Dewa Memasak – Bagian 10: Babak Penyisihan Grand Chef, dan… (1)
Ini adalah bagian tambahan.
Jo Minjoon telah berpamitan pada Jessie karena dia akan segera pergi, tapi bahkan setelah mendapatkan kembali kartunya, Jo Minjoon tetap tinggal di rumah Lucas. Itu bukan kemauannya. Namun Lucas tidak membiarkan Jo Minjoon pergi, bahkan Jane yang melarangnya pergi. Awalnya, dia ingin menolak dan mencari tempat lain untuk ditinggali, tapi perkataan Jane membuatnya tidak bisa pergi.
“Jadilah jembatan untuk Jessie agar dekat dengan ayahnya.”
Jika seseorang mengatakan hal itu padamu bagaimana mungkin kau tetap akan pergi meski telah berpamitan. Jessiepun mendengus tanda dia tidak suka dengan ide itu, karena Jessie juga menginginkan dia tetap tinggal di rumah Lucas.
15 hari berlalu seperti itu. Pada saat pagi, di hari babak penyisihan, di rumah Lucas, Jo Minjoon berdiri di depan papan talenan dengan tatapan kosong. Tampak seperti melamun. Lalu, Jo Minjoon melihat ke arah jendela yang ada di depannya.
[Estimasi skor memasak: 5]
Itu adalah fitur baru yang diperoleh setelah levelnya naik ke angka 6. Fitur itu adalah sebuah simulasi memasak sesuatau yang ingin kau buat. Itu hanyalah sistem, jadi ketika kau memikirkan sebuah resep di kepalamu, maka akan terprediksi skor akhir dari hidangan itu.
Itu sangat berguna. Tidak. Sangat berguna tidaklah cukup. Jika dia mengikuti resep itu maka tidak ada kemungkinan untuk gagal. Sejujurnya, itu adalah sebuah kekuatan yang dapat memberinya pencerahan dalam kompetisi seperti master chef. Ada banyak peserta yang didiskualifikasi di atas panggung setelah membuat suatu hidangan. Jika tidak ada kesalahan dalam pembuatannya, itu berarti kemungkinan sukses memasak hidangan itu lebih tinggi.
Selain itu aku juga bisa menghemat bahan.
Jika keahlian memasak sedikit meningkat maka kau akan semakin ahli dalam memperkirakan sesuatu. Saat memasak, kau tidak bisa tahu cita rasa sebuah hidangan tanpa merasakannya. Jadi dengan keahlian itu, ketika mencoba hidangan baru, kemungkinan untuk gagal akan lebih rendah. Setidaknya hasil masakan tidak nampak menjijikkan. Resep yang populer biasanya rasanya juga lezat. Seseorang yang dapat memperkirakan resep yang benar dari pertama melihat pastilah bukan orang biasa. Orang-orang dengan kemampuan itu digolongkan menjadi dua.
Master dan orang genius.
Jo Minjoon bukanlah master ataupun seorang yang jenius. Namun dia dapat meminjam kemampuan itu meski terbatas. Tentunya dia tidak memiliki keahlian yang mengejutkan dan artistik seperti mereka, namun …
‘Kerja keras akan membuahkan hasil.’
Jo Minjoon meyakini itu. Bakat bukan segalanya dalam memasak. Tentu saja bakat dapat membantumu berkembang lebih cepat, tapi itu juga bisa dicapai dengan kerja keras. Sisanya kembali ke pribadi masing-masing.
Ketika membantu Jessie membuat jeli, Jo Minjoon memikirkan banyak hal. Apa yang Jessie persiapkan bukanlah hal yang sederhana. Itu dipenuhi dengan penyesalan dan kebahagiaan terhadap ayahnya. Dan jeli itu menjadi hidangan yang berharga karena hal itu.
Terlintas sesuatu dalam benaknya. Yaitu apa yang seorang chef masukkan dalam hidangannya pasti bukan sesuatu yang sederhana. “Lalu apa yang mereka letakkan? Tidak mungkin sesederhana harapan hidangan itu akan dimakan. Itu hanyalah formalitas.
Dia tenggelam memikirkannya dan belum menemukan jawaban. Tapi Jo Minjoon tidak cemas. Seperti yang pernah dia katakan pada Jessie, memasak adalah kompetisi dengan diri sendiri.
