Dewa Memasak – Bagian 98: Resep cerminan diri (1)
Para juri memasukkan makanan ke dalam mulut. Jo Minjoon tidak pernah segugup ini sebelumnya. Apa boleh buat, dia seperti ini karena melawan Kaya dan Anderson. Merekalah yang sebenarnya menjadi pemenang dan juara kedua.
Dari semua hal, yang membuat Jo Minjoon tidak percaya diri adalah skor masakan: 8 poin, 9 poin, dan 7 poin. Jika di rata-rata, skornya sama dengan mereka, tetapi dia tidak bisa tahu apakah para juri akan suka pada hidangannya secara keseluruhan. Tentu, tidak bisa dikatakan bahwa semua hidangan 8 poin, wajar rasanya enak…
Para juri kembali ke tempat mereka setelah selesai mencicipi, dan mereka diam-diam mulai membandingkannya.
“Ini sulit.” kata Joseph.
Satu kalimat itu menunjukkan kesan semua juri. Sebenarnya dalam memasak, meski ada perbedaan yang sangat besar, selera pribadi tetap dominan, memilih mana yang lebih lezat, itu juga sulit. Beda cerita jika mereka bisa melihat skor masakan…
“Hanya dengan melihat komposisi, tim merah lebih baik, yaitu ceviche salmon dengan warna-warni yang semarak; krim ikan teri yang menangkap sensasi berminyak dari galbi domba, dan puding almond. Sedangkan tim biru, komposisi hidangannya sedikit kurang, di mulai dengan bisque kepiting, daging stroganoff dengan risotto goreng, dan yang terakhir éclair dengan banyak choux creme… Tidak ada poin yang menarik.” kata Rachel.
“Masalahnya adalah hidangan itu sangat kuat.” kata Serguei dengan suara kasar. Dia melihat ke meja yang kosong dengan tatapan menyesal lalu lanjut berbicara.
“Itu sangat kuat hingga aku tidak bisa merasakan kalau sensasi asamnya justru kurang. Selain hidangan penutup, semuanya asin, tapi tidak sampai mengganggu di mulutku. Bisa jadi karena aku tidak memakan itu dalam jumlah banyak, tapi meski aku makan beberapa sendok lagi itu idak akan menghasilkan banyak perbedaan.”
“Dalam kasus daging stroganoff dan risotto goreng, harmonisasinya sungguh sangat baik. Mungkin jika mereka tidak menggoreng risotto dan hanya menyajikannya seperti biasa, kelembapan dari kedua hidangan akan membuat mulutku busuk. Akan tetapi dengan salah satunya digoreng, secara instan, mereka menjaga rasanya. Sejujurnya, dari hidangan yang muncul hari ini, itu adalah hidangan yang paling cocok di mulutku.”
“Juga sama bagi mulutku. Oh, ini bukan karena aku orang Rusia. Aku sebenarnya tidak begitu suka daging stroganoff tapi yang ini enak.”
Jika suatu hidangan yang biasanya tidak disukai, ditangani oleh chef sejati, hidangan itu akan bertransformasi menjadi sesuatu yang lezat. Anderson dan Kaya telah menunjukkan bahwa mereka cukup siap menjadi chef sejati. Alan berpikir sambil bergumam ‘hmmm’ lalu berkata.
“Akan tetapi, jika dipikir-pikir, hidangan penutupnya agak mengecewakan. Krim yang ada di dalam éclair tidak masalah, tapi adonan yang terasa masih basah, itulah yang kurang.”
“Tidak hanya itu. Jika hanya rasa yang kurang, itu sungguh tidak masalah. Akan tetapi, keselarasan hidangan utama dan hidangan penutup tidak cocok.”
“Entahlah, lalu apa yang tepat untuk hidangan utama? Itu sesuatu yang tidak jelas bahkan di antara para chef. Menurutku, jika memang tidak jelas, kita bisa membiarkannya saja.”
Bahkan pada jawaban Alan, Emily berekspresi tidak mengerti. Joseph berkata dengan suara tenang.
“Jika ada beberapa hal yang mengecewakan, itu bisa diselesaikan melalui pilihan suara. Pertama, mari kita voting. Menurutku, membuat para peserta gugup sejauh ini sudah cukup.”
