Dewa Memasak – Bagian 133: Siaran langsung mereka (2)
“Kenapa kalian melihatku seperti itu?” tanya Kaya dengan suara gemetar.
Jeremy menempatkan jemarinya di sendok yang kosong lalu berkata sambil memutar-mutar sendok itu.
“Hubungan kalian sungguh baik sekali, antara seorang laki-laki dan perempuan.”
“Anda tidak berencana melakukan debat yang buruk seperti ‘mungkinkah pria dan wanita berteman?’, bukan?”
“Haha, aku sudah tua. Aku tidak punya energi untuk mengajak berdebat. Justru, aku punya sesuatu untuk ditanyakan pada kalian. Jika ini sopan, kalian berdua, apa benar berteman? Aku penasaran karena kalian berdua begitu dekat hingga tak mungkin kalian hanya berteman.”
[ Aku yakin bahwa Jeremy akan melakukan itu sejak awal.]
[ Kumohon, Tuhan. Jangan katakan ‘Ya, itu benar.’ pada pertanyaan itu…]
Obrolan penonton segera bergulir semacam itu. Sera dan Emily melihat Jo Minjoon dan Kaya dengan tatapan penuh rasa penasaran. Namun, Kaya tidak tercengang. Dia menaikkan sebelah alisnya dengan sikap tenang.
“Apa ada standar seberapa dekat seorang dianggap teman?”
“Tentu tidak ada, hanya saja, kakek tua ini melihat hubungan di antara kalian, muda-mudi, semakin intens dan aneh. Kaya, apa kau tidak tertarik pada lawan jenis? Aku menanyakan ini karena penampilanmu menarik.”
Jeremy mengatakan semua itu sembari tertawa. Kaya ragu-ragu dengan sedikit tercengang lalu perlahan menoleh pada Jo Minjoon. Jo Minjoon juga tampak menekan bibirnya sejenak. Tepatnya, hal itu sulit dikatakan, tetapi benar bahwa sering kali perasaan itu datang dan pergi. Kemudian, Anderson berkata,
“Bagaimana jika mereka tidak akan bisa bertemu?”
Karena pembelaan yang tiba-tiba, Kaya dan Jo Minjoon bisa menghela nafas lega. Sera melirik lalu berkata dengan suara aneh.
“Hei, apa pentingnya bisa bertemu atau tidak. Hal yang penting adalah perasaan.”
“Bagaimana jika kau mengalaminya? Kau tidak bisa berkomunikasi dengan benar dan tidak punya waktu luang untuk berbagi, itu menjadi tidak berarti. Orang-orang yang berharap ingin bersama-sama akan melakukannya. Berhentilah menggoda orang naif.”
Mendengar kata-kata Anderson, Jeremy merasa tersinggung seketika. Entah orang lain menghela nafas atau tidak, Anderson tidak peduli, dia menunjuk ke depan dengan suara tenang.
“Bawa yang selanjutnya.”
[Oh! Anderson, kenapa dia bertindak tanpa berpikir dulu?]
[Sepertinya dia melakukan itu dengan sengaja…]
[Lihat ekspresi Sera di sebelah Anderson. Dia benar-benar tertekan. XD]
[Ekspresiku juga seperti itu.]
Setelah beberapa waktu, ekspresi mereka segera berubah ceria, seolah mereka tidak pernah membahas Kaya dan Jo Minjoon. Penampakan ceviche yang keluar sebagai hidangan pembuka sungguh cantik. Irisan tipis tuna yang berwarna merah seperti daging sapi yang belum di masak dan diletakkan di wadah semacam baki. Daging udang yang di masak diletakkan di atasnya seperti menara. Mint apel, jeli kelapa, dan busa putih, dll tampak seperti sebuah rumah dan sebuah pohon. Melihat hidangan tuna yang ditata seperti itu bak melihat sebuah pedesaan. Sera terpesona lalu berkata.
“Aku tahu, sebagai epicurean, aku akan tampak buruk setelah mengatakan ini, tetapi… Aku membicarakan tentang busa yang diletakkan pada hidangan seperti ini. Sebenarnya, meski ukurannya besar, sebenarnya jumlahnya sedikit, jadi tidak akan terasa puas. Kenapa mereka meletakkan ini? Tentu, jika seperti Jo Minjoon yang mempunyai indera pengecap yang mutlak, pasti tahu efek dari sesuatu sekecil ini, tetapi orang normal tidak akan merasakannya. Apa ini jelas hanya dekorasi?”
