Dewa Memasak – Bagian 12: Babak Penyisihan Grand Chef, dan… (3)
Ini adalah bagian tambahan yang terakhir!
7 poin. Itu adalah skor terbaik yang Jo Minjoon dapatkan. Skor itu sedikit di bawah 10 namun Jo Minjoon mendapatkan insting, bahwa setiap kali skornya bertambah satu, perbedaannya sangat besar meski hanya satu poin.
Selama 15 hari terakhir, Jo Minjoon mencoba banyak restoran di New York. Di antara semua restoran yang dia coba, hanya dua di antaranya yang meraih bintang Michelin. Satu restoran meraih 2 bintang, dan satunya lagi meraih 1 bintang. Kedua restoran itu sangat terkenal bahkan para pendatang pun tahu, dan kau juga pasti akan tahu tentang itu.
Namun di sana tidak ada hidangan yang bernilai 10. Semua hidangan itu bernilai 8 poin, bahkan ada yang bernilai 7 poin. Ada juga hidangan yang bernilai 9 poin namun lebih jarang lagi muncul dari pada hidangan bernilai 7 poin.
Lebih tepatnya, Jo Minjoon hanya makan satu kali hidangan yang bernilai 9 poin. Dan itu adalah hidangan di restoran yang mendapat 2 bintang Michelin, ‘East Rabbit Graden’. Itu adalah restoran yang diperkirakan akan mendapatkan bintang Michelin yang ke-3.
Memakan hidangan bernilai 9 poin yang dia makan di restoran tersebut adalah pengalaman menakjubkan yang Jo Minjoon tidak bisa bandingkan dengan apapun dalam hidupnya. Itu adalah sebuah hidangan sempurna dari iga domba bakar dengan saus kari.
Jo Minjoon tidak pernah terpikir bahwa dia akan terkejut karena sebuah hidangan dalam hidupnya. Dia berpikir bahwa dia mungkin akan terkejut jika bertemu dengan hidangan yang menjijikkan. Namun dia tidak pernah terpikir bahwa sebuah hidangan yang sangat lezat dapat membuatnya terkejut setengah mati. Namun, dia salah. Pertama, aroma kari yang muncul memiliki harmonisasi yang unik. Ketika hidangan tersebut menyentuh lidah dan aroma kari masuk ke dalam rongga hidung, aroma daging domba menyusul kemudian. Ketika di bakar, maksudku, permukaan luar dari daging iga yang terbakar sempurna menyimpan aroma unik dan akan menyeruak di dalam rongga mulutmu. Merasakan aroma yang hanya menyerbu di dalam rongga mulut dan tidak sampai ke hidung merupakan kejadian yang sungguh ajaib dan membuat terhanyut ke dalam momen itu.
Ketika dia sadar kembali, dia tidak bisa menikmati cita rasa hidangan itu dengan baik karena telah memakan habis semuanya dalam waktu singkat. Pada saat itu, keterkejutan Jo Minjoon tidak biasa. Dia merasakan dengan jelas melalui lidahnya, keahlian memasak yang sangat tinggi.
Oleh karena itu, Jo Minjoon tidak terlalu kecewa pada dirinya karena membuat hidangan yang hanya bernilai 7 poin. Dia berpikir bahwa saat ini kemampuan yang dimilikinya memang masih setingkat itu. Barangkali itu adalah hasil dari kerja keras. Jadi itu bukan skor yang mengecewakan, namun skor yang harus disyukuri.
Jo Minjoon mendorong kereta yang di atasnya tersaji hidangan ikan panggang yang dia buat dan pergi menuju ke ruangan para juri. Karena banyak peserta yang keluar dan masuk, area siaran dipenuhi dengan berbagai aroma makanan.
Jo Minjoon mencari keberadaan masing-masing juri. Yang pertama dilihatnya adalah Emily Potter. Lebih tepatnya, Jo Minjoon melihat ke jendela ruangan tepat di sudut Emily Potter terlihat.
[Emily Potter]
Level Memasak: 3
Level Memanggang: 6
Level Mengecap: 9
Level Mendekorasi: 6
Itu termasuk level yang tinggi. Dia menghela nafas mengetahui level mengecap Emily Potter. Dengan keahlian setingkat itu, maka mencicipi makanan yang sama akan terasa sangat berbeda baginya.