Para juri mendekati para peserta. Joseph berkata,
“Sekarang, kami semua akan membuat satu pilihan. Mari kita mulai dari Emily. Siapa yang akan kau pilih?”
“Menurutku, menu set lengkap seperti sebuah cerita, mengandung pembuka, ada perkembangan, berbelok, dan kesimpulannya adalah hal terbaiknya. Dalam kasus tim biru, makanan itu sendiri enak, tapi aku merasa bahwa itu tidak memiliki poin yang kuat maupun lemah. Kuat, kuat, dan kuat. Meski itu satu set menu, itu tidak terlalu membebani. Penampilan keseluruhannya pun tidak begitu bagus. Itulah alasanku memilih tim merah, komposisi menunya lengkap.”
Ujung mulut Chloe naik, otot di wajahnya tertarik, dan tatapannya bergulir ke mana-mana seolah-olah dia gelisah. Dia bilang tidak perlu gugup, tapi pada akhirnya dia sendiri tidak bisa menahannya. Jo Minjoon melirik Kaya dan Anderson. Wajah mereka berdua tidak berekspresi sehingga Jo Minjoon tidak bisa tahu apa yang sedang mereka pikirkan.
“Aku akan memilih tim biru. Pada kasus Emily, dia menjelaskan tentang komposisi. Tapi menurutku, Tim biru menunjukkan pada kita keahlian yang luar biasa, yang bahkan bisa menutupi kekurangan dari komposisinya. Hidangan utamanya sangat enak. Sebenarnya, pada pada kasus daging stroganof, tidak berbeda cara memasaknya dengan hidangan yang lain, tapi kualitas hidagan itu tidak buruk dilihat dari segi manapun. Pada kasus tim merah, hidangannya sesuai dengan aslinya, tapi secara keseluruhan, memberi kesan bahwa itu tidak terlalu menyenangkan, seperti pergi ke restoran enak yang ada di kota. Itulah kenapa aku memilih tim biru.” kata Alan.
“Aku berpendapat berbeda dengan Alan. Hidangan itu sesuai dengan aslinya dan tetap enak. Itu hal yang cukup sulit karena kalian mendapat banyak batasan, dan batasan itu dibuat untuk chef agar pelanggan bisa menikmati hidangan yang enak itu selamanya. Tentu, aku berpikir sangat tinggi terhadap tim biru, untuk bisa membuat hidangan yang enak, meski harus keluar dari pedoman umum…Meski hatiku condong terhadap tim merah.”
Jo Minjoon mengepalkan tinjunya, 2 suara untuk timnya sendiri. Sekarang, Serguei dan Rachel harus memilih di antara mereka, lalu selesai. Dia berpikir, timnya mungkin bisa menang. Beberapa saat kemudian, Sergui berkata dengan suara santai.
“Tim biru.”
Dan tidak ada seorang pun yang mengatakan sesuatu. Rachel mengerutkan dahi lalu bertanya.
“Itu saja?.”
“Hidangan mereka enak.”
Itu terlalu singkat …Rachel menghela nafas. Entah kapan dia akan memperbaiki karakternya yang selalu ingin melakukan apapun yang dia mau.
“Kalau begitu, tinggal aku. Sekarang jika aku lihat, pilihanku akan menentukan semuanya, kan?”
Rachel tersenyum sedikit seolah-olah itu menyenangkan. Tiba-tiba Jo Minjoon, Chloe, Kaya, and Anderson membuka mata mereka lebar-lebar dan hanya menatap bibir Rachel.
“Aku…..
–
“Arghh!”
Toilet. Ada seseorang yang berada di dalam toilet sedang muntah, yaitu Chloe. Dia muntah hingga air matanya berkumpul di matanya, dia pergi ke tempat cuci tangan sembari terkejut. Ada orang di sana.
“…Parahkah?”
“Menurutku, aku hanya terlalu gugup.”
Melihat wajah khawatir Kaya, Chloe memaksakan diri untuk tersenyum. Setelah mencuci mukanya seperti kucing, Kaya memberikan handuk.
“Terima kasih.”
“…Aku menyukaimu.”