[Aku setuju dengan itu. Aku tidak pernah merasa bahwa masakan menjadi lebih lezat hanya karena diletakkan busa pada hidangan.]
[Apa kau mengabaikan busa bir saat ini?]
[Tidak, busa itu dan busa bir berbeda.]
[Sebenarnya, aku bahkan tidak tahu jika busa bir selezat itu.]
Seolah itu adalah pertanyaan dari semua orang,
“Bagaimana mungkin? Tentu, itu bukan hanya hiasan. Makanlah dahulu lalu bicaralah kemudian.”kata Rachel yang kemudian menyantap beberapa busa dan daging udang lalu mengunyahnya.
“Aku yakin, meskipun orang-orang tidak akan merasakan bahwa cita rasa busa ini begitu spesial, tetapi orang-orang yang memasak ini yakin dengan apa yang akan pelanggan pikirkan saat memakan busa ini. Anggap saja begitu.”
Mendengar kata-kata Rachel, yang lain juga mulai makan ceviche. Jo Minjoon berpikir, sepertinya dia bisa paham perkataan Rachel. Saat dia melahap tuna bersama dengan udang, busa, dan herba-herba yang lain, dengan sangat takjub, dia bisa merasakan pemikiran Alan. Rachel, yang melihat Jo Minjoon, berkata.
“Minjoon, apa kau bisa menjawabnya?”
“Iya. Tidak ada bau dari ikan maupun udang, bahkan sulit dikatakan ini berbau amis karena ini cenderung lebih berbau laut daripada amis. Namun, ada kasus di mana bau amis lebih terasa menjijikan saat bertemu dengan bahan-bahan lain, meski bila dimakan sendiri baunya justru bisa ditahan. Sama seperti saat kau menaburkan garam ke semangka, cita rasa manis menjadi lebih kuat. Begitu pula dengan bau amis, akan lebih kuat jika dicampur dengan bahan tertentu.”
“Kau paham dengan baik. Busa lemon ini berperan sebagai jembatan bahan-bahan ini. Busa lemon terjebak di antara rasa dan mampu mengikat semuanya di satu tempat. Jo Minjoon, kau menebaknya dengan benar,”
[Menurutku, Rachel lebih suka Jo Minjoon dari pada Kaya. bahkan cahaya di mata nenekku tidak sedemikian membara.]
[Akankah dia menjadi muridnya yang sebenarnya? Sepertinya perlahan Rachel telah kembali.]
[Bagaimana jika dia kembali? Santa Monica sudah berakhir. Itu jauh dan harganya tidak main-main. Meski aku ingin, tapi aku tidak bisa pergi.]
[Jo Minjoon bisa merasakan cita rasa dengan baik dan juga mengekspresikannya dengan bagus. Kadang-kadang, aku merasa Jo Minjoon berbicara dalam bahasa Inggris lebih baik daripada aku.]
“Terima kasih.”
“Ya?”
“….Oh, aku menanggapi obrolan penonton. Mereka memujiku karena berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik.”
Jo Minjoon, yang tertawa sambil melihat ke kamera, menjawab dengan suara malu-malu sambil melihat ekspresi aneh Rachel. Sementara orang-orang tertawa, Jo Minjoon melihat Kaya.
“Bagaimana? Apakah ini cocok dengan seleramu?”
Pada pertanyaan Jo Minjoon, Kaya memutar bola matanya seolah dia berpikir sejenak. Segera setelah itu, tersenyum dan menjawab
“Iya, ini bukan tidak familier.”
“Enak kan ya.”
Jo Minjoon tidak bertanya apakah hidangan ini lezat karena itu sudah jelas. Ini hidangan 8 poin. Jo Minjoon tidak kecewa dengan skornya. Level memasak Alan 9 dan jika dia sendiri yang memasaknya dia pasti bisa membuatnya 9 poin dengan cukup sering. Namun, peran chef kepala tidak hanya memasak sendiri. Dia tidak akan bisa memasak sendiri semua hidangan yang akan disajikan pada pelanggan.
