Dewa Memasak – Bagian 91: Beban di restoran (4)
“…Kepalaku berdengung. Jangan berteriak!” erang Jo Minjoon yang nyaris tidak bisa berbicara.
Kaya melihat Jo Minjoon dengan matanya yang memerah. Air mata terkumpul di pelupuk mata Kaya yang akan segera jatuh ke pipinya. Kaya menahannya.
“Maaf, A,aku…”kata Kaya dengan suara gemetar.
“Kran airnya yang salah. Kenapa kau minta ma-aaagh…!”
Jo Minjoon memejamkan mata dan menggigit bibirnya menahan sakit di kulit lehernya yang terbakar. Rasa sakitnya luar biasa hingga dia tidak bisa mengontrol ekspresinya. Jo Minjoon menggertakkan giginya. Dengan cepat, dia melepas seragam memasaknya lalu melemparnya. Dia membilas lukanya dengan air, dia berpikir rasa sakitnya akan perlahan menghilang, tapi setelah beberapa saat kulitnya kembali terasa sakit.
Dokter, yang sempat ragu karena takut minyak mungkin akan menyembur lagi, menghampiri Jo Minjoon dengan ekspresi waspada lalu membantu Jo Minjoon berdiri.
“Do-dokter. Dia baik-baik saja, kan?” tanya Chloe dengan suara terkejut.
“Aku tidak tahu apakah aku bisa menyebutnya keberuntungan, tapi lukanya tidak serius. Ada luka bakar di beberapa bagian, tapi hanya derajat satu. Jika dia dirawat dengan baik, tidak akan terjadi infeksi. Tapi masalahnya adalah kulitnya akan mengalami pigmentasi. Maaf yaa. Sepertinya lukanya akan berbekas dan itu tak terhindarkan.”
Dokter berbicara dengan nada kurang yakin. Kaya mengepalkan tinjunya dengan ekspresi marah, tapi dia tidak marah pada orang lain. Dia marah pada dirinya sendiri. Korea? Imigrasi? Itu bukan hal yang patut dikhawatirkan hingga dia selalu berakhir terlibat dalam kecelakaaan seperti ini.
“Kau harus terus mengganti handuknya. Jika kau merasa bahwa sensasi panas mulai hilang, basuhlah dengan air dingin. Kau harus tetap seperti ini setidaknya selama 30 menit.” kata Dokter sambil menempelkan handuk basah yang hangat ke seluruh permukaan kulit Jo Minjoon yang terluka.
“Aku akan melakukannya.”Kata Chloe mendahului Kaya. Kaya melihat Jo Minjoon dengan wajah sembab.
“Ya tuhan… Sakit sekali, bukan?” rintih Chloe.
“Ini memang sakit. Tapi kejadian seperti ini kerap terjadi.” Kata Jo Minjoon.
Dia berusaha tertawa santai, tapi hanya tawa meringis yang terukir di wajahnya. Chloe menghela nafas dan mengganti handuk Jo Minjoon. Air yang terserap dalam handuk menekan rasa sakitnya.
“Terima kasih.” kata Jo Minjoon dengan suara lemah.
“…Jangan membuatku khawatir. Yang melihatnya juga sedih.”
“Maaf.”
“Dan jangan meminta maaf.” Kata Chloe dengan cemberut.
Kaya hanya bisa menatap Jo Minjoon dari jauh dan baru tahu bahwa tangannya juga terasa sakit. Mungkin telapak tangannya juga sedikit terbakar saat mengusap minyak dari leher Jo Minjoon dan sekarang terasa agak sakit. Kaya tidak mengatakan apa pun lalu dia pergi ke bak cuci untuk membilas tangannya. Alis Jo Minjoon naik melihat apa yang sedang dilakukan Kaya.
“Kaya, apa kau juga terluka?”
“Ini tidak seberapa. Tak perlu dipikirkan.”
“Bagaimana mungkin! Dokter! Tolong periksa tangan Kaya juga.”
Dokter memeriksa tangan Kaya, lalu, menggelengkan kepala. Barulah saat Jo Minjoon mendengar bahwa tangannya tidak terluka, dia menghela nafas lega. Mata Chloe yang menatap Jo Minjoon tampat rumit. Dia berkata dengan suara pelan.
