian harus menyajikan sebanyak yang telah ditentukan. 10 poin untuk satu suara, dan kami akan menambahkan poin lagi sesuai jumlah berapa kali kalian menyetok hidangan lagi. 2 dengan skor terendah akan tereliminasi.
Tatapan Kaya penuh dengan rasa tidak percaya dan hanya menatap mulut Alan. Pada saat itu, Alan melihat tatapan Kaya lalu tersentak. Dia tidak tahu kenapa tatapan Kaya begitu kejam. Kaya tampak seperti sedang melihat seorang musuh yang tidak bisa lagi dimaafkan. Alan memalingkan muka. Joseph tertawa lalu berkata,
“Apa yang harus kalian pertimbangkan di misi kali ini tidak hanya soal pendapatan suara. Barangkali kalian akan menyadarinya sebelum kalian pergi. Kalian bebas memasak apa pun yang kalian inginkan. Kalian pasti merasa seperti dalam misi truk makanan, tapi misi kali ini, dari langkah pertama harus pas karena berdasarkan itu kemenangan dan kekalahan sudah bisa diperkirakan.”
“Berpikirlah dengan cerdas. Pada saat yang sama, selain misi, ingatlah bahwa pelanggan yang akan makan hidangan kalian. Aku harap itu tidak menjadi makanan untuk misi, tapi makanan yang begitu berarti bagi mereka. Aku berdoa semoga kalian berjuang dengan baik.”
Kata-kata Emily mengakhiri pengumuman tentang tema misi. Jo Minjoon mendorong Kaya dengan pundaknya. Kaya melihat Jo Minjoon dari atas hingga ke bawah dengan tatapan tajam. Jo Minjoon sungguh tidak suka dengan gerakan mata Kaya, tapi dia tidak tahu kenapa tidak bisa membencinya.
“Jadi? Sepertinya kau juga akan membuatkan makan siang untukku.”
“…Tutup mulutmu, babi.”
“Kenapa kau memanggilku babi lagi? Sebelumnya kau bilang aku terlalu lemah.”
“Jika kau makan di pagi hari dan makan lagi di siang hari maka kau itu babi.”
“Menurutku, kau juga makan tiga kali sehari, kan”
“Kaya tidak mengatakan apa-apa dan hanya menepuk-nepuk lantai dengan kakinya. Jo Minjoon menyeringai dan berkata,
“Jika kau tidak mau, aku bisa membatalkannya?”
“Siapa bilang tidak mau? Aku hidup kekurangan, tapi aku tidak pernah ingkar janji.”
“Selain itu, sarapan hari ini terlalu sederhana.”
“Kau yang bangun terlalu pagi.”
Kaya berkata dengan ekspresi protes seolah-olah itu tidak adil. Dia mulai menghitung dengan jarinya kemudian segera menambahkan bantahan,
“Sudah 21 kali. Aku tidak membuatkanmu sarapan saat misi tim karena aku sibuk, aku tidak membuatkanmu sarapan hanya pada saat misi truk makanan, jadi sudah 21 kali. Aku telah memasak sebanyak 21 kali untukmu. jadi bukankah aku memperlakukanmu dengan sangat baik?”
“Iya, kerja bagus.”
“…Selalu langsung setuju seperti itu.”
Jo Minjoon senang melihat Kaya menggigit bibirnya karena jengkel, dia tampak seperti anak kecil. Tentu, biasanya dia tidak menunjukkan sisi dewasa, tapi memperhitungkan bahwa dia masih remaja, Jo Minjoon merasa sinis. Sesaat setelah Jo Minjoon tersenyum, staf berteriak dengan keras.
“Sekarang waktunya untuk wawancara pertengahan! Jika nama kalian disebut, segera datang ke ruang wawancara!”
Tidak lama kemudian, giliran Jo Minjoon karena namanya disebut pertama kali. Di ruang wawancara, Martin tersenyum dan memandang Jo Minjoon.
