Dewa Memasak – Bagian 117: Perjalanan kuliner (2)
Hasrat Jo Minjoon, indera pengecapan yang mutlak.
Kebanyakan orang cenderung mempunyai satu impian tetapi tidak ada orang yang bisa mengejar impian itu sambil membuang apa yang mereka miliki. Oleh karena itu, ketika saya hendak pergi untuk bertemu dengan pemuda itu, hati saya gugup. Berapa banyak orang di luar sana yang datang ke AS untuk berkompetisi hanya dengan ambisi dalam memasak?
Meskipun dia tidak mendapat kemenangan, dia mendapat kepopuleran yang chef Korea tidak bisa dapatkan setelah 10 atau 20 tahun berusaha. Meskipun kau tidak tahu tentang orang Korea, karakter yang bagaimana sih yang tidak menarik bagi mereka dalam program memasak, setidaknya diantara para pemasak Korea, dia akan menjadi salah satu yang terkenal. Hanya dengan mengetikkan namanya di situs pencarian, ratusan bahkan ribuan artikel yang membahasnya akan muncul. Jadi, memperdebatkan tentang ketenarannya lagi akan sia-sia.
Beberapa orang mungkin berpikir bahwa untuk seseorang yang bahkan tidak punya pengalaman untuk terkenal akan tidak realistis. Namun, aku tidak setuju dengan pemikiran itu. Jo Minjoon punya cukup kualifikasi untuk menunjukkan kepopulerannya. Pertama, dia jauh-jauh datang ke AS hanya dengan meyakini hasratnya dalam memasak, yang kedua, indera pegecapnya yang mutlak yang tidak dimiliki seorang pun di dunia ini.
Untuk mewawancarainya, kami jauh-jauh datang ke sini, menyetir mobil dan kami hampir menabrak tiang lampu jalan karena kami dimabuk ekspektasi dan hati kami sangat gugup. Dan setelah bahaya itu, Jo Minjoon menemui kami dengan senyum lebar dan lembut yang kita lihat dalam siaran.
- Kau mendapat permulaan yang lebih baik dibanding kebanyakan para chef Korea, bagaimana perasaanmu tentang itu?
- “Seperti itulah memasak. Meskipun kau memasak dengan baik, membumbuinya dengan baik, plating dengan cantik, tetapi jika kau jatuh tersandung kakimu sendiri, semua akan sia-sia. Aku masih belum menyelesaikan proses memasaknya. Oleh karena itu, momen ini terasa saya harus lebih berhati-hati. Jika saya mengacaukannya, resikonya lebih besar tetapi setidaknya, langkah pertama sudah bagus.”
- Apa alasannya kau tidak menyadari indera pengecapmu yang mutlak.
- “Mmm…..sebenarnya, ini agak sulit untuk menjawabnya bahwa saya mempunyai indera pengecap yang mutlak. Saya hanya bisa merasakan bahan-bahan dengan baik, lalu menilainya. Yaa, saya hanya membicarakan tentang tingkat kesulitan masakan.”
- Meski begitu, adegan Anda menebak 20 bahan secara berurutan itu membuatku begitu merinding. Sebenarnya, itu sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh orang di dunia ini. Kebanyakan dari semuanya menebak daging apa ini, tidak, bagian apa ini.
(Mendengar pernyataan itu, dia hanya menjawab dengan senyuman.)
- Kudengar bahwa Anda berencana melepas kuliah Anda, Anda tidak akan menyesal?
- ”Saya tidak akan menyesal. Jikalau saya mencurahkan waktu di jalur yang tidak untuk saya, saya akan lebih menyesal. Hidup ini pendek dan umur dua puluhan tidak datang dua kali. Karena ini periode waktu yang paling penting, saya ingin menghabiskannya pada hal yang paling saya cintai.”
- Aku memikirkan satu hal saat Anda bilang bahwa ini adalah hal yang paling Anda cintai…sementara Grand Chef berlangsung, ada seseorang yang berhubungan dengan rasa cinta Anda ini.
- “Oh…” (Dia berekspresi seolah-olah apa yang harus datang telah datang.)
- Boleh saya bertanya soal hubungan Anda dengan Kaya yang sebenarnya?
- “Sebenarnya jika dipikir-pikir, saat melihat bagian yang diedit, itu tampak seperti drama. Akan tetapi, hal yang pasti adalah hubungan di antara kami sebatas teman, bukan pasangan.
- Sebenarnya, bahkan saat Anda melihatnya setelah menghapus bagian romantisnya, saya mendapat kesan bahwa Anda dan Kaya sangat mirip dalam hal memasak. Nona Kaya cenderung memasak makanan internasional dan Anda pun begitu. Bagaimana menurut pendapat Anda?”