“Kau baik sekali. Kau mendapat luka separah ini di lehermu dan kau masih sempat mengkhawatirkan orang lain?…maksudku Kaya.”
“Bukan tentang mengkhawatirkan atau tidak. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri.”
Chloe tidak menjawab apa-apa. Dia merasa bahwa dia tidak akan merasa baik apa pun yang akan dia katakan. Dan dia tahu dengan baik kenapa dia merasa seperti itu dan apa alasannya. Chloe menghela nafas dan mengganti handuk Jo Minjoon.
“Sekarang, khawatirkan dirimu sendiri. Dokter bilang kemungkinan besar lukanya akan berbekas. Betapa sedihnya ada bekas luka yang muncul di leher?”
“…Kau seperti ibuku.”
“Aku tahu dengan baik itu bukan pujian.” Jawab Chloe dengan wajah serius seolah-olah itu bukan waktunya bercanda.
Sesaat kemudian, Martin menghampiri mereka dengan wajah campur aduk antara cemas dan bingung.
“Minjoon, apa sakitnya sudah berkurang?” tanya Martin.
“Iya, berkat Chloe”
“Apa sebaiknya kita pergi ke rumah sakit terdekat?”
“Tidak. Aku baik-baik saja. Kita tak perlu melakukannya hanya karena luka ini. Selain itu, misi sudah di depan mata.”
Martin menoleh pada dokter seolah-olah bertanya apakah mereka bisa menjalani misi. Dokter hanya menghela nafas.
“Meskipun tidak sampai harus ke rumah sakit, kami bisa merawatnya di sini jikalau rasa sakitnya tidak mereda. Yang paling penting, dia sebaiknya tidak dekat-dekat dengan api.” jawab dokter.
“…Kaya adalah orang yang bertanggung jawab dengan tugas yang berhubungan dengan api, itu tidak masalah.”
Di posisi Martin, itu perkembangan yang bagus. Tindakan Jo Minjoon yang menyelamatkan Kaya dari ledakan minyak cukup heroik, dan para penonton akan menyukainya. Masalahnya adalah siapa yang bertanggung jawab atas insiden ledakan minyak ini? Bak cuci yang tidak berfungsi dengan baik jelas merupakan masalah pihak menejemen restoran tapi… Hanya karena ada masalah dengan pipa air, normalnya tidak akan menyebabkan kasus ledakan minyak. Kepalanya rumit dengan banyak alasan.
“Aku minta maaf.”
“Aku sudah bilang sebelumnya. Kau tidak perlu meminta maaf.” jawab Jo Minjoon dengan suara lembut.
Kaya mencubit bibirnya dengan kuku jarinya
“Aku pasti akan melakukannya dengan baik.” Kata Kaya dengan suara berat.
“Benar. Ayo.”
Jo Minjoon mengulurkan tinjunya mengajak tos. Kaya ragu-ragu sejenak, lalu membalas menyodokkan tinjunya. Anderson mengamati mereka berdua.
“Menurutku, jika mereka mengirim kalian ke liang kubur, kalian bahkan tetap bisa memfilmkan melodrama.” kata Anderson.
Dia mungkin mengatakan itu tanpa berpikir panjang, tapi Chloe, yang mendengar itu, tidak bisa mengontrol emosinya. Ivanna, yang berada di sebelahnya, meletakkan tangannya di bahu Chloe. Chloe menoleh ke Ivanna lalu tersenyum canggung. Ivanna berbisik,
“Hanya karena dia berangkat duluan, bukan berarti dia sampai duluan.”
Chloe tidak bisa menjawab apa-apa.
–
Terlepas dari kecelakaan yang terjadi di dapur, waktu tetap berjalan, dan malam pun tiba. Di atas wajan yang dipegang Kaya, api menyambar naik, dan membakar ikan. Jo Minjoon memberi Kaya piring yang sudah selesai dia dekorasi dan mengamati apa yang Kaya lakukan. Dia tidak pernah gagal dalam memasak, bahkan sekali pun. Itu jelas keahliannya, tetapi pada situasi saat pesanan pelanggan datang bersamaan, bisa dilihat sepertinya Kaya harus berusaha keras melakukannya.
