Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak – Bagian 191: Mencari akar (2)
Koreatown. Lokasinya dekat, tetapi Jo Minjoon tidak pernah ke lingkungan ini. Dia berkata dengan suara gugup.
“Tapi apa Koreatown akan cukup? Aku merasa sepertinya akan sulit untuk mereplikasi cita rasa otentik karena pelokalan di AS…”
“Aku yakin ada perbedaan dengan makanan di Korea. Namun, ini adalah pilihan terbaik yang kau punya saat ini. Kau bukan mencari akar masakan Korea. Kau sedang mencari akarmu sendiri. Untuk PR selevel itu…Aku yakin kau bisa melakukannya di Koreatown.”
“Oke. Terima kasih. Apa ada yang lain yang bisa Guru tambahkan sebagai petunjuk…”
Mata Jo Minjoon berbinar. Sampai-sampai Maya hendak tertawa tidak percaya. Dia tidak punya pilihan. Hal itu mungkin tampak seperti dia meminta seseorang, yang telah membuatkannya makanan, untuk menyuapinya. Namun, dia ingin mendengar tips tambahan yang Rachel punya.
Syukurlah, Rachel memenuhi harapan Jo Minjoon.
“Jangan coba-coba untuk mewakili semua orang. Itu saja yang bisa kukatakan padamu.”
€
Mulai besok, Jo Minjoon berangkat ke Koreatown setidaknya sekali dalam sehari. Itu tidak terlalu sulit. Jika lalu lintas tidak buruk, dia bisa sampai di sana dalam waktu 30 menit. Masalahnya adalah…
“…Ada banyak kemacetan.”
Ada kemacetan di mana-mana saat ini. Jalanan LA saat jam-jam sibuk seperti neraka. Jo Minjoon sedang berada di tengah neraka itu saat ini. Dia menoleh dengan ekspresi menyesal. Kaki Anderson menekan pedal rem lagi dan lagi dengan ekspresi lelah.
Jo Minjoon berkata.
“Maaf ya. Kau pasti lelah.”
“Iya.”
“…… Lisa, apa kau baik-baik saja?”
Jo Minjoon menoleh ke bangku belakang. Ella dan Lisa duduk di bangku belakang. Tidak ada alasan khusus mereka bertiga ikut. Anderson bertugas sebagai supir setiap kali Jo Minjoon pergi ke Koreatown karena dia masih belum punya SIM, dan Koreatown dekat dengan Downtown dan Hollywood, jadi mudah untuk sekalian makan bersama dengan Chloe dan Kaya. Dengan situasi itu…
“Aku baik-baik saja, tapi Ella…”
Lisa menatap Ella dengan ekspresi khawatir. Ella memegang erat boneka perempuan miliknya yang memakai apron sembari menggoyang-goyangkan kakinya. Bukan karena dingin, Jo Minjoon paham dengan gerakan ini. Jo Minjoon melihat Anderson lagi.
“Apa ada toilet dekat sini?”
“Kenapa? Apa ada yang darurat?”
Jo Minjoon berbisik pelan pada Anderson.
“Putri kecil kita sepertinya membutuhkan itu segera.”
“..Tahan sebentar lagi. Kita hampir sampai. Akan lebih cepat untuk masuk restoran dari pada mencari toilet secara acak di sekitar sini.”
Itu sungguh bukan kebohongan. Begitu kaki Ella bergoyang-goyang semakin cepat, mobil telah sampai di depan restoran. Melihat Ella terburu-buru ke toilet sembari memegang tangan Lisa, Jo Minjoon perlahan keluar dari mobil. Dia terbiasa dengan tulisan Bahasa Korea dengan kaligrafi yang keren.
“La Joomak……”
La tampaknya hanyalah ejaan Korea untuk LA. Dia tidak bisa mengatakan apakah dia sebaiknya menyebut itu aneh, ataukah kekinian. Itu nama yang aneh. Anderson bertanya.
“La Joomak artinya apa?
“Menurutku La hanyalah ejaan LA secara langsung, sedangkan Joomak adalah sebutan jaman dahulu untuk tempat yang menjual alkohol dan makanan.”
