Dewa Memasak – Bagian 124: Tenda yang membungkus kios jalanan (3)
Jelas, pria itu tidak mungkin memukul Jo Minjoon. Tentu, meski dia memukul Jo Minjoon, bukan berarti bahwa pemuda itu telah minta maaf. Dia bergumam sesuatu pada dirinya sendiri lalu menghilang dalam keramaian. Jo Min Joon menghela nafas. Normalnya, dia tidak akan ikut campur seperti ini, tetapi dia tidak bisa memaafkan orang yang menyalahkan hidangan yang tidak bermasalah sama sekali. Itu sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Dia adalah seorang chef.
“…Aku paham pemikiranmu, tetapi itu terlalu sembrono.” kata Emily
“Aku tahu. Sungguh, kupikir aku akan dipukul.” kata Jo Minjoon lega.
“Jika pemuda itu sedikit tolol, kau pasti mendapatkannya. Bagaimana jika dia melukai tanganmu?”
“Aku akan merenungkannya.”
Dan seperti itulah, percakapan di antara mereka berdua. Pemilik kedai yang dihina pemuda itu, menghampiri mereka lalu memberikan 2 ayam kochi. Wajahnya yang keriput tersenyum.
“Terima kasih. Ini hadiah.”
Jo Minjoon menerima kochi tersebut, dan satu lagi diberikan pada Emily. Mungkin hal itu karena kemampuan berbahasa Inggris pemilik kedai yang sedikit, dia tidak mengatakan apa-apa lagi lalu kembali. Jo Minjoon menyeringai dan berkata,
“Meski demikian, kita mendapat kochi. Berdiskusi selama 5 menit kemudian mendapatkan 2 kochi sepertinya cukup menguntungkan.”
Emily tersenyum seolah dia kehabisan kata-kata lalu menggigit kochi. Seketika itu, dia mengerutkan dahi.
“Ini lumayan. Dia membuat skandal dengan ini?”
“Bagaimana? Apa kau masih berpikir bahwa aku ikut campur untuk hal yang tidak berguna?”
“…Separuh separuh.”
Saat mereka bercakap-cakap seperti itu, dan hampir memakan semua kochi. PD menghampiri dan memberi mereka dua catatan. Sepertinya PD juga mengkalkulasi 2 kochi yang mereka makan. Emily bertanya dengan suara santai.
“Apa saja petunjuknya sampai saat ini?”
“Laut. Bangunan. Suatu tempat yang kita tahu. 3 hal ini. Dan kita punya satu lagi sekarang. Pada catatanku, tertulis ‘mahal’ Bagaimana dengamu, Emily?”
“Punyaku tertulis puncak…Oh!” seru Emily.
Jo Minjoon tidak, tetapi sepertinya dia juga tahu arti petunjuk-petunjuk itu. Dia membuka mulut dan berteriak,
“Penthouse!”
“Aku memikirkan hal yang sama!”
Satu-satunya tempat yang mahal, bagunan yang berada di atas laut, dan di puncak, itu adalah penthouse yang Martin bicarakan. Emily memegang kepalanya lalu berkata.
“Agh. Bahkan sejak dikatakan bahwa itu suatu tempat yang kita ketahui, seharusnya aku sadar. Memangnya berapa banyak tempat di Thailand yang aku tahu?”
“Bagaimana sebaiknya kita pergi? Apa sebaiknya naik taxi?”
“Aku ingin naik becak, tapi kita tidak sempat mengejar romantisme. Tim Anderson tidak akan menemukannya, bukan?”
“Kita tidak tahu. Ayo cepat pergi.”
Jo Minjoon mendesak Emily dengan wajah tergesa-gesa. Emily tidak tahu, arti ini bagi Jo Minjoon hingga bertingkah seperti itu, terlepas dari penthouse, Jo Minjoon merasakan sebuah kompetisi. Melihat Jo Minjoon sedikit tampak seperti anak kecil, Emily berpikir.
‘Dia memang masih muda.’
Untuk bisa mencurahkan hasratnya bahkan pada hal kecil seperti ini. Jika Jo Minjoon mendengarnya, dia tidak akan suka, tetapi Emily berpikir bahwa Jo Minjoon menggemaskan.