“Ikan goreng selesai. Tuangkan saus.”
“Baik.”
Jo Minjoon menuangkan pure bawang yang tampak seperti saus tangsuyuk ke atas ikan goreng lalu menaburkan daun bawang. Skor hidangan itu jelas 8 poin dan Jo Minjoon terpesona melihatnya. Levelnya sekarang 7, tapi dia tidak percaya diri untuk bisa memasak hidangan 8 poin secara konstan. Yang paling utama, di antara hidangan buatan Kaya, dibanding dengan yang dia makan di aula, ada beberapa yang skornya lebih tinggi. Alih-alih keahlian Kaya yang bagus, Jo Minjoon bertanya-tanya jangan-jangan Kaya melewatkan poin-poin yang dilakukan chef di restoran ini.
‘Kau sungguh…’
Mata Jo Minjoon menjadi rumit. Akankah dia bisa mengejar Kaya? Bisakah dia sebanding dengan Kaya? Sekali pun ada harapan, dia merasa Kaya berjalan selangkah di depannya. Dia tidak berpikir bahwa dia bisa memperpendek jarak di antara mereka.
Kaya juga punya sesuatu yang rumit di kepalanya. Tentu, dia tetap berkonsentrasi memasak, tetapi dibalik itu, tersembunyi penyesalan dan kemarahannya. Dia berharap Jo Minjoon bisa melihat kebaikan yang ada dalam dirinya, setidaknya sekali. Di misi eliminasi terakhir dan di misi tim, dia selalu bergantung pada Jo Minjoon. Dia tidak ingin seperti itu lagi.
‘Aku juga punya. Aku punya keahlian dan pendirian. Aku juga…’
Api menyambar ke atas wajan sekali lagi. Melihat api yang berwarna ungu tipis di tengah api besar yang menyambar ke atas, mata Kaya bersinar dengan jelas. Dia tidak ingin Jo Minjoon tereliminasi. Setidaknya, dia tidak ingin Jo Minjoon tereliminasi karena satu tim dengannya. Dia tidak tahu jika tim yang tidak beruntung akan menjalani misi eliminasi ataukah langsung dieliminasi saat itu juga…apapun itu, bukanlah kisah yang bagus bagi Jo Minjoon. Karena dengan kondisi badannya, tidak akan mudah menjalani misi apapun.
Dia harus melindunginya. Sama seperti Jo Minjoon yang membantunya hngga saat ini. Dia ingin membalas kebaikan Jo Minjoon. Mungkin, pemikiran itu bisa membuatnya memikirkan lagi tentang imigrasi. Pikirannya yang kusut tercermin di banyak bagian wajahnya, mulutnya yang terkatup, alisnya yang berkerut, dan tatapan matanya yang tajam.
Jo Minjoon memperhatikan Kaya, lalu dia kembali mencincang sayuran dengan perlahan. Dia bisa saja mencincang sayuran itu sebelumnya, tapi kesegaran sayuran akan turun. Ada banyak kasus dimana jika terburu-buru, waktu akan terasa berjalan lebih cepat, padahal tidak. Dia ingin mengatakan hal itu pada Kaya, tapi…tapi sekarang bukan saat yang tepat.
Saat dia menerima hidangan dari Kaya, dia mendekorasinya, dia bisa merasakan bahwa keindahan hidangan itu seperti hidangan Perancis. Level mendekorasinya 5. Sejujurnya, itu tidak penting. Selain Anderson, kebanyakan peserta yang lain berlevel 5 atau 6. Dia bertanya-tanya untuk melampaui itu, haruskah dia bisa membuat naga dari wortel. Namun, kemampuan itu lebih baik dikuasai oleh kondinator makanan
Plating yang bisa dilakukan Jo Minjoon dengan keahliannya adalah menggambar saus menggunakan sendok, seperti menulis menggunakan kuas dengan sentuhan modern. Pada kebanyakan hidangan, masakan diletakkan di bagian tengah piring dan di sekelilingnya ada saus yang tersebar, meski hanya begitu, itu cukup keren. Setidaknya, itu memberikan perasaan bahwa kau datang ke restoran mewah. Jo Minjoon tersenyum puas.