“Jika itu ada di jaman dulu, bukankah harusnya sudah tidak ada lagi? Tetapi masuk akal sih. Hanya dengan melihat tempat ini membuatku sungguh merasa ada di jaman dahulu.”
Pernyataan Anderson benar. La Joomak dibangun seperti rumah genteng Korea jaman dahulu. Meskipun Koreatown disebut Koreanya AS, bangunan seperti itu tidak umum dilihat. Bahkan di Korea, kau harus pergi ke suatu tempat seperti desa Hanok untuk melihat rumah genteng semacam itu.
“Bagaimana menurutmu?” tanya Jo Minjoon.
“Pasti asik karena tempatnya eksotik. Itu tampak berbeda dengan atap Tionghoa.”
“Atap tionghoa tampak terik sedangkan Korea terasa lebih teduh. Makanannya pun semestinya begitu. Aku yakin kau sudah tahu dari beberapa hari terakhir.”
“Sejujurnya, hanya berdasarkan kesan pertama, aku punya ekspektasi paling tinggi dengan yang ini.”
“Aku yakin iya. Kau yang ingin datang ke sini.”
Jo Minjoon tersenyum saat dia menjawab. Sejujurnya, Jo Minjoon tidak ada pikiran untuk datang ke sini. Alasannya sederhana, tempat itu mahal, juga bukan tempat rujukan yang dia perlukan saat ini. Tempat itu tampaknya menyajikan makanan yang lebih condong ke hidangan pesta kekaisaran dari pada hidangan biasa.
Alasan dia berkeliling menyantap makanan Korea adalah untuk memahami dengan baik masakan yang sering dia makan saat masih kecil. Makanan yang membangun apresiasinya terhadap makanan. Dia perlu memahami itu untuk mengatur pondasi dengan baik sebagai epicurean. Namun, hidangan pesta kekaisaran juga tetap dianggap sebagai makanan Korea, hanya saja bukan makanan yang biasa disantap Jo Minjoon saat kecil. Tentu saja rasanya akan lebih halus, tetapi itu tidak akan berguna untuk mengembangkan apresiasinya itu …… dia tidak berpikir akan ada sesuatu yang bisa dia pelajari dari tempat itu.
Tentunya La Joomak adalah restoran yang bagus. Mungkin tidak mempunyai bintang Michelin, tetapi restoran itu adalah salah satu yang direkomendasikan. Restoran itu selalu sangat sibuk hingga kau perlu membuat reservasi sekitar satu bulan sebelumnya. Namun, Jo Minjoon tidak perlu menunggu selama itu untuk datang ke sini.
Orang yang tersenyum di depan pintu masuk adalah alasan dia tidak perlu menunggu.
“Ah, kau di sini, Minjoon, Anderson, yang lain sudah ada di dalam.”
“Lama tak jumpa Chef Tae Hoon.”
“Eh, kenapa kau formal sekali memanggilku chef. Panggil saja Tae Hoon, tidak masalah.”
Lee Tae Hoon adalah seorang chef di La Joomak. Setelah chef kepala dan chef sous, dia adalah chef terbaik ketiga di La Joomak. Strukturnya sedikit berbeda karena itu adalah restoran Korea, tetapi jika kau membandingkan dengan keadaan di Rose Island, dia adalah ketua tim chef demi. Jo Minjoon tersenyum saat dia menjawab.
“Terima kasih telah menyiapkan ini untuk kami.”
“Tidak perlu sungkan. Ada yang sudah membatalkan reservasi, jadi kita yang akan kehilangan uang jika kita tidak mengisinya. Aku yakin Rose Island cukup pusing menangani reservasi…eh, kau belum buka ya.”
“Iya. Tidak lama lagi tapi.”
“Mungkin sekarang sangat sibuk. Ah, ruang ini.”
Lee Tae Hoon membuka jang ji moon. Begitu terbuka, Anderson tanpa sadar terkesiap. Sisi lain dari pintu ditutupi dengan dinding kaca, dan sinar matahari dengan lembut memasuki ruangan melalui celah dari taman dan pepohonan.
Ada tradisi yang mengharuskan kau melepaskan sepatu sebelum memasuki ruangan. Ada meja kayu rendah dengan bantal di sekelilingnya, dan ada kolong meja lebar untuk meletakkan kakimu dengan nyaman. Ada dua wanita yang sudah duduk di samping meja. Itu Kaya dan Chloe.