Setelah mereka naik taxi selama sekian waktu, mereka bisa melihat komplek hunian apartemen Bangunan-bangunan itu tinggi dan luas dan saat mereka masuk ke dalamnya, Emilyberseru.
“Dari yang aku tahu, penthouse ini belum terjual selama 6 bulan karena terlalu mahal.”
“Lalu siapa pemiliknya saat ini?”
“Keluarga kerajaan.”
“Wow, sepertinya mereka sungguh kaya.”
“Itu benar, mereka punya banyak uang, tetapi yang paling utama adalah bukan berarti mereka membelinya. Karena tidak dijual, penthouse ditawarkan pada keluarga kerajaan, untuk meningkatkan kesan mewahnya. Mereka mengkalkulasi seperti itu. Pikirkanlah. Jika orang naik ke atas, tidak, jika raja negara ini tinggal dalam satu apartemen denganmu, tidak, bahkan dia bukan tinggal, maksudku, kau tinggal rumah raja, bukankah kau akan merasa bangga?”
Itu kisah yang meyakinkan. Jo Minjoon, yang menyimak dengan santai, menatapnya dengan ragu-ragu.
“Tunggu. Jadi keluarga kerjaan memberi kita penginapan?”
“Itulah kenapa aku terkejut. Sebenarnya, aku mendengar bahwa saat tamu nasional datang, keluarga kerajaan meminjamkannya pada mereka, tetapi sulit masuk ke sini saat terakhir aku datang ke sini. Pastinya…”
“Pastinya apa?”
“Mungkinkah karena Rachel? Aku tidak akan tahu kalau tentang anak muda, tetapi setidaknya, 10 tahun yang lalu, Rachel Rose sungguh seorang legenda. Lebih tepatnya, saat dia menjalankan Rose Island dengan suaminya.”
Setiap kali dia mendengar hal ini, dia penasaran. Betapa menakjubkannya suami Rachel. Meskipun dia mencari di internet, tidak banyak yang muncul, mungkin karena itu terjadi sebelum hal itu semakin aktif. Hanya informasi tentang epicurean yang merefleksikannya sepanjang yang bisa dia temukan.
Saat mereka memasuki lift, di sana ada banyak tombol karena ada banyak lantai. Saat mereka menekan tombol 83, yang merupakan lantai tertinggi, Emily tersenyum ceria.
“Aku akan bisa menghapus satu hal dalam daftar impianku.”
“Apa tempat ini semenakjubkan itu?”
“Hal yang paling mahal di dunia ini tidak selalu bisa dibeli dengan uang. Penthouse, tempat kita berada saat ini, seperti itu.”
“Kita seharusnya menyampaikan terima kasih pada Rachel.”
“Kau seharusnya tahu betapa berharganya harta karun yang kau punya, Minjoon. Ketertarikan Rachel terhadap seseorang tidak bisa diperoleh hanya dengan usaha.”
“Aku tahu. Kadang-kadang aku sampai sakit perut karena ekspektasinya terlalu tinggi…Aku harus melihatnya. Ekspektasi itu. Baginya dan bagiku.”
“Apa ini karena di depan kamera? Kalimat itu terasa menggelitik.”
“Apa sebegitu terlihat?”
Jo Minjoon tersenyum malu. Lift berhenti. Pintu yang berlapis emas terbuka, lalu apa yang terlihat selanjutya adalah sebuah ruangan dengan suasana yang nyaman. Sebuah ruangan yang hanya punya satu pintu dan satu lift di antaranya, ya itu tampak seperti sejenis lift. Momen saat kameramen dan PD masuk bersama ke dalam ruangan, pintu terbuka dengan kasar lalu Martin muncul.
“Selamat. Emily, Minjoon. Kau sudah tahu jawabannya.”
“Kami yang pertama, bukan? Hah?”
Emily bertanya dengan hati-hati. Jo Minjoon hanya tertawa melihat ekspresi Emily. Waktu itu, dia adalah seorang juri yang mengusik para peserta, tetapi sekarang, dia sama seperti dirinya yang melongo menatap mulut Martin. Martin tidak menjawab lalu menunjuk pintu.
“Masuklah.”