“Sepertinya satu lagi hidangan dibuat dengan baik. Kau sudah memasaknya dengan baik.”
“………Iya.”
Kaya tidak bahagia ataupun menggerutu, ekspresinya aneh. Matanya melirik ke arah luka Jo Minjoon.
“Jangan pedulikan aku.” kata Jo Minjoon sembari tetap melihat ke piring.
“Bagaimana bisa?”
“Aku sudah menduga ini akan terjadi saat aku memutuskan ingin bekerja di dapur dan ini bukan kesalahan, tapi kecelakaan. Jadi, jangan terlalu khawatir dan aku akan merasa lebih nyaman.”
Meski Kaya tahu dia tidak boleh marah, tapi dia tetap merasa marah.
“Aku tetap harus peduli.” kata Kaya sambil mengeluarkan ikan cod dari panci kukus.
“Aku sudah bilang itu tidak perlu.”
“Ada hal yang tidak perlu kau lakukan, tapi kau tetap melakukannya. Kau mengatakan padaku untuk tidak peduli?”
“Aku…” Jo Minjoon hendak mengatakan sesuatu tapi mengurungkannya. Memikirkan itu, dia tidak punya kata-kata untuk dilontarkan. Kaya mendengus.
“Lihat? Kau juga sama.” kata Kaya sambil mendengus.
“… … …”
“Jadi jangan katakan apa pun meski aku mengkhawatirkan dirimu. Itu sesuatu yang tak terhindarkan. Ini.”
Jo Minjoon hendak membalas, tapi akhirnya dia hanya tersenyum. Telinga Kaya memerah lalu memalingkan muka sembari mengomel pelan.
“Dan jangan tersenyum seperti itu.”
Kaya berkonsentrasi lagi pada wajan. Setelah berpartisipasi dalam kompetisi ini, dia cukup sering memasak untuk orang lain. Tentu, membuat sarapan dan makan siang untuk Jo Minjoon juga termasuk… Namun, saat ini berbeda karena hidangannya bisa menentukan eliminasi Jo Minjoon.
Wajan di tangannya terasa lebih berat. Namun, dia tidak merasa keberatan. Dia tidak tahu kenapa, tapi setiap kali dia menyelesaikan satu hidangan, rasa puasnya meningkat hasilnya juga bagus. Penilaian para pelanggan yang berada di aula memang penting, tetapi dia lebih suka dengan fakta bahwa jika dia bisa memasak dengan baik saat ini, dia juga akan bisa menyelamatkan Minjoon. Meskipun ada hal yang mengganggu…dibanding saat dia harus khawatir tentang makan 3 kali sehari, ini tidak sebanding.
Lemak ikan bercampur dengan minyak zaitun dan menghasilkan bunyi mendesis. Minyak meresap melalui permukaan bekas irisan. Kaya bisa merasakan level kematangan daging lebih jelas dari biasanya. Itu bukan perasaan saat menikmati kegiatan memasak, melainkan lebih mendekati perasaan seorang kepala keluarga. Tanggung jawab. Beban dari kata yang singkat itu menjadi kekuatan Kaya.
‘…Hidangan ini sepertinya agak terlalu matang.’
Kaya memegang sea bass goreng lalu memberikan puree aprikot pada Minjoon. Dia kembali menatap wajan lagi. Jo Minjoon mengernyit. Ini bukan masalah. Bukan. Ini justru hasil yang bagus.
‘… 9 poin?’
Skor masakan itu 9. Sea bass goreng dan pure aprikot yang dicampur dengan jahe dan kayu manis. Meskipun itu kombinasi yang bagus, dia tidak berpikir saus itu yang membuatnya spesial hingga 9 poin. Sulit mendapatkan skor itu jika tidak bisa memanggang sea bass dengan sempurna.
Jo Minjoon terkejut hingga lupa rasa sakit pada lukanya. Dia melihat Kaya. Dia berpikir matanya yang mulai mengajaknya bercanda, lalu dia tersenyum .
[Kaya Lotus]
Level Memasak: 8
Level Memanggang: 6
Level Mengecap: 10
Level Mendekorasi: 6
< Beban di restoran (4) > Selesai