“Memasak saja dahulu.”
Lucas menyetujui bahwa Jo Minjoon akan bertugas menyiapkan makanan di rumahnya dari pada dia bekerja sambilan. Sejujurnya, itu sudah dipertimbangkan oleh mereka berdua. Bagi Jane, dia sudah mempertimbangkan untuk mengizinkan Jo Minjoon menggunakan dapurnya dalam situasi ini. Bagi Jo Minjoon, dia dapat mengasah kemampuan memasaknya dan menghemat uangnya.
Sudah 15 hari berlalu, Jo Minjoon menyiapkan makan tanpa sekalipun terlewat. Sebagian besar adalah hidangan ala Amerika. Mulai dari jambalaya yang dia makan di pesawat, makaroni keju, hingga stik burger. Selain itu dia juga mencoba hal-hal yang dia tidak tahu dan belum pernah dia lakukan.
Bahkan meski masakan khas Korea, jika dia membuatnya dengan bahan-bahan di Amerika, cita rasanya berbeda. Bahkan nasi pun begitu. Nasi yang dia makan di Korea berasal dari budidaya beras Jepang (Japonica breed), jadi nasinya sedikit lengket dan aromanya sangat kuat. Dan nasi di Amerika berasal dari budidaya beras India (Indica breed). 70% beras di sana tergolong varietas beras khas budidaya India.
Dan 30% sisanya disebut calrose mempunyai karateristik kedua beras budidaya India dan Jepang. Keterlengketan nasinya medium dan aromanya juga medium. Dan beras yang digunakan Jo Minjoon kebanyakan adalah golongan beras calrose.
Bahkan cara memasak beras calrose juga tengah-tengah antara cara memasak beras japonica dan indica. Beras indica membutuhkan air lebih banyak agar matang. Jadi untuk mengolah bahan utama pun berbeda. Hal yang paling penting adalah memahami bahan masakan Amerika.
Jo Minjoon awalnya percaya diri. Setelah 15 hari mengenal semua jenis bahan makanan, Jo Minjoon merasa dia belum memahami semua itu, meski teori sudah menancap di kepala. Namun dia yakin nanti akan segera memahaminya.
“Aku harus memenangkan babak penyisihan.”
Aku harus yakin dengan itu. Aku ingin meyakini itu. Dan mewujudkannya.
“Haruskah aku membuat risotto keju untuk sarapan.”
Aku suka risotto, karena risotto kental dan lengket.
“…Bodoh, sekarang perutku tidak nyaman setelah bersusah payah membuatnya.”
Di dalam mobil saat perjalanan menuju lokasi babak penyisihan. Jessie berkata sambil memandang Jo Minjoon dengan sedih. Jo Minjoon menghela nafas nampak letih.
“Keju tidak cocok denganku…”
bukan karena dia tidak suka keju, tapi setiap kali dia makan keju perutnya tidak nyaman. Jadi dia kurang menyukai keju. Jo Minjoon memejamkan matanya merasakan keadaan perutnya. Jika dia mual, maka dia akan sangat menderita. Lucas yang sedang mengemudi bertanya dengan khawatir,
“Apa kau baik-baik saja? Apa kau sanggup mengikuti kompetisi?”
“Ah, aku bisa. Hanya perutku yang sakit, tanganku baik-baik saja.”
“Waduh… Sekarang, coba regangkan badanmu. Aku mulai merasa bersalah padamu.”
Jo Minjoon tertawa melihat ekspresi bersalah Lucas.
Di babak penyisihan, ada banyak ribuan orang di sana. Tes di New York telah dibagi menjadi dua gelombang dengan interval satu jam, namun tetap banyak sekali orang-orang disana. Tentu saja, ada banyak teman dan keluarga yang datang mendukung, tapi…
“Wow, setelah babak penyisihan, hanya beberapa saja kan yang lanjut berkompetisi di atas panggung?”
“Iya, begitulah. Setiap minggu, 5 terbaik akan dipilih..”
Jika persaingan seperti itu, lolos babak penyisihan saja sudah hebat. Jo Minjoon gugup melihat pemandangan di sekitarnya. Ada banyak sekali kamera dan partisipan yang diwawancara. Benar. Ini bukan kompetisi memasak yang biasa. Ini adalah Grand Chef.