Suaranya serius. Pada saat yangsama, tampak seperti dia melontarkan itu dengan keberanian yang dia tidak punya. Tentu, keberanian itu hanya di mulut da lidahnya. Tatapan dan kepalanya berpaling dari Chloe dan hanya menatap pintu.
Chloe tertawa.
“Aku juga menyukaimu.”
“…Aku tidak tahu siapa yang akan aku dukung.” kata Kaya dengan suara sedih.
Dia menghela nafas dan duduk di meja tempat cuci tangan, lalu menoleh untuk melihatnya, tetapi dia mengernyit karena ada air tersisa di atas meja yag membuat celananya basah. Chloe menyeringai lalu teringat pada hal yang barusan terjadi.
Rachel memberikan suara pada tim biru. Meski begitu, Chloe menduga Rachel akan memilih timnya karena menggunakan bahan-bahan yang Rachel suka untuk membuat hidangan. Tapi hasilnya bukan seperti itu.
‘Makanan harus bisa mengagumkan hingga membuat orang-orang syok dan bagiku, tim biru sedikit membuat syok.’
Mendengar kata-kata itu, apa yang bisa dikeluhkan? Chloe bergumam seolah-olah dia mencela dirinya sendiri.
“Apa aku banyak kekurangan? Mungkin, jika Kaya yang bersama-sama dengan Minjoon, kau pasti menang, kan?”
“…Jangan mengatakan seperti itu.”
“Maaf, tapi aku tertekan. Aku tahu hari ini akan tiba suatu hari nati…”
Kaya ragu-ragu lalu memeluk Chloe dan menepuk pundaknya dengan gerakan tangan yang canggung.
“Kompetisi ini bukan segalanya dalam hidup kita. Jangan terlalu gugup. Aku akan selalu mendukungmu, dan tidak hanya sekarang. Kau pasti bisa melakukannya dengan baik. Kau tidak punya kelemahan seperti aku.”
“Kenapa kata-kata yang membuat nyaman itu berakhir dengan menghina diri sendiri?”
Chloe hampir menangis seolah-olah itu hal yang menyedihkan. Apakah penyesalan Kaya terhadap anggapan rendah pada dirinya sendiri ataukah dia hanya sedih dengan situasi ini? Itu adalah sesuatu yang bahkan dia tidak tahu.
Kaya menggigit bibirnya lalu berkata.
“Kalau begitu, kau juga, jangan melakukan itu. Jangan merendahkan diri sendiri dan jangan menderita. Aku…..”
Kaya menepuk bibirnya. Aku tidak mau melihat temanku menderita. Dia ingin mengucapkan kata-kata itu, tapi dia tidak tahu kenapa itu tidak keluar dari mulutnya. Chloe perlahan menjauh dari Kaya. Entah karena muntah, atau alasan lain. Ada air mata di sudut matanya.
“Aku akan melakukan yang terbaik.”
“Iya.”
“Terima kasih telah mengkhawatirkan aku. Sejujurnya, aku pikir, aku hanya bersikap ramah.”
Kaya tidak menjawab apa-apa. Chloe mengusap air mata dengan sapu tangan dan melihat ke cermin. Wajah yang merona dan rambut yang berantakan, itu bukan penampilan yang bagus. Kaya melihat sekilas lalu berkata.
“Jika kau perlu menangis, luapkanlah semuanya… Apa sebaiknya aku keluar?”
“Tidak. Aku masih tidak bisa menangis. Ayo kita keluar. Kami pelan-pelan harus mempersiapkan misi eliminasi.”
Misi eliminasi. Kapan pun dia mendengar itu, bulu kuduknya berdiri, tapi hari ini lebih dari biasanya.
Saat mereka keluar, di aula ada Anderson dan Jo Minjoon sedang membicarakan sesuatu. Chloe tersenyum sedikit lalu menghampiri mereka.
“Apa yang sedang kalian bicarakan?”
“Memangnya apa yang seharusnya kami bicarakan? Jelas tentang misi eliminasi.” jawab Anderson dengan suara santai.
“Apa kau harus selalu berkata seperti orang brengsek?” kata Kaya sambil mengernyit.
“Haa, aku tidak berpikir bahwa itu sesuatu yang seharusnya aku dengar darimu dan haruskah aku bersikap melo seperti seorang protagonis pada drama sekolah baru?”
