Dewa Memasak – Bagian 36: Indera pengecap yang mutlak (1)
Kandidat eliminasi.
Dia memikirkan suatu hari dia akan melaluinya, tapi dia tidak pernah terpikir bahwa hari itu akan datang sangat cepat. Jo Minjoon kembali ke meja masaknya dengan nampan di tangannya. Dia dapat melihat wajah cemas Marco. Marco mengatakan sesuatu dengan gerakan bibirnya, tapi dia tidak bisa tahu artinya. Jo Minjoon tersenyum tanpa kata-kata dan melihat masakannya.
Ini akrab dengan masakan keluarga. Ketika Jo Minjoon mendengar kata-kata itu, dia menyadari sesuatu bahwa dia berakhir menghadapi sesuatu.
Masakannya tidak menghasilkan hidangan yang cukup memikat. Dia perlu membuat beberapa hidangan yang spesial atau membuat banyak granish agar tampak lebih kaya. Tapi hidangan-hidangan di atas nampan itu hanyalah sekedar 4 hidangan biasa, yaitu gamjajeon, miyeokguk, bibimbap, dan lumpia kubis. Tidak ada karakteristik kekayaan Korea, ataupun daya tarik dari hidangan ini.
Saat dia mendengar bahwa ini adalah menu keluarga yang dibuat dengan baik, dia tidak bisa memikirkan apapun untuk membantah itu. Tentunya, kau tidak akan tahu jika itu adalah menu dari restoran di kota yang menghabiskan ribuan Won (TL:mata uang Korea 1000won = 1 Dollar +-), tapi ini bukanlah sesuatu yang disajikan di restoran yang bagus. Dia juga ingin menang melalui hidangan dengan rasa yang eksotis, tapi hasilnya tidak baik.
Tapi bagaimana itu mungkin? Dia tidak terlalu sedih. Apa dia tidak merasa apapun soal dia menjadi kandidat eliminasi? Tidak. Bukan itu. Ini berbeda. Dia tidak marah dan juga tidak terganggu. Dia merasa sedih karena memasak sesuatu hanya sebatas itu. Tapi perkataan Joseph masih terngiang-ngiang di kepalanya, bahwa ini adalah masakan terbaik yang dia buat sejauh ini.
Ini adalah hidangan pertamanya, bukan sebagai peserta, tapi sebagai chef. Dan Joseph tidak memikirkan soal level memasak. Dengan itu, dia merasa salah satu dugaannya benar. Skor memasak adalah hal yang penting, tapi itu tidak menentukan semuanya.
Hanya dengan mengetahui itu, dia merasa tenteram. Sebuah senyum kecut dapat terlihat di wajah Jo Minjoon. Itu adalah senyuman yang tidak tampak kecuali jika kau melihatnya dengan seksama, tapi kameramen yang di sebelahnya merekam dari dekat senyumannya.
Itu perasaan yang aneh. Rasa sesal dan sedih menjadi salah satu kandidat tereliminasi dan sekaligus senang karena hidangannya diakui. Skalanya lebih berat terhadap rasa bahagianya, tapi dia tidak bisa melakukan apapun untuk mengatasi kesedihannya.
Evaluasi berlanjut. Orang-orang yang Jo Minjoon perhatikan ada tiga. Anderson, Kaya, dan Marco. Dan mereka bertiga lolos dengan mudah.
Dari ketiga hidangan buatan mereka, salah satunya sangat menyentuh hati, yaitu milik Anderson. Irisan tipis terong yang bagian tengahnya telah dikerok dan diisi keju mozarella. Ketika para juri memakan itu dan keju di dalam terong mulur, Jo Minjoon menelan ludah dan lupa dengan situasinya sendiri.
Evaluasi semua hidangan selesai. Dari 21 orang, 13 di antaranya lolos dan naik ke loteng. Dan sisanya orang-orang kandidat terdiskualifikasi berjumlah 8 orang. Mungkin dia dapat mengatakan bahwa dia beruntung, tapai tidak ada yang akrab dengan Jo Minjoon di antara mereka.
Jo Minjoon melihat ke lantai dua. Dan membuat kontak mata dengan Kaya. Tatapan Kaya tajam dan galak seperti biasa. Sepertinya, dia hendak mengatakan sesuatu, tapi berakhir tidak mengatakan apapun. Jo Minjoon tersenyum simpul. Meski jika Kaya mengatakan sesuatu, mereka berada pada jarak yang tidak bisa saling mendengar perkataan satu sama lain. Mengetahui karakter Kaya, dia tidak akan mungkin berteriak.