- “Sejujurnya, saya juga banyak memikirkan tentang hal itu. Kalau Kaya, dia bisa mengekspresikan semua hidangan suatu negara seolah-olah itu hidangan khasnya tetapi kalau saya, saya tidak bisa melakukan itu sebaik Kaya. Bukan karena Kaya mempelajari semua hidangan itu, melainkan dia sudah terbiasa karena dia punya banyak pengalaman dalam hidupnya.”
- Dan?
- “Sebenarnya, saat saya melihat orang-orang yang menyebut diri mereka master, mereka menginvestigasi dan mengembangkan satu hidangan selama puluhan tahun. Yang saya bicarakan adalah hidangan seperti seolleongtang(설렁탕), kalguksu(칼국수), kongnamul kukbap(콩나물국밥), sushi(초밥). Sejujurnya, meski saya mempunyai beberapa keahlian, akankah saya bisa melampaui orang-orang yang telah bertahun-tahun membuat seolleongtang and kalguksu?”
- Itu sangat sulit.
- Saya tidak berpikir bahwa itu sulit, tetapi tidak mungkin. Tidak, meski memikirkan antusiasme dan usaha seseorang, itu juga tidak mungkin. Oleh karena itu, pernah saya banyak bertanya-tanya bahwa saya membuat banyak hidangan tetapi tidak akan terasa begitu dalam.”
- Dengan memperhitungkan Anda mengatakan pernah itu berarti Anda bisa mengatasinya?
- Alih-alih mengatasinya, menurut saya, saya menemukan jawabannya. Pada akhirnya, spesialisasi setiap orang berbeda-beda. Terikat batasan atau tidak, jika Anda mencampurkan warna merah dan biru, awalnya Anda hanya akan melihat warna merah dan biru yang berbaur, tetapi jika Anda terus mengaduknya, warna ungu akan muncul. kemudian, Anda bisa mengambil contoh warna yang lain juga.”
Bisa bercengkerama dengan Jo Minjoon, tak ayal saya merasa takjub. Sebenarnya, alasan terbesar saya bertemu dengannya adalah karena kepopulerannya secara internasional tentang indera pengecapnya yang mutlak, tetapi setelah bertemu dengannya saya jadi ingin tahu lebih banyak tentang dunia memasaknya.
Bagi chef normal, lebih tepatnya chef muda, sulit untuk mempunyai filosofi memasak jika mereka tidak jenius. Akan tetapi, mungkinkah karena situasi yang spesial? Dia harus mempertanyakan banyak hal hingga sekarang dan hasilnya dia menciptakan filosofi memasaknya sendiri. Sama seperti kekhawatiran seorang chef yang semakin dalam, cita rasa jelas semakin dalam.
……..(ellipsis)……….
Tidak lama setelah itu, Jo Minjoon akan berpartisipasi pada program lanjutan Grand Chef yang berjudul Perjalanan Kuliner, yaitu program bepergian untuk mencicipi berbagai makanan. Orang-orang yang mempunyai akses ke sini akan berfokus pada poin bahwa orang Korea akan berpartisipasi pada siaran Amerika, tetapi saya ingin fokus di tempat lain.
Jika pemuda berbakat ini mempunyai pengalaman memasak berbagai budaya luar negeri, dan seandainya dia membuat hidangannya sendiri, betapa menakjubkannya hidangan yang akan dia masak? Jo Minjoon berkata bahwa penilaian objektif akhir adalah membuat makanan yang membuat orang-orang bahagia. Menurut saya, impiannya mungkin akan terrealisasi…karena hanya dengan membayangkan masakannya, saya sudah setengah bahagia.
–
Song Mingi : Jo Minjoon, kau keren.
Ahn YaeSeul : Jelas itu cowokku.
ㄴNopeMan : Tidak.
ㄴAhn YaeSeul : @NopeMan ㅡㅡ
Yakult : Program Perjalanan Kuliner tidak akan bisa dilihat di Korea, bukan?
ㄴ DumbNDumber : Kudengar tidak akan. Aku tidak tahu tentang kompetisi memasak, tetapi jika itu disiarkan di Korea itu akan mendapat cukup banyak penonton…
ㄴ Yakult : @DumbNDumber Ada siaran nasional yang mirip seperti itu. Tetapi menurutku, itulah alasan kenapa tidak populer, yaitu hanya sedikit orang-orang yang menonton program luar negeri dengan pengisi suara atau sulih teks.
Lee JungSeok : Lihat betapa tidak kompetennya reporter itu. Apa hanya itu yang bisa dia lakukan? Kau sebaiknya bertanya dahulu padanya saat mereka akan menikah.
MJ : Aku sebenarnya melihat Jo Minjoon, tetapi dia lebih baik dari pada di layar
ㄴ NopeMan : Tidak.