“Apa kabarmu baik?”
“Iya, baik. Susah untuk tidak baik-baik saja jika kau punya pantri sedemikian rupa.”
Tempat dengan banyak bahan makanan adalah surga bagi orang-orang yang tahu cara memasaknya. Martin mengangguk paham.
“Apa yang kamu pikirkan tentang misinya?”
“Aku sudah mengira bahwa misi prasmanan akan ada setidaknya sekali. Aku tidak terkejut.”
Apa kau sudah tahu apa yang akan kau masak? Oh, apa itu terlalu dini untuk memikirkannya?”
“Aku telah memikirkan sesuatu. Tapi aku belum yakin. Pilihanku akan berubah tergantung apa yang peserta lain masak.”
Martin tersenyum penuh arti pada kata-kata Jo Minjoon. Jo Minjoon bukanlah chef yang hanya punya indera pengecap yang mutlak. Dia tahu bagaimana harus berstrategi. Tidak lama setelah misi diumumkan, dia sudah mempunyai gambaran.
“Kau cerdas. Aku sungguh tidak menyangka kau bisa paham dengan begitu cepat misi ini.”
“Karena ini sederhana. Pelanggan tidak hanya makan makananku. Mereka makan makanan buatan peserta lain juga dan meskipun kita bukan tim, aku harus mencari celah dari kombinasi makanan-makanan itu.”
Biasanya, apa yang orang-orang cari adalah daging, entah itu daging ikan atau pun daging sapi, tidak masalah. Namun, apa yang terjadi jika 9 dari 10 hidangan semuanya berminyak dan mengandung daging di dalamnya, lalu hanya tersisa satu hidangan sayuran. Meskipun hidangan sayuran itu akan mendapat suara lebih sedikit dari hidangan daging, kecepatan hidagan itu habis akan lebih cepat dari yang lain.
Dan itu tidak butuh lama untuk semua orang menyadarinya. Akan tetapi ada juga yang terlambat menyadarinya. Setelah wawancara berakhir, Sasha mengumpulkan semua orang di lobi lantai 4. Dia memakai bantalan berbentuk cincin di lehernya yang berkulit gelap dan berambut panjang. Sasha berkata,
“Menurutku kita harus berdiskusi.”
“Diskusi apa?”
“Tentang menu. Jika kita menentukan menu tanpa berdiskusi, semua orang akan menyajikan pasta, atau hidangan penutup semuanya. Dan mungkin, membuat masakan yang mirip. Tidakkah kalian berpikir itu akan terjadi?”
“Aku setuju.” Kata Jo Minjoon sembari mengangguk.
Saat dia melihat ke sekelilingnya, sepertinya tidak ada orang yang menentang kata-kata Sasha. Sasha mengambil nafas karena dia gugup kemudian lanjut berbicara.
“Aku akan mengatakan duluan, aku berencana membuat hidangan penutup, kue sifon stroberi. Bisakah kalian juga mengatakan apa yang akan kalian buat?”
Beberapa orang ragu sejenak, tapi mereka tidak bisa hanya diam saja. Semua orang mulai menyebutkan hidangan yang ingin mereka buat. Chloe membuat mapo tofu, Marco membuat tiramisu, dan Anderson membuat lasagna terong. Yang lain menyebutkan beberapa hidangan karena mereka belum memutuskannya. Jo Minjoon berkata,
“Aku berpikir untuk membuat olahan ayam, tapi aku belum memutuskan hidangan apa itu.
Lebih tepatnya, dia berpikir untuk membuat ayam goreng dan dak galbi. Dia merasa seperti dalam misi truk makanan, tapi penonton punya kecenderungan untuk berekspektasi makanan Asia. Apa boleh buat, memang Jo Minjoon orang Asia. Dia juga bukan orang Asia-Amerika, melainkan orang yang sungguh datang jauh-jauh dari Asia dan tinggal di sana, jadi tidak berlebihan jika pelanggan berharap makanan asing.