“Oh, Minjoon, kau sudah datang.”
“Kenapa kau lama sekali?”
“Macetnya parah. Semua orang tampaknya mengikutiku. Mereka pasti ingin sekali melihatku.”
Jo Minjoon merespon dengan leluconnya lalu duduk di seberang Kaya. Anderson menggelengkan kepala sambil mengatur duduknya di sebelah Jo Minjoon. Kemudian dia berekspresi tidak puas.
“…Kenapa mereka melakukan hal ini, kenapa mereka tidak menyiapkan meja dan kursi saja alih-alih membuat kolong dan meletakkan bantal?”
“Kenapa tidak? Ini bagus.”
“Ini bagus…tetapi aku mencari yang praktis.”
“Jika semua orang telah terbiasa dengan metode seperti ini, kau akan mengatakan hal yang sama di restoran biasa soal meja mereka. Kenapa mereka membuat kursi dengan kaki yang panjang seperti ini. Ini akan lebih mudah bila ada kolong meja.”
“Pacarmu tahu dengan baik cara berkomentar.”
Kaya mulai terkekeh. Saat Anderson menggelengkan kepala memikirkan Kaya yang seperti itu lagi, Chloe menoleh. Tatapannya tertuju pada jang ji moon. Ada bayangan di sisi lain pintu yang berusaha untuk membukanya. Namun, dia pasti tidak tahu bahwa pintu itu dibuka dengan cara digeser karena pintu bergerak ke depan dan ke belakang.
Pada akhirnya, Kaya berdiri dan mendekati pintu. Ketika Kaya membuka pintu dengan mendorongnya ke samping, Ella, yang sedang berusaha, yang tampak maju mundur di antara Kaya dan pintu, terkejut. Kaya menampilkan wajah kemenangan seolah menghina.
“Pintunya dibuka dengan cara di dorong ke samping seperti ini. Kau bahkan tak tahu hal semacam ini?”
“Oh!”
Ella tidak merespon provokasi Kaya. Dia tidak bisa merespon. Matanya mulai berkaca-kaca. Kemudian bibirnya terbuka, dia tersenyum lebar.
“Ghloe! Kakak peri Ghloe!”
Ella meletakkan kaos kaki kelincinya yang berwarna pink di rak lalu berlari menuju Chloe. Chloe melihat Ella dengan gugup. Ella meraba-raba dengan jari-jemarinya dengan wajah yang benar-benar merah ketika dia mendorong maju boneka yang ada di sebelahnya. Boneka yang berambut hitam, tersenyum lembut, dan memakai apron. Itu adalah boneka dengan model Chloe.
“Aku sangat sangat suka kakak peri!”
“Ah…kenapa aku dipanggil kakak peri?”
“Kau jadi peri di TV. Sandwich, tadaaa! Yap! Kemudian muncul sandwich.”
Tatapan Chloe mengarah ke atas saat dia memikirkan tentang itu. Sekarang jika di pikir-pikir, dia ingat siaran dengan konsep seperti itu. Ella mengeluarkan pena dari tas ransel di bahunya. Inilah alasan Jo Minjoon membawa Ella dan Lisa makan malam hari ini. Ella adalah penggemar Chloe. Penggemar yang sangat antusias.
“Boleh aku minta tanda tanganmu di apron boneka ini?”
“Apa yang sebaiknya aku tulis?”
“Tolong tulis ‘Untuk Ella’.”
Chloe tersenyum lalu menggerakkan pena. Melihat ini, Kaya mulai menyinggungnya.
“Dia membenciku tetapi suka sekali dengan Chloe.”
“Maklumi saja, mungkin karena kau telah merebut kekasihnya. Plus, Chloe memang sangat populer di kalangan anak-anak.”
Lisa menjawab saat dia memasuki ruangan. Kaya, yang sedang menggerutu, melihat kaki Lisa. Lebih tepatnya, dia melihat stoking di kaki lisa. Kemudian Kaya teringat bahwa dia sedang tidak memakai kaus kaki apapun dan buru-buru pindah ke sebelah Chloe dan menempatkan kakinya di bawah meja. Kemudian dia mulai bergumam dengan nada canggung.