Pada akhirnya, apa yang dimiliki chef kepala adalah, sama seperti yang Rachel tunjukkan sebelumya, seberapa baik kau bisa mengontrol orang-orang di dapurmu. Meskipun level memasakmu 7, jika punya kemampuan untuk melakukannya, tidak sulit mendapat posisi sebagai chef sous. Jelas, jika keahlian memasak chef sous baik, kebanyakan itu level 5 atau 6, masakannya akan berskor 7. Apa boleh buat. Jadi, memimpin mereka yang ada di dapur dan membuat hidangan seperti ini telah menunjukkan keahlian Alan.
‘Jika aku dipercaya menjadi chef kepala…’
Sejujurnya, dia berpikir itu akan sult. Meskipun dia pernah menjadi chef kepala sekali melalui Grand Chef, sebenarnya, alih-alih mengontrol mereka, itu lebih terasa seperti bergantung pada kemampuan mereka. Hal itu mungkin terjadi karena itu adalah sebuah kompetisi dan merupakan sesuatu yang tak terhindarkan karena mereka adalah amatir. Perlahan Kaya melihat sekilas ke sekelilingnya lalu berkata.
“Makanannya cocok dengan seleraku, tetapi suasananya tidak. Aku tidak terbiasa di restoran kelas atas dan ada kamera di depan mataku. Ada banyak kata-kata yang dilontarkan penonton. Oh, Kau. Kumohon, jangan mengikat kita bersama hanya karena kita sedang berbicara. Apa kita tidak boleh mengobrol?”
Kaya, yang sedang berbicara dengan Jo Minjoon sejenak, kemudian melotot pada kamera seolah dia tidak senang. Jo Minjoon buru-buru menepuk punggung Kaya.
“Aku pikir termperamenmu sudah mati, tetapi Kaya Lotus masih tetap Kaya Lotus. Katakan saja pada mereka untuk mengikat kita. Kita tidak akan mati karena perlakuan mereka. Itu lebih baik dari pada mendapat omelan karena kita marah pada penonton.”
[ Satu suara pada mereka, membuat skandal sebelum tahun baru.]
[Itu akan sulit tahun ini. Kaya dipanggil ke banyak tempat karena Grand Chef.]
[Kemudian, apa ini sebuah kesempatan mereka harus bersama-sama? Sekarang, karena menurutku seperti itu, itu sangat romantis.]
[Tapi bukankah Minjoon membawanya setelah berbicara seperti itu di depan umum?]
[Dia orang brengsek yang menyeramkan.]
“…Semuanya, aku tidak semurung itu.”
“Kau tampak agak murung.”
“Oh, bagaimana mungkin kau juga seperti itu?” tanya Jo Minjoon sambil melihat Kaya dengan wajah Kecewa.
Kaya menyeringai dan segera setelah itu, mengulurkan tangannya lalu mengangkat kerah baju Jo Minjoon untuk menutupi bekas lukanya. Jo Minjoon berkata sambil tertawa canggung.
“Tidak perlu memikirkannya. Bahkan aku sendiri tidak memikirkannya.”
“Kau ingat perkataanku tentang bekas lukamu bukan? Oleh karena itu, jangan katakan hal-hal seperti jangan pikirkan karena ini bukan pilihan untuk dipikirkan atau tidak.”
“..Sekarang, kau berbicara tentang hal-hal yang hanya kalian berdua yang tahu?”
Jo Minjoon memaksa tertawa. Jo Minjoon menjernihkan tenggorokannya dengan wajah malu-malu. Kaya juga memerah seolah dia sudah jauh dan hanya memegangi rambutnya. Rachel melihat Kaya yang bertingkah seperti itu lalu berkata dengan suara lembut.
“Kaya, apa yang kau pikirkan saat menyantap ceviche?”
“Ceviche ini terasa seperti sebuah surat yang diberikan untukku.”
“…Haa?”
Mendengar jawaban Kaya, Rachel membuka matanya lebar-lebar. Kaya menunjuk pada piring yang telah kosong.
“Kau bilang seperti itu sebelumnya. Bahan-bahan ditata seperti sebuah pedesaan di atas daging tuna yang merah. Tidakkah anda terpikir kata ‘Rose Island’?”
Jo Minjoon berseru. Jika dipikir-pikir, hal ini mungkin bisa saja diinterpretasikan seperti itu. Karena mereka melihat Alan, dia tersenyum dengan wajah malu-malu.