Marco, yang berada di sebelah Kaya, mengepalkan tangannya seolah-olah bersiap untuk bertarung. Jo Minjoon melihat kepalan tangan Marco yang gemuk, dan membalas dengan tanda Oke. Sesaat kemudian, dari sebelah sisi kru casting, suara keras terdengar.
“Kandidat eliminasi akan di wawancara sebelum misi eliminasi. Datanglah untuk diwawancara sesuai urutan Anda dievaluasi.
Jo Minjoon berada di baris kedua. Setelah menunggu beberapa saat, Jo Minjoon pergi ke ruang wawancara. Martin tersenyum seperti biasanya. Pada saat yang sama Jo Minjoon duduk di tempatnya lalu Martin bertanya,
“Bagaimana perasaanmu sekarang?”
“Penuh penyesalan.”
Jo Minjoon menjawab singkat. Pada saat itu, Martin berpikir bahwa itu karena dia terganggu dengan pertanyaan itu, tapi segera setelah itu dia berubah pikiran karena melihat ekspresi Jo Minjoon. Untuk mengatakan dia berada di situasi yang buruk, dia menunjukkan wajah yang terlalu tenang. Bagaimana mungkin dia seperti itu. Menurut Martin, Jo Minjoon adalah peserta yang ambisius. Tentunya, tidak ada peserta yang tidak ambisius, tapi setidaknya, dia bukan kaum Tao yang diam merenungkan kemenangan.
Tapi di wajah Jo Minjoon bahkan tidak bisa terlihat jejak keputusasaan yang biasa para pecundang tunjukkan. Jadi apakah dia menunjukkan bahwa ada sesuatu yang bagus terjadi? Mungkin itu dapat dipahami bahwa Jo Minjoon tidak memiliki dendam apapun. Jo Minjoon bukanlah tipe orang yang demikian. Kameramen, biasanya mengikutinya hanya pada hari-hari siaran, tapi kamera yang dipasang di dalam dapur dan tempat lain selalu menyala. Dan apa yang kamera rekam menunjukkan bahwa Jo Minjoon adalah salah satu peserta yang paling sering berlatih di dapur.
Karena itu, dia tidak bisa mengatakan bahwa Jo Minjoon tidak mempunyai dendam apapun. Martin bertanya dengan suara tenang.
“Dengan mengatakan bahwa kau penuh penyesalan, tapi sebaliknya kau tampak sedikit tenang.”
“Benarkah?”
“Iya. Apakah kau mungkin akan lolos?”
“Entahlah. Sulit untuk mengatakannya, tapi aku tidak merasa begitu baik. Kata-kata yang Joseph lontarkan padaku terngiang-ngiang bahwa itu adalah makanan yang enak yang berkesan di hati.”
Jo Minjoon membalas seperti itu dan sedikit tersenyum. Itu bukan senyum yang dibuat-buat, melainkan senyum yang jujur. Martin berpikir bahwa itu akan menjadi materi yang bagus dan bertanya pada Jo Minjoon,
“Jika kau didiskualifikasi di misi ini, maka akankah kau dapat tersenyum seperti sekarang ini?”
Jo Minjoon tidak menjawab untuk waktu yang lama. Ketika Martin mulai merasa frustasi, Jo Minjoon menjawab dengan suara rendah.
“Ingatkah kau apa yang aku katakan padamu saat kita pertama kali bertemu bahwa aku ingin mengkonfirmasi apakah aku sebaiknya memasak atau tidak?”
“Iya. Dan pemenangnya akan jatuh pada Kaya, jika tidak ada halangan. Dan jika ada, halangan itu adalah kau. Kau juga mengatakan hal itu.”
Martin mengatakan itu dengan cibiran, lalu senyum Jo Minjoon menghilang seketika. Jo Minjoon berkata, suara tegas dan keras terdengar.
“Perkataan yang telah aku katakan saat itu, aku akan menariknya kembali.”
“Apa?”
“Aku paham sekarang. Bahwa aku tidak suka kalah atau dieliminasi. Para peserta yang lain memasak dan aku juga. Hidangan mereka lezat dan hidanganku juga. Aku tidak akan terus-menerus mengatakan bahwa ini adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Aku akan meraih prestasi paling tinggi yang aku bisa raih. Aku tidak akan menghentikan diriku.”
Ketetapan hatinya terpancar melalui perkataannya. Itu tampak seperti dia sedang mengunyah kata-kata lalu meludahkannya. Mungkin, jika ini adalah adegan film, Martin sedang berperan menjadi seseorang yang terpesona dengan kata-katanya. Tapi ini adalah program audisi. Ini wawancara. Martin terus memberikan pertanyaaan yang lain
“Tapi apa yang akan kau lakukan jika ada tembok besar di depanmu? Bagaimana jika kau berakhir jatuh?”