“Eeh. Kenapa kau seperti ini lagi? Bertingkah menakutkan. Kita menang, bukan?”
Martin menjawab dengan senyuman. Pada akhirnya Emily dan Jo Minjoon masuk, lalu pada saat itu, seketika mereka melongo. Tidak ada yang bisa dikatakan tentang betapa lebarnya, dan atapnya yang begitu tinggi.
Pada lantai marmer, ada furnitur berwarna putih yang ditempatkan. Melalui kaca yang diletakkan di tengah dinding, bisa terlihat dengan jelas pemandangan Pattaya. Di bawah bangunan penuh dengan lampu warna kuning dan putih, lampu mobil bergerak dengan lambat seperti segerombolan lebah.
Inilah kenapa mereka bertanya-tanya kenapa penthouse merupakan simbol romantisme. Saat Jo Minjoon terhipnotis oleh indahnya pemandangan lampu-lampu yang bergerak itu. Sebuah suara dari seorang lansia terdengar, suaranya tidak berat.
“Hahaha, sepertinya Rachel, si nenek jompo terlambat.”
Jo Minjoon menoleh Jo Minjoon melihat seorang pria tua, setelah itu tanpa sadar dia membungkukkan badan lalu berhenti. Mungkinkah dia berusia 70-an tahun. Sebenarnya, dia hendak menunjukkan sikap hormat pada orang tua, tetapi ini bukan Korea.
“Ah…Mungkinkah Anda orang baru?”
“Benar. Dan kau pasti Jo Minjoon yang terkenal itu?”
“Oh, iya.”
“Aku Jeremy Bennett. Aku seorang epicurean. Sepertinya ini pertama kalinya aku bertemu denganmu.”
“Oh, aku Emily Potter. Aku mendengar sesuatu tentangmu. Tetapi mungkinkah Anda…seseorang yang mereka maksud temanku?”
Keraguan muncul di mata Emily. Dia pernah mendengar nama Jeremy Bennett, tetapi dia tidak bisa mengatakan bahwa dia mengenalnya. Jeremy perlahan menggelengkan kepala lalu berkata.
“Tidak. Teman wanitamu di sini sekarang … Mungkin dia sedang di toilet?”
“Wanita? Dia wanita?”
“Iya dan agak lebih muda.”
Emily semakin bingung. Tidak banyak yang bisa dia tebak. Tetapi pada saat itu, sebuah pintu dari samping terbuka, kemudian terdengar suara ‘tuk tuk tuk’ dari sepatu hak tinggi. Pada saat itu, mereka bertiga menoleh. Seketika itu, Jo Minjoon terkejut. Bukan karena pakaiannya yang terbuka pada bagian dada, tetapi karena kesan dari wanita itu.
‘dia terkesan seperti Kaya.’
Bukan karena dia mirip seperti Kaya, dibanding Kaya, dia tampak tidak terlalu galak, dan dari penampilannya, sangat terlihat dia berasal dari Amerika Selatan. Jika ada hal yang mirip dengan Kaya, itu adalah rambutnya yang hitam dan mata birunya. Akan tetapi, pesona menakutkan dan kasar yang memancar darinya membuat Jo Minjoon berpikir dia seperti Kaya.
Di sisi lain, Emily merasakan hal berbeda dari apa yang dirasakan Jo Minjoon. Emily keheranan. Bukan hal yang bagus. Dia berkata seolah dia tidak percaya sama sekali.
“Sera…….?! Bagaimana mungkin kau ada di sini?”
“Aku datang sebagai epicurean. Lama tak jumpa, Emily.”
“Kau epicurean? Sejak kapan?”
“Entahlah. Setahun mungkin? Aku cukup terkenal akhir-akhir ini sebagai epicurean terseksi di Amerika.”
Wanita yang dipanggil Sera itu menjawab dengan santai lalu mendekati Jo Minjoon lalu mengulurkan tangannya.
“Ini pertama kalinya aku melihatmu. Aku Sera Keich.”
“Oh, aku Jo Minjoon.”
Jo Minjoon menjabat tangannya. Sera tersenyum memesona yang bisa menggoda kebanyakan pria. Lalu dia berkata.
