Dewa Memasak – Bagian 75: Kolaborasi tak terduga (3)
Seperti yang dikatakan Kaya, dia tidak merendam paha ayam di dalam saus, dagingnya menjadi tidak terlalu lunak, tapi bukan berarti menjadi lebih buruk, dia justru bisa merasakan tekstur potongan daging dengan lebih jelas. Yang paling penting, cita rasa saus yang awalnya tidak bisa dia rasakan karena hanya merangsang lidahnya dengan samar sekarang terasa lebih jelas.
[Dak galbi saus kecap]
Kesegaran : 93%
Asal: (Terlalu banyak bahan untuk ditunjukkan)
Kualitas: Tinggi
Skor Masakan: 8/10
Jo Minjoon tertawa lega dan menatap layar sistem. Dia tidak pernah berpikir bahwa dia bisa membuat hidangan 8 poin seperti ini. Tentu, dalam memasak jika kau mengikuti resep dengan baik, separuh pekerjaan bisa diselesaikan.
“Ini jelas lebih enak dari sebelumnya.”
Dia memasukkan dak galbi yang baru ke dalam mulutnya lalu mengangguk-angguk. Reaksi orang lain tidak begitu berbeda. Joanne berkata dengan terkesima,
“Ini cocok dengan gayaku. Cita rasa daging ayam dan perpaduannya dengan saus sangat cocok satu sama lain.”
”Terima kasih.”
“…Uhh. Sekarang jika dipikir-pikir, ini bukan waktunya untuk merasa terkesima. Ada apa dengan Minjoon? Kenapa kau memasak dengan baik akhir-akhir ini?”
Jo Minjoon hanya tersenyum kikuk alih-alih menjawab. Sejujurnya, dia pun merasa bahwa keahliannya semakin dan semakin meningkat. Dia merasa tekanan padanya berkurang, tapi masih ada beberapa kegelisahan karena level memasaknya masih 7. Terlebih, itu terlihat di depan mata, seandainya jauh, dia tidak akan seserakah ini untuk menginginkan yang lebih.
“Besok saatnya berperang.”
“Entahlah. Jika kau membuat hidangan yang kurang populer, meski kau ingin sibuk, kau tidak akan bisa. Siapa pun yang merasakan suasana perang, akan menjadi pemenangnya besok.”
Semua orang mengangguk mendengar komentar Anderson. Semua orang berharap dalam hati, meskipun susah, mereka tetap ingin merasakan suasana perang itu.
–
Caprese. Arancini. Bruschetta. Sup brokoli. Lasagna Terong. Mapo tofu. Dak galbi. Frittata. Kue sifon stroberi. Kue tiramisu.
Itu semua adalah hidangan yang dipilih kesepuluh peserta. Yang membuat iri para peserta adalah Hugo. Caprese. Itu adalah hidangan yang hanya memasak tomat dan keju mozarella sejenak dan menambahkan daun basil di atasnya. Meskipun kau harus memasak tomat dengan benar, tapi itu adalah hidangan yang tidak sulit sama sekali.
Namun, hanya Hugo satu-satunya peserta yang membuat salad karena sejujurnya, salad adalah hidangan yang sulit untuk mendapatkan banyak suara. Mungkin, jika dua pelanggan memilih salad, hampir pasti itu adalah skor yang paling rendah.
Dalam kasus Kaya, hidangan rucula frittata yang dia buat adalah omelette ala Italia. Sejujurnya, frittata adalah hidangan yang sulit untuk dibuat enak. Telur kocok ditambah daging dan sayuran lalu dipanggang. Terdengar sederhana memang, tapi semakin sederhana, semakin susah untuk memaksimalkan rasanya. Namun, ada maksud dibalik dia memilih hidangan itu.
Frittata Kaya berskor 8 poin. Setelah kau memasukkan ham prosciutto, keju mozarella, kentang tumbuk, rucula, basil, tarragon, dll. ke dalam telur kocok, masukkan adonan ke dalam oven; lalu goreng bawang merah, bawang putih, peperoncino, dll. untuk membuat saus tomat yang nanti akan di tuang ke atasnya, dan selesai. Itu adalah frittata terbaik yang pernah dia coba.
Sehari setelah pengumuman misi, pukul 3 sore, semua orang sedang bersiap-siap di dapur untuk menyambut pelanggan. Para juri berjalan mengamati para peserta dan memeriksa situasi mereka. Alan mendekati Jo Minjoon dan berkata,
“Minjoon, apa persiapanmu lancar?”
