Dewa Memasak – Bagian 84: Skandal (2)
Bab Sponsor! PR: Drama ini nyata, kawan. Aku menangis sedikit.
Mungkin, di antara mereka yang meninggalkannya, Tess Gilly salah satunya. Tidak. Melihat situasinya, ini hampir pasti.
Tapi pertama, lebih baik mengkonfirmasinya dulu meskipun tidak ada jaminan Kaya akan mengatakan yang sejujurnya. Jika dia berbohong, itu hanya akan menjadi bumerang baginya. Mereka hanya bisa menunggu Kaya memilih pilihan yang tepat.
Martin menggerakkan kakinya lalu duduk di depan Jo Minjoon dengan wajah lelah. Dia tersenyum. Jo Minjoon melihat Martin dengan wajah agak cemas.
“Apa yang terjadi? Kau bilang bahwa mungkin ada hubungannya denganku.”
“…Yaa, memang tidak ada yang perlu disembunyikan, jadi, aku akan menceritakannya padamu. Skandal tentang Kaya meledak.”
“Skandal?”
“Tampaknya itu berhubungan dengan masa-masa dia di sekolah, tapi kami belum memastikan. Hal yang penting adalah banyak orang yang sudah membacanya dan menurut kami itu akan segera menjadi topik panas.”
“Apa Kaya sudah tahu?”
“Belum, tapi dia akan segera tahu karena sebentar lagi dia akan disebut gadis brengsek.”
Tatapan Jo Minjoon berubah suram. Samar-samar dia bisa tahu bahwa itu adalah kasus yang lebih besar dari apa yang dia pikirkan tentang masa sekolah Kaya. Kaya sendiri yang mengatakan itu saat dia menjadi bintang di masa mendatang.
Meski pun Jo Minjoon tidak ingat namanya, dia pernah dengar bahwa dia adalah salah satu teman akrab Kaya, tetapi dia berasal dari kelas atas. Maka dari itulah yang menyebabkan perpisahan mereka. Saat mereka saling menjauh hingga tidak lagi saling bertemu satu sama lain, Tess mendapat bekas luka di tubuhnya, yang harus dia tanggung seumur hidup, dan Kaya dikeluarkan dari sekolah. Tapi itu bukan masalah bagi Kaya. Kaya tipe anak yang buruk dan Tess tidak berbeda jauh. Namun, yang terluka adalah Tess. Jika situasi yang terjadi sebaliknya, mungkin Kaya masih tetap sekolah.
“Apakah skandal seperti ini pernah terjadi? Itu sesuatu yang tidak terjadi dalam ingatan Jo Minjoon. Mungkin dia yang menyebabkannya. Jika ada perbedaan dengan kehidupan asli Kaya, maka keberadaan Jo Minjoon adalah penyebabnya. Sebenarnya di masa depan, Kaya harus menghadapi siaran yang jauh lebih kelam dari yang terjadi sekarang. Dia hidup lebih ceria setiap hari, bisa jadi itulah yang memicu orang yang memfitnah Kaya, meski sebenarnya dia tidak tertarik. Jo Minjoon bertanya,
“..Kapan kau akan menceritakan padanya?”
“Tepat setelah wawancara selesai. Masalah seperti ini, lebih cepat ditangani, lebih baik.”
“Whow..itu benar.”
Memikirkan Kaya akan menderita dalam waktu yang lama karena komentar buruk, dia merasa tidak nyaman sama sekali. Mungkin, mereka mempertimbangkan perasaan Jo Minjoon, sehingga wawancara Jo Minjoon tidak berlangsung lama. Setelah dia memaksakan diri tersenyum dan menjawab beberapa pertanyaan formal, dia keluar ruangan, lalu dia melihat Kaya sedang bersandar di dinding. Dia melihat sekilas tangan Kaya, berutung dia sedang tidak memegang ponselnya.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
“Aku menunggu untuk diwawancara.”
Kaya menjawab dengan singkat. Entah kenapa Jo Minjoon merasa suara Kaya terdengar sangat ketus. Jo Minjoon bertanya dengan nada bingung.