Level mengecap Alan juga 9. Yang berbeda adalah level mengecap Joseph hanya 8. Jo Minjoon mengira mungkin karena pengaruh umur. Jika seseorang memasuki usia kepala empat, maka kepekaan indera pengecap mulai berkurang.
Namun, dalam kasus keahlian memasak, akan terjadi sebaliknya. Level memasak Joseph 9 sedangkan level memasak Alan 8. Dengan memperhatikan usia Joseph, hal itu dapat dimengerti. Dia tidak bisa menebak dengan baik, mungkin Joseph sudah berusia kepala enam. Karena dia memiliki pengalaman 10 tahun lebih lama dari pada Alan, level memasaknya pun lebih tinggi.
Dan pada saat itu, Jo Minjoon bertanya-tanya. Jika seseorang sekelas dunia seperti Joseph tidak mempunyai keahlian 10 poin, maka siapa yang punya? Tidak, tidak mungkin ada orang dengan level sempurna. Tiba-tiba Alan Craig berteriak dengan lantang.
“Minjoon. Berapa lama lagi kau akan membuat kita menunggu?”
“Ah, maafkan aku.”
Setelah membungkuk sedikit, Jo Minjoon mengangkat piring sajiannya dan membawanya ke meja juri. Setelah dia meletakkan hidangan itu, yang pertama mendekat adalah Alan. Dia memiliki badan yang ramping namun berotot. Dari penampilannya, kau bisa tahu dia adalah orang yang perfeksionis.
“Apakah ini ikan air tawar?”
“Iya. Aku memasak ikan itu dengan teknik arroser dan menambahkan saus pedas di atasnya. Kepedasan yang unik dari saus itu dan cita rasa dari ikan akan berpadu dengan baik.”
“Kita akan tahu itu setelah mencicipinya.”
Alan menjawab dengan sikap meragukan. Itu tidak terlalu menyinggung Jo Minjoon. Dia tahu dengan jelas melalui siaran bahwa dia memang chef yang berperangai seperti itu. Meski dia tidak tahu itu merupakan watak aslinya atau sekedar konsep program.
Alan mencicipi filet daging ikan itu setelah mengirisnya dengan pisau. Jo Minjoon diam memandangi Alan. Itu hidangan bernilai 7 poin. Dia sudah tahu bahwa dia tidak gagal. Dia tidak perlu merasa gugup. Jika kau tahu bagaimana menilai sebuah hidangan, maka hidangan ikan itu tidak akan menuai kritikan.
Ketika Jo Minjoon masih memperhatikan Alan, Alan mengelap mulutnya dengan lap tangan dan kembali. Tidak ada komentar dan wajah Jo Minjoon sedikit tenang. Setelah itu Emily Potter. Dia memasukkan potongan daging ikan ke mulutnya dengan ekspresi sesuai dugaan. Setelah memejamkan matanya, kemudian dia mulai menikmatinya. Meski dia memiliki wajah yang culas, Jo Minjoon melihat sekilas ada senyuman terbentuk di wajahnya.
Yang terakhir adalah Joseph Vincent. Jo Minjoon pasrah tapi dia merasa, di balik wajah keriput Joseph, tersembunyi aura seorang master. Pada saat itu, dia pasrah dan sedikit gugup. Tapi bukan karena dia takut Joseph akan mengevaluasi hidangannya dengan sembrono. Sekarang Josseph akan mencicipi hidangannya. Salah satu chef top akan mencicipi hidangannya. Bahkan sebelum reinkarnasi, dia bekerja mengupas bawang di restoran yang tidak mendapatkan bintang Michelin. Tapi sekarang Josseph akan mencicipi hidangannya. Sebelum itu, Joseph bertanya pada Jo Minjoon,
“Apakah menurutmu kau sudah memasaknya dengan baik?”
“…Itu adalah hidangan terbaikku saat ini.”
“Lalu jika ini tidak lezat berarti kau tidak akan punya masa depan di sini.”
Joseph mengatakan itu, seolah-olah mencoba menakut-nakuti Jo Minjoon. Namun Jo Minjoon tidak gentar. Jo Minjoon membalas dengan suara yang tenang. Suaranya masih punya kekuatan meski nadanya rendah.
“Rasanya pasti enak.”
“Bagus. Semoga perkataanmu benar.”