“Fermentasi sausnya sudah selesai, dan tidak ada masalah sama sekali.”
“Mereka bilang dak galbi buatanmu 8 poin? Sepertinya ada lebih banyak lagi, ada risotto, jeli, dan sekarang dak galbi.”
“Aku hanya mengembangkan diri karena ada banyak chef yang bagus di sekelilingku. Sebenarnya, saran Kaya sangat membantu dalam resep ini.”
Pada kata-kata Jo Minjoon, Alan tersenyum penuh arti dan Jo Minjoon bukan orang bodoh yang tidak tahu arti dari senyuman itu. Jo Minjoon hanya menghela nafas.
“Sekarang bahkan Anda, Chef, melihat kami seperti itu?”
“Sebenarnya, ini adalah kemewahan yang ada di sekelilingmu. Jika kau tidak mau, sebaiknya tadi jangan katakan rahasiamu, itu yang paling penting.”
“…Mari memasak saja.”
“Bagus. Kau terlihat handal.”
Alan menyeringai lalu dia beranjak mendekati Kaya. Dia memasukkan loyang ke dalam oven, dan sedang mengocok telur yang akan dia masak sebentar lagi. Normalnya, kau tidak melakukan pekerjaan ini karena menyusahkan, tapi jika kau melakukan tahapan ini, tekstur telur akan menjadi sangat lembut. Alan mengangguk dan bertanya.
“Berapa rasio telur dan susu yang kau masukkan?”
“Aku memasukkan susu dua kali jumlah telur. Jika telur mengandung air lebih sedikit, tentu aku akan menuangkan susu lebih sedikit.”
“Kau sangat berhati-hati. Kaya, aku tahu bahwa kau tidak belajar memasak secara khusus. Aku tahu kau hanya belajar memasak melalui semua yang kau lihat di pasar…Lalu, bagaimana caramu menguasai detail kecil seperti itu?”
“Melalui inderaku.”
Kaya menjawab dengan singkat. Alis Alan naik, lalu membalas,
“Tapi menurutku kau tidak akan bisa melakukan semua itu sendirian dengan mengandalkan inderamu. Apakah kau punya seseorang yang mengajarimu?”
“Orang-orang di pasar. Beberapa dari mereka tentu punya keahlian, tapi itu hanya satu atau dua hal tertentu dan kebanyakan penjual di sana adalah ibu-ibu yang tidak memasak dengan benar, jadi aku hanya bisa mengandalkan inderaku. Yang paling penting, itu tidak begitu sulit. Seperti saat membuat adonan, kau harus memasukkan air atau susu, jika kau menuangkan air panas tentu hasilnya akan berbeda dengan menuangkan air dingin. Selain itu, kau juga akan tahu bagaimana tekstur bagian dalam saat bagian luarnya mulai terpanggang dengan level tertentu. Sejujurnya, apakah itu perlu dipelajari secara khusus? Aku pikir tidak.”
“Kaya, tidak ada sekolah memasak yang sia-sia.”
Kaya hanya mendengus alih-alih menjawab. Sebenarnya, dia mengabaikan apa yang penting dalam belajar. Dengan lingkungan seperti itu, dia justru bisa mempelajari lebih dari yang lain karena dia hanya bersekolah selama 8 tahun. Selama itu, dia tidak punya waktu luang yang benar-benar bisa ia gunakan untuk mempelajari sesuatu.
Mungkin, bukannya Kaya tidak mau bersekolah, melainkan sebenarnya dia iri, tapi tertutup dengan sikapnya yang acuh. Setidaknya, Alan berpikir seperti itu. Sesungguhnya, itu adalah kata-kata yang keluar dari penonton karena mereka hanya melihat sikap Kaya yang kasar sebagai mekanisme pertahanan. Berlagak sok kuat, berlagak seolah-olah dia melihat segalanya, mengagumi orang-orang seusianya yang mempunyai kehidupan yang normal, tapi tidak bisa menerimanya untuk dirinya sendiri.
Bentuk penyesalan yang dia tunjukkan bisa jadi satu-satunya alasan dia punya penggemar, selain penonton yang membencinya. Kadang-kadang dia tampak terlalu lemah dan tidak layak dibenci. Alan menarik nafas. Dia paham dengan reaksinya. Dia pun, pada saat itu…
‘…Ini bukan waktunya memikirkan itu.’