“Apa aku melakukan kesalahan?”
“Kau selalu begitu, seolah-olah aku hendak marah padamu. Aku tidak marah!”
“Menurutku kau sedang marah sekarang.”
Mata Kaya menyipit..
“Kau lembut pada orang seperti Chloe dan kau bahkan meminjamkan sapu tangan, tapi kenapa kau selalu melihatku seperti pembuat onar? Aku tahu aku tak bisa memperbaiki kesalahan dan aku miskin. Tapi aku cukup bijak dan aku punya harga diri, jadi berhentilah memperlakukanku seperti anak kecil.”
Jo Minjoon ingin membantah seperti biasanya, tapi dia memilih diam. Jika dipikir-pikir, wajar Kaya berkata seperti itu. Sama seperti saat orang tua yang menasehati anaknya dengan niatan yang baik, tapi kata-kata yang terdengar hanyalah omelan. Jika Jo Minjoon berkata bukan itu yang dia maksud, Kaya akan mengganggu Jo Minjoon dengan pertanyaan-pertanyaan hingga dia lelah. Jo Minjoon menjawab dengan muka masam.
“Aku minta maaf.”
“Jangan meminta maaf. Kenapa kau berubah serius lagi?”
Dia merasa dia telah banyak mengomel, tapi dia tetep menggerutu dengan muka tersipu malu. Jo Minjoon hanya melihat Kaya, dia bertanya-tanya apakah Kaya sanggup bertahan di situasi yang akan segera datang. Memikirkan masa depan Kaya akan berubah karenanya, Jo Minjoon merasa bersalah. Dia berkata dengan suara pelan,
“Saat kau masuk, kau akan mendengar sesuatu yang tak terduga.”
“Tak terduga?”
“Bukan hal yang bagus, tapi kau harus bertahan dan jangan merasa hancur. Selain itu, jangan terluka dan aku lebih suka kau membiarkannya begitu saja.”
“Apa itu? Kenapa kau membuat suasana menjadi tegang?”
Kaya melihat Jo Minjoon dengan wajah gelisah. Jo Minjoon tersenyum samar.
“Aku percaya padamu, jadi jangan terlalu gelisah, karena setidaknya, ada satu orang yang selalu di sisimu hingga akhir.”
–
Wawancara berakhir. Kaya mengabaikan wajah semua orang yang khawatir, dia masuk ke kamarnya. Tidak ada yang mencegahnya karena murka di wajahnya jelas terlihat. Tidak. Mungkin lebih akurat di bilang kalau wajahnya tampak seram.
Namun, tidak ada yang bertanya pada Kaya tentang perasaannya. Masalahnya bukan pada suara pintu yang terbanting keras saat dia menutupnya, melainkan mereka tidak tahu harus berkata apa pada Kaya.
Di atas kasur, Kaya menenggelamkan wajahnya di bantal lalu berteriak. Sama seperti teriakannya yang tidak bisa dia lontarkan dengan puas, dia tidak bisa mengekspresikan rasa sesak di dadanya.
Tess Gilly. Dia tidak menyangka bahwa nama yang membuatnya menggertakkan gigi hanya dengan memikirkannya akan muncul kembali dalam hidupnya.
“Si jalang gila. Sekarang, dia bahkan menjadi penulis novel.”
Kaya melihat komentar-komentar di layar dan mendengus kesal. Meskipun ditulis panjang lebar, isinya sederhana. Kaya adalah anak yang paling bermasalah di sekolah, meskipun dia berteman dengan Kaya, hanya kekerasan yang didapat dari Kaya. Kaya tertawa karena itu aneh. Namun, senyumnya membeku dan mulutnya bergetar seperti anjing yang sedang menggeram.
Kaya Lotus : Aku Kaya Lotus. Jika kau akan mengatakan hal semacam tai anjing seperti ini, kenapa tidak kau katakan langsung padaku? Kau masih tetap suka berbohong? Mulut tai….