Prosedur Grand Chef benar-benar sederhana. Pertama, babak penyisihan diselenggarakan di AS. Tes pertama adalah wawancara. Detailnya sedikit berbeda, tapi biasanya pertanyaannya seputar pengetahuan tentang bahan masakan.
Peserta yang akan di wawancara, masuk kemudian keluar ruangan, kira-kira hanya 5 menit di dalam sana. Lebih tepatnya, paling lama 5 menit. Peserta yang keluar tidak lama setelah masuk biasanya ekspresinya buruk. Sepertinya mereka sudah diusir setelah hanya beberapa kata.
“Tampaknya aku harus bisa bertahan di sana selama 5 menit.
Bisa dibilang, dia harus menjelaskan dengan baik kompetensinya dalam memasak selama 5 menit.
“Nomor 591! Peserta nomor 591!”
“Hadir!”
“Masuklah!”
Petugas menyuruh Jo Minjoon masuk ke ruangan. Jo Minjoon mengangguk dan memasuki ruang wawancara.
Di dalam ruang wawancara, ada 3 orang dengan wajah yang familiar. Jo Minjoon merasa benar-benar berada di kompetisi Grand Chef yang selama ini dia tonton di TV.
Saat memasuki usia 30, dia sudah mendapat 2 bintang Michelin, dan berharap mendapatkan satu lagi sebelum usia 40, dialah Alan Craig.
Dia dikenal sebagai epicurean terbaik di Eropa, dan juga pewaris bir Potter, dialah Emily Potter.
Dia memiliki beberapa restoran di seluruh penjuru dunia, dan buku yang dia tulis selalu mendapat bintang Michelin, dialah Joseph Vincent.
Dari ketiga orang itu, satu orang yang mendapat penghargaan tertinggi adalah Joseph. Maksudku bukan karir dua orang lainnya buruk, tapi karir Joseph memang berada di atas mereka. Mungkin karena itu. Jo Minjoon merasakan aura aneh yang berasal dari Joseph. Joseph membuka suara,
“Minjoon. Melihat formulir aplikasimu, kau datang ke sini jauh-jauh dari Korea?”
“Iya. Itu benar.”
“Apa alasan kamu berpartisipasi di tempat yang jauh?”
Jelas, itu adalah pertanyaan yang harus dia atasi. Jo Minjoon mencoba menjawab dengan baik tanpa terlihat gugup. Namun, dari suaranya terlihat sedikit dia merasa gugup.
“Dari kecil, saya bercita-cita menjadi chef. Setelah saya memasuki bangku kuliah, saya semakin bersungguh-sungguh mengejar cita-cita saya. Saya tidak ingin menundanya. Jadi saya ingin orang tua saya mengakui diri saya sebagai seorang chef. Oleh karena itu, Grand Chef merupakan kompetisi terbaik yang harus saya ikuti.”
“Aku berharap demikian. Ada banyak chef yang percaya diri mereka akan debut dengan sangat baik, namun ternyata didiskualifikasi dan dicemooh.”
“Semoga saya tidak berakhir seperti itu.”
Jo Minjoon menjawab dengan tenang. Melihat Jo Minjoon, Joseph memendam kekaguman. Jo Minjoon berbicara dengan tenang dan suaranya yang berat membuat orang-orang yang mendengar, menaruh perhatian padanya. Penampilannya juga cukup menarik bagi orang barat. Namun bukan karena dia orang Asia. Dia tampak seperti orang yang akan menjadi bintang, setidaknya seperti itu dari segi luar. Kisahnya yang datang jauh dari Korea untuk menjadi bintang Grand Chef cukup menarik.
‘tapi hanya jika dia punya keahlian.’
Berharap dia tidak akan terlambat untuk tahap selanjutnya. Joseph menoleh pada Alan dan Emily. Emily berkata,
“Mari kita mulai dengan beberapa pengetahuan dasar.”
“Iya.”
“Jelaskan perbedaan memotong bawang bombay secara vertikal dan horizontal!”
Jo Minjoon tersenyum lebar.
< Persiapan Grand Chef, dan… (1) > Selesai