Jo Minjoon menjawab tanpa ragu.
“Aku akan menangis. Aku akan berteriak dan memaki. Tapi…pada akhirnya…”
Jo Minjoon diam beberapa saat. Martin menelan ludah. Kameramen, yang berada di sebelah mereka dan penulis siaran menatap mulut Jo Minjoon dengan gugup.
“Aku akan berdiri. Karena itulah yang harus aku lakukan.”
–
Wawancara semua kandidat selesai, dan 8 peserta berdiri di depan meja masak mereka. Para juri melihat kandidat diskualifikasi dengan tatapan yang hangat. Alan berdiri di depan. Jari-jarinya terjalin dan berkata dengan nada berat,
“Kalian adalah orang-orang yang akan dieliminasi. Ada 3 orang yang akan dieliminasi dan mungkin lebih.”
Atmosfer berat menyelimuti ruangan sejenak. Tidak ada seorangpun yang membuka suara, bahkan para peserta yang lolos yang berada di lantai 2 maupun kandidat terdiskualifikasi.
Mereka semakin hari semakin akrab satu sama lain. Mereka tahu bahwa mereka adalah kompetitor bagi yang lain tapi mereka selalu bersama-sama setiap hari. Dan yang paling penting, mereka punya hobi yang sama yaitu memasak, jadi sulit untuk tidak akrab bagi mereka.
Untuk membuka suara di depan para peserta itu dengan atmosfer yang berat, itu menjadi hal yang sulit dilakukan meski kau adalah juri. Alan membuka suara. Ketika dia melakukannya, tatapan matanya sangat dalam.
“Aku akan mengumumkan misi eliminasi.”
Itu bukan suara yang keras. Tapi itu terdengar lebih jelas dari sebelum-sebelumnya. Jo Minjoon hanya memandang Alan. Alan membawa kotak kayu besar ke meja para juri. Ketika dia membuka kotak, suara mengeluh terdengar dari para peserta. Karena mereka bisa menyimpulkan tema misi hanya dengan melihat itu.
Alan berkata,
“Ini akan menjadi misi mengecap. Kantong tahu goreng yang ada di depan kalian masing berisi sesuatu yang berbeda. Bahan-bahan yang diisikan ke dalam kantong tahu berjumlah 20. Kalian harus menebaknya dan menyebutkan kedua puluh bahan-bahan itu. 3 orang yang menyebutkan bahan-bahan paling sedikit akan tereliminasi. Dan jika ada seseorang yang menyebutkan bahan yang salah, itu tidak masuk hitungan.”
Jo Minjoon hanya memandang kotak kayu itu. Ada 10 kantong di dalamnya. Dan mereka semua diberi nomor.
Pada saat yang sama, Jo Minjoon dapat menkonfirmasi bahwa dia akan memenangkan misi ini. Dia tidak bisa berhenti memikirkan seperti itu karena dia punya kekuatan dari sistem. Dia percaya diri untuk dapat menebak bahan-bahan lebih baik dari pada siapapun di dunia. Jika mereka tidak mempunyai pengecapan mutlak seperti Kaya, tidak mungkin mereka bisa menyebutkan semua bahan-bahan setepat Jo Minjoon.
Skor memasak masing-masing kantong tahu bervariasi. Kebanyakan 5 poin, tapi juga ada yang 4 poin. Sepertinya mereka fokus mengisikan bahan-bahan ke dalamnya dari pada membuat rasanya enak. Alan menaikkan nada suaranya.
“Pilihlah kantong tahu kalian. Giliran akan ditentukan berdasarkan nomor.”
Setelah itu, para peserta mendekat dan memilih nomor. Yang pertama diambil adalah amplop nomor 1. Itu dapat dipahami. Karena dalam misi ini, lebih nyaman jika mendapat giliran pertama. Karena pada akhirnya, mereka hanya harus menunggu 3 orang yang skornya lebih rendah dari mereka. Lebih baik mengetahui skor kita lebih cepat. Tapi tentu saja, jika situasi yang terjadi di mana ada peserta yang menyebutkan bahan-bahan dengan benar dengan jumlah yang sama, itu akan menjadi pemilihan yang tidak berarti.
Karena Jo Minjoon tidak terburu-buru, nomor yang tersisa hanyalah 8,9, dan 10. Jo Minjoon memilih nomor 10 dengan tenang. Alan melihat Jo Minjoon sekilas lalu membuka suara,
“Lebih cepat lebih baik. Kenapa kau tidak buru-buru?”
‘Karena tidak ada artinya.”