Kaya dan Anderson menggeram dan melotot satu sama lain. Chloe berdehem lalu berkata.
“Teman-teman aku harus bicara dengan Minjoon… Bisakah kalian memberi kami ruang?”
“Membicarakan apa?”
“Jika dia meminta ruang, dia tidak ingin mengatakan apa itu. Jangan bertingkah seenaknya dan kemarilah.”
“…Aku mau pergi dulu.”
Kaya melotot pada Anderson lalu menggerakkan kakinya. Setelah mereka pergi, Jo Minjoon melihat wajah Chloe dengan ekspresi yang aneh.
“Membicarakan apa?”
“…Maafkan aku.”
“Jika itu tentang sebelumnya, kau tidak perlu minta maaf. Justru, aku yang seharusnya minta maaf. Kau memilih aku, tapi aku banyak kekurangan. Maafkan aku.”
Chloe menggigit bibirnya dan menundukkan kepalanya. Setelah itu, Jo Minjoon hanya bisa melihat rambut dan tengkuknya. Kulitnya yang tidak semuanya putih, mungkin disebabkan darah campurannya. Saat Jo Minjoon hendak memalingkan tatapan, Chloe berkata.
“Kau tidak akan membenciku, kan?”
“Kenapa aku harus membencimu?”
“Meski jika aku mengalahkanmu di misi eliminasi ini…”
“Chloe.”
Jo Minjoon memotong perkataan Chloe. Chloe berusaha menatap Jo Minjoon dengan tidak nyaman. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakan saat itu, lalu menghela nafas. Dan setelah itu, suasana menjadi hening, dia membuka mulutnya.
“Aku tidak kekanak-kanakan. Jika aku tereliminasi, itu karena keahlianku, bukan salahmu. Jadi, jangan berpikir seperti itu. Jika aku yang mengalahkanmu, apa kau akan membenciku?”
“Tidak akan.”
“Aku juga.”
“…Iya. Itu pasti.”
Dia mengangguk dan menunjukkan senyum sedikit, tapi di wajahnya, masih ada kemuraman dan kesedihan yang tidak bisa diekspresikan dengan cara apapun. Jo Minjoon ingin menanyakan pada Chloe kenapa dia seperti itu, tapi dia berpikir jika dia menanyakan itu, Chloe akan hancur, jadi, dia tidak bisa mengutarakannya.
Tapi seketika itu, ekspresi Chloe berubah. Seperti halnya dia yang memakai pakaian yang halus, wajahnya menjadi lembut dan lunak dalam sekejap. Itulah wajah Chloe yang dia tahu.
“Ayo masuk. Misi ini tidak bisa kita hindari.”
“…Kau tidak terlalu memaksakan dirimu, kan?”
“Tentu saja. Tidak pernah ada waktu tanpa aku memaksakan diri dalam misi dan hari ini pun sama. Kita berdua tidak bisa menang, tetapi…setidaknya, kita berdua mungkin bisa tersenyum. Jadi, ayo kita bekerja keras untuk itu.”
Jika gagal, bukankah normal untuk menangis alih-alih tersenyum. Dia berpikir seperti itu, tetapi tidak mengatakannya.
“Benar. Ayo tersenyum.”
Saat mereka masuk ke dapur, hanya 2 meja masak yang tersisa. Itu diatur sedemikian rupa agar mereka bisa saling menonton.
‘Mereka kejam.’
Dia melihat sebuah kotak kecil di atas meja masak. Entah ada bahan atau benda lain di dalamnya.
“Hari ini, salah satu dari kalian berdua harus meninggalkan Grand Chef. Bagi salah satu dari kalian, ini akan menjadi misi terakhir. Kami mempersiapkan misi yang paling cocok dengan kalian. Itu yang aku maksudkan.” kata Joseph.
“Dan kita tahu bahwa itu bukan sesuatu yang seharusnya kami pikirkan, tapi kalian yang harus memikirkannya. Bukalah kotaknya.”
Chloe dan Jo Minjoon membuka kotak itu. Pada saat itu, wajah mereka tercengang. Benda yang berada di dalam kotak bukanlah bahan masakan…
Melainkan sebuah cermin.
<Resep cerminan diri (1)> Selesai