“Aku ingin melihatmu setidaknya sekali. Kau tahu kan akhir-akhir ini, kau cukup terkenal?”
“Benarkah?”
“Iya. Kau juga punya indera pengecapan yang mutlak. Tetapi secara pribadi, aku penggemar gaya memasakmu. Aku menyimak Grand Chef dengan baik.”
“Aku merasa berterima kasih karena perkataan baikmu.”
Kesan pertama partisipan yang baru tidak buruk. Meski begitu, hubungan antara Sera dan Emily tampaknya agak sulit, jika dibilang bahwa mereka adalah teman.
Begitu pun dengan Rachel, yang datang setelah 30 menit. Begitu dia melihat Jeremy, tiba-tiba dia mengerutkan dahi.
“Kau masih hidup?”
“Kenapa aku harus mati jika Rachel Rose masih ada? Aku harus tetap hidup sampai keponakanku bertemu dengan keponakannya.”
Saat mereka berbincang seperti itu, Anderson berada di sisi ruangan sedang ngos-ngosan pelan dan wajahnya pucat. Melihat usia Rachel, dia tidak bisa makan banyak… Dan semua petunjukknya samar. Oleh karena itu, Anderson harus makan semua itu.
“…Apa kau baik-baik saja?”
“Jangan berbicara… Aagh.”
Bahkan setelah itu, Anderson masuk ke toilet beberapa kali. Jika ada sesuatu yang membuat mereka nyaman, itu adalah Martin yang mempersiapkan hadiah untuk mereka, meski bukan sesuatu yang spesial. Hadiah itu adalah bahwa Emily dan Jo Minjoon bisa tinggal di penthouse bersama dengan Anderson dan Rachel.
Bukan karena belas kasihan, sepertinya sejak awal Martin telah merencanakannya. Jika Rachel tidak ikut bermalam di penthouse, hal itu akan menjadikan mereka tampak mengabaikan kabaikan raja.
Hari itu, mungkin karena Jo Minjoon tidak bisa terbiasa dengan kasur dan selimut mewah, bahkan sebelum fajar, Jo Minjoon sudah bangun. Lucunya, apa yang dia pikirkan adalah memasak. Segera setelah dia membuka mata, dia teringat hidangan warna-warni yang dijajakan pemilik kedai-kedai di Thailand. Dia tidak bisa menahannya.
Dia berajak dari tempat tidur, lalu dia membuka lemari pendingin sembari berpikir barangkali dia beruntung ada bahan-bahan yang tersimpan. Entah apakah staf yang menyediakan itu ataukah sudah ada di sana atas inisiatif pengelola penthouse. Hal yang paling penting adalah dia bisa memasak sekarang.
Tepatnya, ada empat macam hidangan yang dia makan di kedai. Panekuk pisang, barbeku ayam, pad thai yang terbuat dari udang goreng dan mie, dan galbi daging sapi yang direbus dalam kecap. Tetapi adegan memasak yang dia lihat sembari lewat bukan hanya empat hidangan itu. Tom yum dengan kuah bening, phat kai paomu 팟카파오무 (tidak yakin dengan ini) yang digoreng dengan daun basil dan daging babi. Ketan mangga dengan susu kental manis dan buah mangga di atasnya.
Tentu, dia hanya bisa tahu bahan-bahannya. Akan tetapi, jika dia tidak memasukkan itu ke dalam mulutnya, dia tidak akan bisa tahu resepnya. Setidaknya seperti itu dengan kekuatan resep pada sistem. Hanya karena itu, bukan berati dia harus terus menonton proses memasaknya. Jo Minjoon melihat banyak hidangan dan dia yakin bisa membuat hidangan-hidangan itu sendiri.
Di lemari pendingin tersedia semua bahan-bahan itu, daging sapi, daging babi, daging ayam, daging bebek, kepiting, udang, dan sayuran dasar serta beberapa buah. Jo Minjoon sekilas memeriksa layar sistem.
[Pemahaman masakan Thailand] – Kecakapan 13%
Seluruh pemahaman Anda tentang masakan Thailand meningkat.
Kemungkinan hidangan gagal saat membuat hidangan Thailand menurun.
Anda bisa membuat hidangan yang lebih tinggi dari level memasak Anda dengan probabilitas rendah.