“Aku berekspektasi hidangan yang enak.”
Alan mengakhiri perbincangan dengan formal lalu melihat ke jam dinding. 4:50. Ini saatnya para pelanggan mulai berdatangan. Dia melangkah menuju panggung di depan dapur lalu para juri saling berpandangan. Joseph menaikkan suaranya.
“10 menit lagi, para pelanggan akan datang. Kalian harus melayani pelanggan yang akan terus berdatangan selama 3 jam. Apa kalian siap?”
Saat para peserta akan menjawab, di seberang pintu dapur, di aula, terdengar langkah kaki dan suara-suara. Tentu bukanlah para staf yang sengaja membuat suara itu. Para pelanggan telah datang. Jo Minjoon menelan ludah lalu pada saat yang sama Joseph berteriak,
“Baiklah, pergi dan beri salam pada pelanggan!”
Kesepuluh peserta masing-masing membawa nampan dan pergi menuju aula. Ini waktunya untuk menang atau kalah.
–
Mila Quinn dikenal sebagai epicurean yang handal. Dia bisa makan semua jenis hidangan dan dapat merasakan dengan jelas keseluruhan cita rasa hidangan.
Itu mengejutkan, bukan karena kehadirannya, melainkan sesuatu di masa lalunya. Dia tidak bisa merasakan cita rasa seperti sebelumnya, bukan karena suatu penyakit, melainkan karena dia sudah berusia 40-an, seperti orang lain, indera pengecapnya pun berkurang. Dibanding saat dia masih muda, meskipundia makan makanan yang sama, cita rasa yang dia kecap berbeda sekali. Oleh karena itu, saat ini makan menjadi aktivitas yang menyedihkan alih-alih menyenangkan.
Walau demikian, dia jauh-jauh datang ke sini dari tempatnya yang berjarak 30 menit jauhnya, alasannya sederhana, yaitu dia adalah penggemar Jo Minjoon dan Kaya. Lebih tepatnya, Mila adalah penggemar yang antusias terhadap kisah cinta tersirat di antara mereka berdua.
Sebenarnya, kebanyakan dari mereka yang datang tidak ingin makan makanan mereka, tapi untuk melihat wajah mereka berdua. Itu seperti sesi temu penggemar. Saat pintu dapur terbuka dan melihat para peserta keluar menuju ke aula, mereka terpesona dan bingung.
Jo Minjoon merasa lebih tampan dari apa yang dilihat di TV. Apa kau bisa mengatakan bahwa dia punya wajah seorang guru? Itu sungguh menakjubkan bahwa dia bisa mengutuk saat dia biasanya menampilkan wajah tenang karena hanya melihat wajahnya saat ini cukup untuk membuat orang-orang yang melihatnya merasa tenang. Mila pun, yang sudah tua, dia bisa membaca perilaku seseorang. Jo Minjoon adalah orang yang baik, firasat Mila mengatakan demikian.
Di sisi lain, Kaya berbeda dengan Jo Minjoon. Meskipun dia tidak memakai riasan gelap hari ini, matanya tetap tajam dan bibirnya tersungging dengan begitu percaya diri, tapi sedikit bergetar, jelas bahwa dia memaksakan diri untuk tersenyum.
‘Menurutku keduanya serasi satu sama lain.’
Setelah dia dewasa, dia akan tertarik menjalin hubungan. Dia tahu itu menyalahi aturan, tapi mungkin dia tidak bisa menahannya karena penasaran. Mila memasang senyum yang lebar saat melihat keduanya.
Namun, setelah mereka berdua menjelaskan hidangan mereka, mereka kembali ke dapur. Mila menelan rasa sesalnya dan hanya bisa memandang hidangan mereka. Lebih tepatnya, dia harus mendapatkan hidangan melalui staf yang bertugas menyajikan.
Hidangan yang pertama dia ambil adalah dak galbi. Jo Minjoon berkata bahwa dia membuat hidangan itu ala masakan Korea, tapi Mila juga bisa merasakan adanya khas masakan Jepang di dalamnya. Apakah itu karena kecap asin? Setelah beberapa saat, setelah dia menggigit hidangan sambil memikirkannya,
‘Hah?’
Wajahnya saat ini tidak menunjukkan dia puas atau pun senang, tapi justru bingung. Dia tidak terkejut karena itu memang enak, bukan juga karena menjijikan, tapi lebih tepatnya, karena rasa yang sangat jelas. Mila mengangkat ayamnya lagi dengan wajah tercengang. Dia samar-samar mencium aroma jahe dan kecap manis yang menggelitik hidungnya.