Setelah Joseph mengatakan itu, dia memakan potongan terakhir fillet daging ikan seluruhnya. Dia menikmatinya sebentar, kemudian dia tersenyum, lalu mundur ke posisinya.
Ketiga juri berdiskusi. Suara mereka terlalu rendah sehingga Jo Minjoon tidak bisa mendengarnya. Diskusinya tidak berlangsung lama. Setelah para juri mengangguk tanda sepakat, mereka segera kembali ke posisinya. Alan membuka suara untuk pertama kali,
“Minjoon. Menurutmu bagaimana hasil evaluasi dari kami?”
“Aku yakin hasilnya bagus.”
“Dari segi apa?”
“Jika itu adalah hidangan yang gagal, aku tidak akan menempatkannya di piring untuk disajikan pada kalian.”
Alan tersenyum pada perkataan Jo Minjoon dan menoleh pada Emily. Emily melanjutkan evaluasi.
“Memasak fillet daging ikan menggunakan teknik arroser merupakan pilihan yang benar-benar bagus. Ketika aku mengunyah itu, aku bisa merasakan aroma mentega dan minyak ikan menyebar di mulutku”
“Terima kasih.”
“Saus pedasnya juga enak. Biasanya saus paprika yang dipadukan dengan ikan, tapi rasa pedas dari cabai di saus ini memberikan cita rasa yang unik. Ini tidak terlalu pedas, namun cukup menegangkan di mulut, sehingga cita rasa ikan juga kuat. Aku menikmatinya. Jadi kau lolos.”
Emily tersenyum lebar dan evaluasi selesai. Alan mengangguk-angguk dan menatap Jo Minjoon.
“Pendapatku sama dengan Emily. Secara personal menurutku, ini adalah hidangan yang paling lezat dengan tema ikan. Saus pedas ini adalah menu khas andalanmu, tunjukkan warnanya sebagai ciri khasnya. Ada yang sedikit mengecewakan, yaitu dekorasinya. Meski bukan hal utama untuk penilaian, namun ini penting. Masakan dengan kreativitas, lebih dari dekorasi tanpa kreativitas. Ini sedikit mengecewakan.”
“Iya. Selanjutnya aku akan belajar lagi tentang plating.”
“Bagus. Maka aku lega dan akan meloloskanmu. Dekorasi hidangan ini tidak terlalu bagus. Masakanmu lezat. Minjoon, kau pintar dalam melezatkan makanan. Dan kau percaya diri, itu bagus.”
Pada saat itu, semangat Jo Minjoon membara dan merasakan sesuatu di dadanya naik. Dia merasa segala kegundahan dan kekecewaan yang dia rasakan selama ini reda karena perkataan itu. Itu hanyalah sebuah kata-kata. Tapi dia sangat bersyukur dan bahagia karena perkataan itu.
Secara pribadi, dia berpikir bahwa orang-orang yang menitikkan air mata pada audisi ini di siarkan untuk memberikan efek emosional. Namun, setelah datang ke tempat ini dan mendengarkan pujian dari para juri, Jo Minjoon baru menyadari kenapa mereka sampai menangis. Seolah-olah kehidupannya yang lalu dan hasratnya telah diakui. Jika hasrat tersebut sangat dalam, mereka pasti akan menitikkan air mata.
Namun Jo Minjoon tidak menangis. Bahkan jika dia merasa ingin menangis, dia benar-benar tidak ingin menitikkan air mata di tempat seperti ini. Dia ingin menitikkan air matanya nanti saat dia memegang trofi kemenangan di Grand Chef.
Jo Minjoon bersyukur, karena setelah itu Joseph berkata sesuatu, sehingga dia bisa mengatasi perasaannya. Joseph berkata dengan nada yang lembut,
“Minjoon, waktu pertama kali kau datang ke sini, kau bilang bahwa Grand Chef adalah kompetisi yang bagus. Sekarang aku setuju denganmu. Grand Chef adalah panggung kompetisi yang diadakan untuk orang-orang sepertimu. Ini adalah panggungmu. Aku berharap kau terus menampilkan keahlianmu pada tahap selanjutnya. Aku menikmatinya. Itu tadi adalah masakan yang enak. Minjoon, …”
Setelah Joseph menarik nafas, dia melanjutkan perkataannya lagi sambil tersenyum.
“Kau lolos.”
< Persiapan Grand Chef, dan… (3) > Selesai