“Itu interpretasi yang tepat. Sebenarnya, aku akan suka jika guru menyadari itu…”
“Bukankah ini sebuah menu yang biasa kau jual?”
“Itu benar. Aku ingin menunjukkan dengan apapun yang aku bisa bahwa aku belajar di bawah asuhanmu…Dan seperti inilah hasilnya. Aku akan suka jika ini menjadi sebuah hadiah yang Anda sukai.”
Rachel menahan tangis yang akan keluar lalu menekan bibirnya. Mulutnya yang keriput menegang perlahan dan segera setelah itu dia mengeluarkan suara tangisan kemudian menutup mulutnya lagi. Sera, yang berada di depannya, merengkuh pundak Rachel dengan tatapan khawatir. Rachel memaksa tersenyum seolah dia sudah tenang kemudian menatap Alan dengan mata basahnya.
“Terima kasih, Alan. Ini sungguh hadiah yang keren dan bagus.”
“…Jangan menangis. Ini bukan hadiah yang kuberikan untuk melihat Anda menangis.”
Alan berkata dengan nada sedih. Guru yang dulu bersinar dan tenang tampak lemah seiring berjalannya waktu. Orang menjadi lemah ketika menua, baik secara fisik maupun emosi. Mungkinkah Alan mengira bahwa aturan yang jelas itu akan melepaskan Rachel? Melihat sisi lemahnya, dia merasa sakit di hatinya.
[Rachel…….bagus melihatnya kembali, tetapi suasananya menjadi aneh]
[Barangkali karena memori atau kenangan-kenangan yang sudah lalu. Tapi hal yang pasti adalah aku sungguh ingin minum bir. Aku akan pergi ke lemari es.]
[Aku juga ingin melihat Daniel. Kenapa seorang jenius meninggal secepat itu?]
[Aku masih berusia 10 tahun ketika pasangan tersebut melakukan bisnis mereka, tetapi mereka memang sunggung menakjubkan, bukan?]
[Aku menjawab seseorang yang mengatakan bahwa mereka menakjubkan, mereka itu legenda. Mereka meningkatkan level restoran Amerika dalam satu langkah.]
Melihat obrolan penonton dan sikap Alan, Jo Minjoon merasa sudut hatinya memanas. Alan, dan semua orang yang mengumpulkan kembali kenangan mereka. Seorang chef yang selalu dikenang. Bukan, seorang chef yang bisa selalu dikenang. Bukankah itulah kehidupan chef yang paling sempurna? Dia berpikir seperti itu. Jo Minjoon perlahan-lahan berkata
“Betapa irinya aku, Rachel, Alan.”
Dia tidak mengatakan ini karena sopan santun. Suara yang rendah itu penuh dengan kejujuran, Rachel menoleh padanya dengan mata basah lalu bertanya dengan wajah aneh. Meski wajahnya masih basah karena air mata, suaranya terdengar tidak begitu buruk.
“Kenapa…….?”
“Aku merasa iri pada Anda dan suami Anda yang dikenang sebagai chef yang baik oleh semua orang tanpa terkecuali, dan Alan yag bisa bersama-sama dengan chef-chef yang seperti itu.”
“Minjoon, kau juga pasti bisa melakukannya segera. Kau akan bisa bertemu dengan chef yang baik, dan belajar dengan benar di bawah asuhan mereka. Secara pribadi,…Aku akan menyukainya jika orang itu adalah aku.”
“Haa?”
Mendengar kata-kata Rachel, Jo Minjoon balik bertanya dengan bingung. Dia lanjut berbicara dengan suara tenang.
“Aku juga akan kembali ke dapur sebentar lagi. Dan…”
Rachel menatap lekat mata Jo Minjoon. Suaranya lebih jelas daripada sorot matanya.
“Aku akan suka jika kau ada di dapurku.”
Jo Minjoon tercengang. Karena dia mendengar sesuatu yang tak terduga pada situasi yang tak terduga, dia tidak bisa mengatur pikirannya dan bagaimana dia harus menjawab. Tidak ada obrolan penonton yang muncul pada layar monitor.
[…Aku sedang makan pizza beku sekaligus menonton siaran ini. Tetapi dia siaran dan mendapat sebuah pekerjaan sekaligus.]
< Siaran langsung mereka (2) > Selesai