Rasa asinnya tidak berlebihan dan ada rasa manis. Namun, cita rasa saus yang menyentuh lidahnya hanyalah permulaan. Seperti biasa daging paha ayam memang lunak, biasanya sulit untuk merasakan teksturnya, tapi ini tidak. Saat dia mengunyahnya, daging yang lembap terasa seperti mozzarella. Sebenarnya, jika kau memasak daging ayam bersama dengan kecap asin, rasa daging ayam akan mati, tapi masakan ini rasa dagingnya begitu jelas.
‘Berapa lama ini? Rasanya…’
Pada saat itu, bulu kuduknya berdiri, Mila bergidik. Dia pikir Jo Minjoon punya indera pengecap yang lebih baik dari pada seorang chef, tapi Mila tidak pernah membayangkan bahwa Jo Minjoon bisa membuat masakan yang sedemikian sedap. Rasa jahe menstimulasi lidahnya dan membuat lidahnya sensitif. Dia juga bisa merasakan keseimbangan yang biasanya dia tidak bisa merasakannya.
Mungkinkah dia mempertimbangkan keduanya di usianya sekarang? Barangkali, itu lebih seperti interpretasi mimpi dari pada mimpi itu sendiri, tapi apa pun itu, apa yang Mila rasakan saat ini adalah rasa puas yang tidak ada habisnya. Mila tersenyum ceria lalu matanya mencari frittata Kaya.
Dadanya berdebar seperti seorang gadis, dia lupa dengan usianya.
–
“Aku menikmatinya.”
Seorang wanita tua yang berambut pirang tersenyum dengan lembut. Senyumnya tampak sangat gembira hingga Jo Minjoon membalas dengan senyum yang sama.
“Terima kasih. Semoga harimu baik.”
“Ini waktu yang tepat. Jangan lepaskan dia.”
“…Aku akan mengartikan dia adalah pisau yang sedag kupegang.”
Pada komentar yang tak terduga itu, Jo Minjoon menjawab dengan senyum canggung. Wanita itu tertawa lalu meninggalkan aula. Dia adalah pelanggan terakhir.
Jo Minjoon lega, bukan karena dia gugup, melainkan karena lelah, dia telah mengisi ulang piring prasmanannya sebanyak 4 kali. Peserta yang paling sering mengisi ulang piring prasmanannya adalah Hugo, sesuai dugaan, dia telah mengisi ulang piring prasmanannya sebanyak 5 kali. Skor Jo Minjoon tidak begitu buruk, lebih tepatnya, dia berada di sisi unggul.
Selain Jo Minjoon dan Hugo, peserta yang mengisi ulang sebanyak 4 kali adalah Chloe, Kaya, dan Sasha. Skor masakan mereka semua adalah 8. Untuk Anderson, dia pun membuat hidangan lasagna terong dengan skor 8, tapi hidangannya tidak terlalu membuatmu ingin memakannya. Begitu juga dengan hidangan Marco, kue tiramisu coklat, hidangan penutup yang biasa dan tidak ada lagi yang perlu dikatakan. Skornya juga 8. Namun, orang-orang yang makan masakan berminyak cenderung memilih kue sifon stroberi dari pada tiramisu coklat. Jadi, Sasha mendapat skor lebih banyak.
‘Berdasarkan suara yang diperoleh, bisa jadi itu berubah.’
Dalam satu kali isi ulang, itu sekitar 20 porsi. 1 poin untuk 1 porsi dan 10 poin untuk satu suara. Jadi, dalam sekali isi ulang akan mendapat 2 suara. Setiap jam, pelanggan baru masuk ke aula dan jumlahnya 500 orang. Jika setidaknya kau mendapat 10 suara, kau akan aman dari terdiskualifikasi karena jumalah hidangan yang bisa diambil para pelanggan cukup banyak. Jika ada peserta yang tidak aman, jelas itu adalah…
‘Marco.’
Meskipun suara yang didapat tinggi, dia hanya mengisi ulang sebanyak 2 kali, dan jumlah hidangannya hanya 50. Sejujurnya, itu bukan hasil yang bagus.
Di dalam aula setelah para pelanggan pergi, Alan berkata dengan suara tenang.
“Agregasi skor berakhir.”
< Kolaborasi tak terduga (3) > Selesai