“Menurutku, ini terlalu erotis.”
“Erotis? Apa yang erotis?”
“Orang yang tidak memakai kaus kaki akan memperlihatkan kaki telanjang mereka.”
“…Aku tidak yakin apa yang sangat erotis dengan kaki telanjang?”
Anderson melihat Kaya. Kaya hendak membelalak ke Anderson. Ella berlari mengelilingi meja setelah bersikap menggemaskan di sebelah Chloe sejenak lalu duduk di sebelah Minjoon. Masuk akal jika Ella duduk di sana, alih-alih di dekat Lisa, tetapi …Kaya sungguh tidak suka.
“Kenapa kau duduk di sana?”
“Apa aku tidak boleh duduk disini?”
“…Kukira boleh.”
“Hmph.”
Ella dengan kasar mencibir dan menoleh. Tampaknya Chloe berpikir Ella sangat menggemaskan saat dia tersenyum ceria. Jo Minjoon pun sama. Melihat itu, Kaya menarik kakinya dari bawah meja lalu bangun dari duduknya untuk mencubit pipi Jo Minjoon. Jo Minjoon kesakitan lalu membelalak pada Kaya. Senyum Kaya tampak mengatakan padanya untuk jangan marah, saat dia menepuk kaki Jo Minjoon dengan kakinya sendiri.
‘…kekanak-kanakkan sekali.’
Dia sungguh ingin menghela napas, tetapi dia cemas hal buruk apa yang akan terjadi di bawah meja jika dia sungguh melakukannya.
Tidak butuh waktu lama untuk makanannya tiba. Mereka bahkan tidak perlu memesannya. Ada salah satu fitur unik dari restoran ini. Hanya ada satu macam menu, tetapi tidak bisa dianggap enteng.
Beberapa saat kemudian, jang ji moon terbuka sekali lagi. Begitu terbuka, semua orang terkejut. Bagaimana tidak? Ada banyak sekali makanan yang mungkin akan membuat mereka kenyang meski jumlahnya ada 10. Kaya terpesona.
“Wow. Menurutku, ini adalah hidangan pesta paling mewah yang pernah ada dalam hidupku.”
“Aku…juga.”
Jo Minjoon melihat meja dengan ekspresi tercengang. Dia hanya melihat hidangan pesta mewah dalam film. Ada banyak sekali hidangan hingga sulit dihitung. Ella pasti mereasa ini tidak nyata, saat dia hanya membeku dan tampak tidak nyaman. Lisa merasa seolah tidak bisa memakan satu pun dari makanan itu, dia melihat ke sekeliling meja.
“…Bahkan jika kau hanya mencicipi sesuap pada masing-masing hidangan, kau mungkin akan kenyang sampai besok siang.”
“Aku pun demikian.”
Tanpa berkata apa-apa dia memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Rasa biji beras pendek yang hancur di mulutnya kenyal dan gurih. Hanya mencicipi nasi membantunya memahami level tempat ini.
Untuk lauk pauk pendamping atau banchan, ada banyak sekali hidangan yang asing bagi Jo Minjoon. Hanya dari bahan-bahannya saja, dia tidak terbiasa melihat itu di Korea. Tidak mungkin masakan umum Korea punya sesuatu seperti acar articok.
Jo Minjoon memastikan untuk setidaknya makan sejumlah kecil nasi setiap kali dia menyantap lauk. Normalnya kau tidak akan melakukan ini di restoran Barat, tetapi banyak hidangan Korea terasa lengkap begitu disantap dengan nasi. Dia bisa merasakan bahwa hal itu benar saat dia makan banchan yang berbeda-beda di meja.
Tentunya yang hidangan semacam tteok-bokki adalah pengecualian. Tteok-bokki kekaisaran direbus dalam kecap asin berbasis kaldu. Kue beras yang dibentuk seperti telur burung dimasukkan ke dalam mulutnya dengan sepotong daging paha dan paprika. Manisnya sayuran menciptakan harmoni yang sempurna dengan sari daging dan bumbu pada kue beras. Ini adalah hidangan yang paling familiar bagi Jo Minjoon di antara menu hidangan pesta kekaisaran. Karena itu, dia bisa mengatakan bahwa tteok-bokki itu sungguh sedap. Namun…
“Wueek. Ini aneh.”