Dia tidak tahu bagaimana dia akan mengartikan itu,. Tapi Alan menatap Jo Minjoon sejenak. Tapi beruntungnya, dia tidak melanjutkan pembicaraan. Saat Jo Minjoon kembali ke tempatnya, Alan melihat peserta dengan amplop nomor 1 dan berkata,
“Selena, kemarilah dan silahkan coba tahu gorengmu.”
Selena. Seseorang yang menyebut dirinya seorang ibu rumah tangga, memakai celemeknya, dan berjalan ke depan dengan sedikit tersenyum. Setelah dia memakan itu, dia mulai menyebutkaan bahan-bahan dengan suara yang agak lantang. Tapi karena bahan yang disebutkan pertama salah, yang kedua, juga yang ketiga, suaranya menjadi jelas kurang percaya diri.
Pada akhirnya, bahan-bahan yang disebut dengan benar adalah 5. 5 dari 20. Dan peserta selanjutnya tidak jauh lebih baik. 6. Seseorang yang menyebutkan paling rendah adalah peserta keenam. Seorang pria kulit putih yang sudah berusia lebih dari 60an, bernama Dan, yang hanya menyebutkan 3 bahan dengan benar. Itu dapat dipahami. Karena semakin tua, indera pengecap semakin tumpul. Meski jika dia mencoba untuk mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengecap bahan makanan, maka batasan itu tetap ada.
Peserta ke tujuh adalah seorang food stylist, Danny. Dia menyebutkan 11 bahan dan mendapat kekaguman dari peserta di lantai dua. Tapi setelah itu, yang dia sebutkan semuanya salah. Tapi tentu saja, itu skor yang bagus bisa menyebutkan 11 bahan.
Dan kemudian, giliran Jo Minjoon tiba.
“Kemarilah Minjoon.”
Jo Minjoon berjalan dengan wajah tenang. Dan tidak ragu-ragu semenit pun dan memasukkan kantong tahu ke dalam mulutnya. Itu terjadi sangat cepat, hingga Alan bingung. Jo Minjoon mengunyahnya beberapa kali lalu menelannya. Dan kemudian memejamkan mata. Sebuah layar muncul di dalam kegelapaan.
[Kantong tahu goreng]
Kesegaran: 84%
Asal: (Terlalu banyak bahan untuk diketahui)
Kualitas: Tinggi (Bahan menengah)
Skor Memasak: 4/10
Rasanya cukup untuk layak dimakan. Tapi hal yang paling penting bukanlah itu. Jo Minjoon mengubah aturan tersembunyi pada sistem agar daftar bahan-bahan terlihat. Dan sesaat kemudian semua bahan-bahan yang terkandung muncul. Jo Minjoon berkata dengan suara tenang.
“Buah bit.”
“Iya.”
“Ketumbar.”
“Iya.”
“Rebung”
“Iya.”
Jo Minjoon terus menyebutkan semua nama bahan yang terkandung tanpa berhenti. Telur bebek, pistachio, jamur chaga, labu, dan dia juga menebak bahan-bahan yang tidak terduga seperti kaki depan babi, gurita, dan lemak ikan haring. Dan yang Alan bisa katakan adalah ‘ini dia’. Ketika Jo Minjoon menyebutkan 17 bahan, orang-orang di lantai 2 dipenuhi dengan kekaguman. Itu hal yang membuat orang yang melihatnya sangat syok dan Alan tidak terkecuali. Dia mencoba untuk terlihat tenang, tapi matanya sedikit berkedut. Bahkan dia hanya percaya diri menebak 12 dengan benar, misal dia juga ditanya. Tapi saat ini, di depannya adalah pria muda Asia yang menyebutkan semua bahan dengan benar.
‘Apa ini kutukan dalam pengecapan…’
Bukan, itu hanya masalah dalam pengecapan. Dia harus makan dan merasakan bahan-bahan itu untuk mengenalinya pada semua makanan di dunia. Jika dia tidak pernah menjejalkan itu ke lidahnya, tidak mungkin hal itu bisa dilakukan. Dia bertanya-tanya apakah manusia mampu menebak bagian dari daging babi ataupun gurita yang seukuran kacang di dalam makanan. Jo Minjoon berkata sekali lagi. Sepertinya itu merepotkan menyebutkan bahan-bahan satu persatu, jadi dia menyebutkan 3 bahan yang tersisa sekaligus.
“Ciplukan, mie dandan (당면), dan tahu.”
Jo Minjoon mengatakan itu dan perlahan-lahan membuka matanya. Dia berkata dengan suara agak dingin.
“Sekian.”
Dan kemudian Alan menjawab.
“Aku jadi gila,”
< Indera pengecap yang mutlak (1) > Selesai