Beberapa saat kemudian, Kaya hendak membalas karena murka. Pemberitahuan panggilan muncul di layar dan dia melihat nama yang familier. Gemma Lotus, adiknya. Kaya diam sejenak, lalu dia merilekskan otot di wajahnya dan tersenyum canggung. Itu senyuman yang jelas terlihat dipaksakan, tapi tidak masalah karena itu bukan panggilan video. Tersenyum hanyalah masalah perasaannya, karena dia sedang merasa tertekan, maka jelas suaranya juga mengikuti sesuai perasaannya.
“Halo?”
[ Kaya….. Kau, kau bae? (kau baik?) ]
Suara dari adiknya yang bahkan tidak bisa berbicara dengan benar. Suara aneh itu justru membuatnya sedikit tenang. Adik perempuannya, Gemma, menderita lumpuh otak (cerebal palsy). Kata-katanya, pergerakan, dan ekspresi wajahnya tidak seperti orang normal. Namun, Kaya tidak pernah membenci atau bahkan menghakimi kekurangan adiknya sekali pun. Jika ada orang yang seperti itu, dia bahkan tidak ragu mendekati mereka seperti anjing gila, menggigitnya, dan menggonggong dengan semangat. Kaya adalah saudara yang seperti itu.
Kaya berkata dengan suara lembut. Jika ada orang yang mengenal Kaya, sedang berada di dekatnya saat ini, orang itu akan terkejut dengan kelembutan dan kehalusan suara Kaya.
“Memangnya ada apa? aku baik-baik saja. Tapi apa yang terjadi? Orang-orang brengsek itu tidak mengajak ribut denganmu lagi, kan?”
[au bae. Ta, taphi, Thes…Dhiha…] (Aku baik. Ta, tapi Tess… Dia…)
“Aku juga tahu. Jangan khawatir. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Apa ibu tahu?”
[Ti ak… Au ti ak membe i ta huya. ] (Tidak… Aku tidak memberitahunya.)
“Baik. Jangan beritahu ibu yaa. Janji?” Gemma ragu-ragu sejenak tapi akhirnya, dia menjawab dengan singkat ‘ohe’ (oke). Kaya tersenyum sedikit.
“Kau kesepian yaa karena aku tidak bersamamu? Maaf yaa. Aku akan segera memenangkannya dan kembali pulang.”
[au bae tanpa mo. Jadi ha ngan khawati. ](aku baik-baik saja tanpamu, jadi jangan khawatir.)
“Meski kau ingin aku pulang karena saat ini kau mengkhawatirkan aku, memangnya aku bisa seenaknya pulang? Aku baik-baik saja, jangan berpikir macam-macam. Meskipun kau khawatir, tidak akan ada yang berubah. Paham?”
Gemma tidak menjawab. Kaya menghela nafas.
“Ini menghabiskan banyak pulsa. Aku tutup teleponnya yaa. Aku akan menelponmu lagi nanti. Oke?”
[ Ohe…Sawhanga. ] (Oke… Semangat!)
“Iya, baiklah.”
Panggilan berakhir. Layar ponselnya kembali gelap. Dia hendak melanjutkan apa yang sudah dia ketik sebelumnya, tetapi kemudian Kaya menghela nafas, lalu menghapusnya. Dia baru saja mengatakan pada adiknya untuk tidak khawatir, jadi dia tidak boleh memperburuk masalah ini.
Beberapa saat kemudian, suara ketukan pintu terdengar. Suara ketukannya terdengar hati-hati dan halus. Meski mendengar suara itu, Kaya bisa menebak suara siapa yang akan terdengar setelah itu.
“Boleh aku masuk?”
Itu suara Jo Minjoon. Kaya ragu-ragu sejenak lalu mendekati pintu. Kaya berkata dengan suara pelan dan kasar.
“Aku tahu jika kau masuk, mungkin aku akan melampiaskan kemarahanku padamu. Jadi, sebaiknya jangan.”
“Jika kau marah kau harus melampiaskannya. Aku akan menerimanya.”