Itu bukan kecakapan yang tinggi. Dengan semua pengalaman yang dia miliki, sulit untuk membuat hidangan yang baik dibanding dengan hidangan dengan kecakapan rendah. Antara sushi yang dibuat oleh chef dengan berbagai gaya dan pengalaman puluhan tahun dan sushi yang dibuat oleh chef Jepang dengan pengalaman 3 tahun, kau akan mempertimbangkan bahwa yang kedua lebih baik.
Jo Minjoon menaikkan lengan bajunya. Ada beberapa kamera terpasang di sisi dapur tetapi tidak ada orang di sini. Oleh karena itu, suasana terasa lebih baik karena dia bisa berkonsentrasi penuh.
Pertama, dia merendam mie bihun dalam air, lalu Jo Minjoon mulai membuat ulang hidangan-hidangan yang dia lihat. Hal yang paling baru adalah dia bisa menggunakan minyak kelapa alih-alih mentega. Sebenarnya, dia tidak akan bisa menggunakan minyak kelapa karena mahal, tetapi di Thailand, minyak kelapa tidak begitu mahal.
Bukan berarti dia membuat ulang resep aslinya karena itu tidak perlu. Sebagai contoh, pada pad thai yang dia makan kemarin, ada kacang berukuran besar dimasukkan ke dalamnya, tetapi pada pad thai yang dia buat, kacang di cincang menjadi berukuran kecil dan saat dia menggorengnya dia bahkan menuangkan sedikit sangsom, yang merupakan alkohol khas Thailand, dan menaikkan api ke atas wajan.
Senyuman muncul di wajah Jo Minjoon. Beberapa orang mungkin tidak bisa memahami Jo Minjoon yang tampak lebih bahagia saat memasak daripada saat makan. Tidak, sebenarnya saat dia makan, kepalanya bahkan penuh dengan pertanyaan ‘bagaimana aku bisa mengubah ini?’ jadi memasak mungkin memang terasa lebih menyenangkan.
Saat dia meletakkan hidangan satu per satu di meja, suara seorang pria yang masih belum sepenuhnya bangun terdengar.
“Apa yang kau lakukan sepagi ini?”
“Oh, apa Anda terbangun karena aku?”
“Tidak, bukan begitu.” Jika kau sudah tua, kau cenderung mengurangi tidur. Dan sering buang air kecil. Boleh aku makan ini?”
“Tentu saja. Aku membuat ini untuk dimakan oleh semuanya.”
Jeremy mengambil sedikit pad thai dengan ekspresi tidak jelas. Kemudian, dia menuangkan sedikit sari paprika merah dan cuka Thailand. Jo Minjoon melihatnya dengan wajah terkejut. Skor masakan yang berlevel 6, seketika naik menjadi 7. Jeremy menggigitnya lalu gemetar. Dibanding seelumnya, dia melihat Jo Minjoon dengan mata berbinar.
“Kau menyelimuti cita rasa dengan api begitu baik. Selain itu, sepertinya kau menaikkan api ke atasnya…”
“Oh, iya. Aku melakukannya dengan sangsom. Tetapi hal yang Anda lakukan sebelumnya…”
“Itu sesuatu yang tidak banyak orang tahu. Anda menuangkan sedikit sari paprika merah lalu cuka Thailand untuk pad thai. Jika Anda tidak melakukannya, hidangan itu tidak begitu lezat. Aku telah belajar hal yang bagus.”kata Jo Minjoon dengan wajah takjub. Jeremy menyeringai.
“Aku hanya tahu bagaimana makan dengan nikmat.”
“Makan dengan nikmat adalah hal yang paling sulit.”
“Jadi makan dengan nikmat sepertimu mudah? Saat aku muda dulu, aku juga mengurus restoran, sebagi chef kepala. Tidak, sebenarnya itu restoran kecil lucu jika dikatakan aku adalah chef kepala. Itu adalah tempat kecil yang aku jalankan bersama dengan temanku. Orang-orang yang bertingkah seperti epicurean selalu melontarkan komentar buruk…dan yaaa, hanya dengan memperhitungkan itu. Omong-omong, aku bukan lagi seorang chef.”