Namun, menjadi orang asing dan mencocokkan selera dalam waktu yang sama bukanlah hal yang mudah. Menjadi orang asing itu berarti mereka tidak terbiasa, dan menjadi tidak terbiasa itu berarti bahwa akan lebih mudah mendapatkan penolakan. Bukankah pasta di Korea dibuat dengan saus krim alih-alih minyak atau keju? Jika orang Italia, mereka akan menyajikan pasta tradisional dengan cita rasa yang ringan dan sederhana atau bahkan hambar, kalau terlalu banyak keju, akan terasa terlalu berminyak.
Dengan pemikiran seperti itu, memikirkan membuat ayam goreng atau dak galbi cukup beresiko. Bukan masalah mencocokkan dengan selera, tapi masalahnya adalah yang mana yang cita rasanya lebih sedap dan menggiurkan.
‘Apakah dak galbi yang lebih baik?’
Perbedaan pengalaman berperan penting. Dia tidak sering membuatnya di rumah karena minyak sangat susah ditangani. Di sisi lain, dia membuat dan memasak dak galbi saat dia sedang ingin, jadi pengalamannya hanya sedikit.
Saat dia melihat peserta yang lain, mereka berusaha untuk tidak menyajikan hidangan dengan saus yang tidak tumpang tindih dengan hidangan peserta lain. Beruntungnya, di antara mereka bersepuluh hanya Jo Minjoon yang ingin memasak daging ayam. Chloe memandang Jo Minjoon sekilas dan bertanya,
“Kau masih belum memutuskan?”
“Sudah. Aku berencana membuat dak galbi.”
“Oh, aku juga suka itu. Itu akan menarik. Bagaimana dengan sausnya? Dengan kecap atau gochujang?”
“Mapo tofumu sudah menggunakan saus pedas, jadi, jika aku menggunakan saus gochujang, sausnya akan sedikit tumpang tindih dengan sausmu. Aku terpikir untuk memasukkan cuka apel dan jahe, merendam ayam di kecap, dan memberikan rasa pedas dengan bubuk cabai. Tentu, jika kau memakannya begitu saja, rasanya akan terlalu kuat, jadi aku berencana menyajikan nasi juga.”
“Ugh, hanya mendengarkannya saja aku sudah ngiler.” Kata Chloe sembari menekan ujung bibirnya dengan jempolnya.
Lalu Jo Minjoon berkata,
“Bagaimana kalau mengevaluasi hidangan yang lain? Menurutku kita perlu mencicipinya.”
“Itu bagus menurutku.”
“Aku juga ikut.”
Kaya muncul entah dari mana dan ikut menjawab. Kaya melihat Jo Minjoon dan mencibir.
“Kita punya seseorang dengan indera perasa mutlak tepat di sebelah kita, jadi, kita harus memanfaatkannya.”
Suara Kaya kasar dan tegas, seperti caranya berbicara yang terang-terangan, hingga bisa terdengar oleh semua orang. Peserta yang lain melihat Jo Minjoon lalu dia tertawa canggung.
“Aku punya perut yang kecil.”
–
Karena mengandung pati, saus merah itu lengket di lidah. Saat saus pedas dan saus tiram bercampur, rasa manis dan aroma menggiurkan, naik dari mulut ke hidung. Tofunya yang terasa lebih lembut dari saus, hancur di atas lidah. Daging kaki babi bagian depan yang diiris memanjang punya bagian lemak yang cukup banyak sehingga saat digigit terasa enak, tidak berminyak tapi juga tidak keras. Tekstur tersebut dipengaruhi oleh jenis babi, tapi selain itu juga dari keahlian orang yang memasaknya. Namun…
“Ini enak, tapi menurutku aroma jahenya agak kuat dan terlalu pedas. Orang-orang yang suka pedas pasti menyukainya…Dan kau tahu? Di misi ini kau perlu mendapat ulasan yang bagus dari semua orang sebisa mungkin.”