Kaya tidak bisa membalas apa-apa. Dia tidak ingin melampiaskan kemarahannya pada Jo Minjoon. Dia tidak akan tahu bagaimana jika orang lain, tapi dia tidak ingin melakukannya karena Jo Minjoon memperlakukannya lebih baik dari siapa pun. Ini pertama kalinya dia menghargai seseorang.
Jadi dia bersikap hati-hati pada Jo Minjoon. Akankah Jo Minjoon mengabaikan dia ataukah Jo Minjoon akan melihatnya sebagai anak nakal seperti anggapan orang lain? Namun, Jo Minjoon tidak pernah berpikir seperti itu sekali pun. Mungkin akan terdengar aneh, tapi dia merasa Jo Minjoon seperti melihat orang lain saat Jo Minjoon menatap dirinya. Dia tidak membenci hal itu. Barangkali, Jo Minjoon salah menilainya, tapi salah mengira dalam hal baik terasa menyenangkan.
Jadi dia justru membenci dirinya sendiri yang bertingkah seperti anak kecil. Dia berbeda dengan apa yang biasanya dia katakan. Jangan abaikan aku karena aku tidak bisa memperbaiki kesalahan. Jagan mengabaikan aku karena aku miskin. Meski setelah mengatakannya, dialah yang justru membuat orang lain mengabaikannya. Sampai-sampai saat dia melihat dirinya sendiri, dia melihat anak bodoh dengan otak kosong. Dia penasaran mengapa Jo Minjoon bisa menilainya begitu tinggi.
Kaya tidak bisa membuka pintu karena ketika dia membuka pintu, dia tidak akan tahu seberapa rendah dia akan jatuh. Dia tidak tahan lagi. Dia tidak ingin lagi bertingkah seperti anak kecil di depan Jo Minjoon. Itulah yang dia pikirkan.
Kaya memegang knop pintu. Dia melihat tangannya dengan tatapan bingung. Tidak, kau tidak bisa. Kata Kaya. Suaranya sangat pelan hingga terdengar seperti gumaman. Sangat pelan hingga membuatmu bertanya-tanya apakah suaranya bisa menembus pintu.
“Jika kau tidak pergi, aku justru akan sedih. Aku pembuat onar. Benar. Aku sudah bilang jangan mengabaikan aku, tapi sebenarnya…”
Ucapan Kaya terhenti. Kata-kata itu sangat lemah untuk diucapkannnya. Dia menggigit bibirnya lalu lanjut berkata dengan suara tertahan.
“…Mungkin, akulah orang yang paling mengabaikan diriku sendiri. Itulah kenapa, tolong, aku tidak mau semakin sedih.
Kata demi kata yang terucap, begitu berat. Bagaimana ekspresi Jo Minjoon saat ini? Apa yang dia pikirkan? Apakah aku si gadis pembuat onar dengan banyak masalah? Kaya pun tidak tahu.
“Pergilah. Aku mohon.”
Tidak ada jawaban. Kaya hanya berdiri di balik pintu. Berapa menit telah berlalu? Satu menit. Lima menit. Mungkin, itu bahkan sudah berlalu 10 menit atau lebih. Setelah ragu-ragu, akhirnya Kaya membuka pintu.
Tapi tidak ada seorang pun di sana. Pada saat itu, dia merasa gatal di sudut hatinya. Bahkan setelah menyuruh Jo Minjoon pergi, bisakah dia berharap sesuatu? Dia merasa sedih.
Beberapa saat kemudian, Kaya menggigit bibirnya lalu berbalik. Perhatiannya tertuju pada sesuatu. Di sebelah pintu, tergeletak piring kecil. Sebuah sandwich. Kaya melihat sandwich itu dengan tatapan kosong selama beberapa saat. Entah berapa lama. Dia perlahan menurunkan badannya lalu mengambil hidangan itu. Setelah berbaring di kasur, perlahan dia menggigit sandwich itu.
“……..Tolol.”
Dia menulis di komentar.
< Skandal (2) > Selesai.