Jo Minjoon membaca semua komentar. Kepopulerannya di Korea bisa dikatakan bahwa ‘Oh, Aku telah mendengarnya. Dia yang mempunyai indera pengecap yang mutlak itu kan?’ Tidak banyak orang yang mengenalinya di jalan dan saat ada beberapa orang yang mengenalinya, mereka tidak sampai meminta tanda tangan Jo Minjoon meski ada pula sedikit sekali orang yang bertanya padanya untuk meminta berfoto dengannya…
Di tempat ini, kau tidak bisa merasakan ketertarikan mereka sama sekali. Brazil. Jo Minjoon menggantung selembar kertas yang bertuliskan nama Emily Potter dan berdiri di pintu masuk. Jo Minjoon berkata pada kameramennya.
“Emily terlambat. Pesawatnya harusnya sudah datang sejam yang lalu. Apa ada masalah di pemeriksaan yang membuatnya lama?”
Itu jelas tetapi kameramen tidak menjawab. Dia tidak bisa membuat suaranya tersiar.
Meskipun dia mendengar bahwa di sana ada banyak partisipan, dia harus sendirian dengan Emily pada siaran hari ini. Mungkinkah ini perasaan seperti mencari sekutumu? Martin berkata bahwa yang lain akan muncul satu per satu. Sejujurnya, dia tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan yang lain. Yang paling mengganggunya adalah makanan seperti apa yang akan dia makan.
“Akankah daging terlebih dahulu?’
Dia berpikir tentang sate churrasco panggang. Itu adalah makanan tradisional orang Brazil yaitu sate daging, sayuran, dll. Akan ada banyak hidangan selain itu tetapi Jo Minjoon hanya menyantap makanan orang Brazil yang itu.
Seorang wanita berambut pirang keluar pintu gerbang dan melihat-lihat ke sekeliling. Dia menggunakan celana jin pendek yang ketat, atasan putih dengan foto wajah Picasso dan kardigan yang berwarna campuran antara abu-abu dan biru. Sepertinya dia berusaha tidak tampak mewah, tetapi kesannya berlebihan. Meski jika dia menutupi separuh mukanya dengan kaca mata, kau bisa tahu bahwa dia adalah Emily Potter.
“Emily.” teriak Jo Minjoon.
Emily segera menoleh, dia tersenyum ceria lalu mendekati Jo Minjoon.
“Oh, maaf. Aku terlambat ya?”
“Apa terjadi sesuatu pada saat pemeriksaan?”
“Bukan aku, tetapi orang di depanku yang tampaknya berusaha masuk dengan membawa narkotika, dan dia tertangkap.”
“…Betapa menyeramkannya Brazil.”
“Bukankah AS juga seperti itu? Iya, hampir sama.” kata Emily sambil melepas kaca matanya. Dia mengerutkan dahi karena sinar matahari lalu berkata
“Martin, ke mana kita sekarang?”
“Sebelum mengatakan ke mana kita pergi, kami akan mengatakan aturan dasarnya.”
“Aturan?” tanya Emily bingung. Martin tertawa mengejeknya.
“Kalian akan menyantap makanan tiga kali sehari. Tidak masalah apakah kalian membelinya atau memasaknya sendiri. Hanya saja, kalian harus menyantap sesuatu yang bisa disebut makanan.”
“Bagaimana jika kami tidak melakukannya?’
“Kalian akan diberi penalti. Sebagai contoh tidur di luar, pengurangan ongkos aktivitas.”
“…Baiklah. Apa ada yang lain yang perlu kami tahu?”
“Karena ini hari pertama, ayo kita menarik sebuah lelucon.”
“Lelucon?”
“Kau akan segera tahu tentang itu.”
Emily dan Jo Minjoon saling berpandangan tanpa berkata apa-apa. Wajah mereka masing-masing adalah cermin. Mereka sama-sama gugup. Keduanya sama-sama sedang berpikir. ‘Itu tidak akan menjadi suasana romantis…’ Martin memeriksa jadwal lalu berkata.
“Ini pukul 10 pagi. Karena hari ini siaran pertama, aku akan memberimu satu keistimewaan.”
“…Keistimewaan apa?”
Martin menyeringai
“Kalian boleh hanya makan siang dan makan malam. Kami akan mengabaikan sarapan.”
“…Apa?”
Mereka tidak mengerti kenapa itu disebut keistimewaan. Wajah Emily menjadi bingung lalu berkata.
“Berapa banyak kau akan memberi kami makanan?”
“Aku tidak tahu. Kau yangharus memutuskan.”
“Kami bisa memilih berapa banyak yang kami dapat?”
“Pilihan adalah pilihan.”
Martin memberi sebuah kaleng. Sebuah kaleng dengan tongkat kayu panjang di dalamnya. Lalu berkata dengan suara jahil.
“Ini, pilihlah.”
< Perjalanan Kuliner (2) > Selesai
(Catatan PR: Tampak seperti sebuah awal bunga api … Aku merasa gembira…dan juga lapar.)