“…Mmm, menurutku aku akan menggunakan wine beras suling alih-alih jahe untk menangkap aroma tidak sedap. Aku paham. Terima kasih. Maaf, boleh aku bertanya sekali lagi?”
“Iya, tanya saja.”
“Berapa skornya?”
Pada pertanyaan Chloe, Jo Minjoon hanya tersenyum dan memandang Chloe. Pipi Chloe merona karena dia malu.
“Aku juga tahu kalau itu bukan kebiasaan yang baik menanyakan skor padamu. Aku juga mendengar bahwa skor masakan tidak menentukan nilai dari makanan. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Aku sungguh penasaran.”
“Ini 7 poin. Ini bukan hasil terbaikmu, meski ini memang enak.”
“…Mmm, Aku tidak tahu apakah aku harus lega atau tidak.”
Chloe memiringkan kepalanya karena bingung, seperti saat setelah dia membuat berbagai hidangan 8 poin, dia senang tapi juga merasa sedikit menyesal. Akan tetapi masalah selanjutnya tentu harus diselelsaikan oleh Chloe sendiri.
Peserta yang lain juga ingin hidangan mereka dievaluasi. Meskipun ini kompetisi, mereka tidak ingin menjadi terlalu pelit. Menang dengan cara yang baik lebih berarti, menang karena kesalahan orang lain tidak memuaskan sama sekali. Terlebih jika para pelanggan sedang menunggu. Beberapa orang memang bodoh dan naif, tapi Jo Minjoon bukan tipe orang yang seperti itu.
Setelah mengevaluasi hidangan satu per satu, dia menyajikan dak galbi yang dia buat untuk semua orang. Dia merendam daging paha ayam di dalam saus yang mengandung minyak zaitun, bawang putih, bubuk cabai, jus apel, kecap, gula, cuka apel, dan saus kedelai, lalu memagganggnya di oven.
Skor makanan itu 7. Sesuai dengan yang dia pikirkan, bahkan jika dia mencoba setiap kombinasi saus, dia masih belum bisa mendapatkan skor estimasi 8. Jika dia mendapat inspirasi, akankah suatu hari level memasaknya akan naik menjadi 7? Mungkin, secara sederhana itu perlu keahlian yang lebih banyak lagi. Tapi apa pun itu, hal yang pasti adalah dia harus berkembang.
“Bagaimana?”
“Enak kah?”
“Seharusnya ini enak karena ini hidangan 7 poin, tapi aku merasa ada yang kurang. Bagaimana menurut kalian?”
Seperti biasa, menunjukkan kekurangan orang lain bukanlah sesuatu yang gampang. Semua orang hanya saling berpandangan dengan ekspres bingung dan tidak bisa berkata apa-apa. Pada saat itu, Kaya berkata,
“Kau membuat ini hanya dengan daging paha ayam, bukan?”
“Iya.”
“Maka apa perlu direndam dalam saus? Kau fermentasikan saja sausnya secara terpisah, lalu rebuslah. Kemudian panggang ayam sebentar untuk mengeringkan bagian luar, lalu rebus dalam saus. Menurutku, dengan cara seperti itu, kualitas daging akan lebih baik dan lebih enak. Omong-omong, ini paha ayam, tidak perlu dibuat lebih lunak.”
“Itu benar…”
Jo Minjoon mengucapkan kata-kata terakhir dengan lambat, lalu mengubah resep di kepalanya. Sesaat kemudian, Wajah Jo Minjoon tampak kosong. Dia sedang berpikir jika itu sungguh dilakukan. Kaya hanya mengatakan sedikit, benar-benar kalimat yang singkat.
[Estimasi skor memasak: 8]
Tapi efeknya sungguh besar.
< Kolaborasi tak terduga (2) > Selesai