Seiring berjalannya waktu, yang lain mulai bangun dan berkumpul di dapur. Dan mereka berseru melihat hidangan yang dibuat Jo Minjoon. Karena usahanya, mereka hanya bisa mengekspresikan rasa takjub pada Jo Minjoon yang membuat hidangan persis seperti yang dia lihat pertama kali. Untuk membuat ulang sesuatu yang hanya dilihat dan tidak mencicipinya, bukan hanya masalah indera pengecapnya, melainkan keunggulan dari pengamatan dan konsentrasi orang tersebut.
“Kau sungguh mesin duplikat.” kata Sera.
“….Penduplikat?”
“Seorang penduplikat masakan. Bagaimana kalau mencuri semua menu di kedai lalu membuat yang baru bersamaku?”
Jo Minjoon hanya tertawa dengan niatan tak berdasar itu, tetapi meski begitu, dia merasa cukup bahagia mendengar pujian dari mereka. Jo Minjoon memeriksa bagaimana orang-orang berkumpul di meja makan. Sayangnya, hidangannya tidak ada yang berskor 8 karena dia masih belum memahami dengan baik tentang saus ala Thailand. Jadi, jelas, itu keberuntungan bahwa dia bisa membuat hidangan dengan skor 7.
Rachel mencicipi hidangan buatan Jo Minjoon satu per satu dengan wajah lebih serius dari sebelumnya. Nasi goreng dengan daging capit kepiting serta kepiting cangkang lunak yang digoreng. Dia merasa bahwa setiap bahan ditempatkan pada posisi yang tepat.
Dia jelas merasakan kesan Thailand, tetapi apa yang lebih utama dia rasakan warna masakan Jo Minjoon sebagai chef. Sepertinya dia masih belum menyadariya, tetapi dia jelas punya warna sebagai ciri khasnya. Dan bagian itulah yang paling membuat Rachel berekspektasi. Rachel memasukkan ketumbar, daging kepiting, chicory, dan sari jeruk nipis pada sayur selada lalu menyantapnya dalam sekali suapan besar. Jo Minjoon melihat itu lalu tersenyum. Dia sudah lanjut usia, meski begitu dia menyantap masakan Jo Minjoon dengan cara seperti itu, itu tampak menggemaskan dan menyenangkan.
Sementara Rachel tengah mengunyah makanan yang memenuhi seluruh rongga mulutnya, Emily yang sedang makan tumis kangkung berkata dengan wajah ceria.
“Karena kangkung ini segar rasanya sungguh lezat! Cita rasa dan aroma kangkung serta bawang putih juga enak…Bagaimana ini, Rachel? Cobalah ini.”
Rachel menelan makanannya lalu berkata.
“Di meja ini tidak ada yang tidak enak. Untuk sarapan, ini terlalu besar hingga membuatku bingung.”
“Terima kasih.”
Meskipun skor masakan antara 6 dan 7, tetapi bukan berarti bahwa masakan itu tidak lezat. Justru, memberikan cita rasa jujur dengan proses memasak yang sederhana bisa lebih lezat bagi orang normal. Tentu, meski mereka adalah epicurean, mereka masih merasakan kenikmatan cita rasa yang sederhana. Anderson, yang melihat Rachel makan dengan nikmat, bergumam dengan wajah malu.
“Aku juga harus membuat sarapan.”
“Kau bisa membuat sarapan besok.”
“Aku sudah merencanakannya.”
Saat mereka berbincang seperti itu. Martin muncul dengan wajah bengkak. Kemudian berkata sambil tersenyum.
“Selamat pagi. Mungkin karena ini pagi yang baik, maka ada berita baik. Bagaimana sebaiknya Aku menjelaskannya,dengan panjang lebar atau singkat saja?”
“Yang singkat itu lama.”
Mendengar jawaban Anderson, Martin membuka mulut sejenak lalu menutup mulutnya kembali. Kemudian, berkata dengan suara yang penuh dengan kegirangan saat melihat wajah-wajah penasaran mereka.
“Bagus. Aku akan jelaskan. Keluarga kerajaan mengundang kalian makan siang!”
< Tenda yang memeluk kios jalanan (3) > Selesai