Tampaknya ini tidak cocok di lidah Ella. Cita rasa kue beras adalah salah satu hal yang bagi orang asing di rasa paling aneh di antara hidangan Korea. Sulit untuk terbiasa untuk bahkan setelah menyantap menu yang bermacam-macam. Tekstur yang licin terasa sangat aneh. Jo Minjoon melihat Kaya lalu berkata.
“Kaya, bagaimana menurutmu? Menurut pendapatku, tempat ini tampaknya lebih berfokus mempertahankan cita rasa otentik dari pada melokalkannya untuk memenuhi selera orang-orang… Apa ini sulit dimakan?”
“Kesan keseluruhan yang aku dapat adalah ada banyak hidangan dengan bawang dan biji wijen. Aroma minyak wijen cukup unik juga…akan sangat sulit bagi orang-orang yang sangat pemilih dalam makanan.”
“Mungkin. Bahkan di Korea, ada banyak orang-orang yang suka aroma ketumbar dan ada pula yang tidak suka.”
Ucapan Kaya masuk akal. Hidangan-hidangan ini cenderung sangat menunjukkan karakteristik nasional. Reaksinya biasanya separuh separuh. Ada orang-orang yang menikmati cita rasa yang kuat dan mengejutkan, tetapi ada pula orang-orang yang susah untuk memakannya.
“Ini membuatku berpikir tentang banyak hal. Meski bukan hanya makanan Korea tetapi memasak makanan negara manapun,…lebih penting mana, mempertahankan cita rasa otentik negara itu ataukah melokalkannya agar cocok dengan pelanggan?”
“Secara pribadi masing-masing punya daya tarik. Jika kau melokalkannya, kau bisa semakin dekat dengan masyarakat umum. Namun, jika kau menjaga keotentikannya, mungkin akan lebih berpengaruh pada epicurean. Akan tetapi, meskipun epicurean mengatakan mereka tidak bias, mereka semua punya cita rasa tersendiri dari negara asal mereka yang mendarah daging dalam setiap apresiasi mereka terhadap makanan. Mayoritas dari mereka cenderung memilih restoran yang telah melokalkan cita rasanya.
“…Menurutku aku bisa paham arti di balik perkataan guru Rachel untuk menemukan identitasku melalui makanan Korea. Namun, ini sulit. Aku terus-terusan terpikir hal aneh yang semacam ini.”
“Boleh aku mengatakan sesuatu?”
Chloe dengan hati-hati mengangkat tangan. Jo Minjoon mengangguk lalu menjawab.
“Tentu saja. Apa kau punya saran?”
“Belum tentu saran …… tapi aku ingin menceritakan pengalamanku. Kau tahu aku spesialis dalam masakan China dari pada masakan Barat. Tetapi sejujurnya, masakanku bukanlah masakan China tradisional, tetapi masakan China-Amerika. Tentunya ada banyak sekali jenis masakan China untuk disebut semuanya masakan China…tetapi omong-omong, ini yang ingin aku sampaikan. Mungkin terasa seperti kehilangan keotentikannya saat kau menambahkan kata pelokalan di depannya, tapi belum tentu demikian Bahkan jika kau pergi ke China, karakter hidangan berbeda-beda pada tiap wilayah. Itulah mengapa aku menganggap masakan China-Amerika sama halnya seperti masakan China di wilayah lain. Apakah masakan Korea juga sama seperti itu?”
“…Jika seperti itu, apa yang seharusnya aku cari dari ini?”
Chloe tidak bisa merespon pertanyaan itu. Tetapi dengan santainya Kaya menjawab.
“Batangnya.”
“Batang?”
“Pasti ada metode dasar memasak untuk semua masakan Korea. Apa dan berapa banyak bahan yang digunakan adalah pertanyaan kedua. Pertanyaan terbesar adalah metode yang kau gunakan untuk memasak hidangan. Dan satu hal lagi.”
Kaya menekan kaki Jo Minjoon sedikit.
“Berhenti berdebat saat kau makan. Kau akan sakit perut. Isssh.”
< Mencari akar (2)> Selesai