Dewa Memasak – Bagian 37: Indera pengecap yang mutlak (2)
Tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka terkesima. Meski hanya menerima, itu sangat sulit dilakukan. Bukan. Lebih tepatnya kecuali bagi 2 orang, salah satunya Kaya. Dia berdiri dengan lengan terlipat dan mengamati Jo Minjoon yang ada di bawah. Dan satu lagi adalah orang yang tak terduga, yaitu Martin.
Dia hanya bisa melakukan itu. Tidak ada yang menduga kemampuan yang dimiliki Jo Minjoon dan begitu juga Martin. Tidak. Apakah ada sesuatu yang bisa menjelaskan tentang mengecap? Dia baru saja melihat apa yang terjadi dengan kedua matanya sendiri tapi tetap itu tidak bisa dipercaya.
‘Ini …hebat. Luar biasa.’
Ini adalah adegan terbaik di sesi ini. Bukan. Ini juga yang paling hebat dari sesi-sesi sebelumnya. Karena tidak ada hal semacam ini yang bisa membuatmu bahagia sekaligus bingung seperti kemampuan Jo Minjoon. Bahkan saat ini, jantungnya bedegup sangat kencang hingga hampir terdengar dari luar. Sampai-sampai dia tidak sabar ingin melihat reaksi dari para peserta. Mungkin, beberapa akan mengatakan bahwa itu dibuat-buat. Argumen akan melahirkan isu, dan isu akan kembali seperti bola salju yang sangat besar dalam bentuk kenaikan rating. Di wajah Martin terlihat senyuman sangat lebar hingga tampak seperti wajahnya robek.
Dia tidak pernah terpikir bahwa Jo Minjoon akan menjadi harta karun. Wajahnya yang tampan dan sikapnya yang santun sangat menarik banyak penggemar, tapi pada akhirnya ini adalah program memasak. Ketika hidangannya dibandingkan dengan chef yang lain, maka itu tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang spesial. Sama dengan Kaya, dia bisa membuat jatuh hati para penonton. Itulah yang dipikirkan Martin tentang Jo Minjoon hingga saat ini.
“Aku meninggalkan permata di tanah…”
Martin menghela nafas sembari bergumam. Dia tidak bisa menahan penyesalan karena baru mengetahui kemampuan Jo Minjoon saat itu. Sesaat kemudian, PD termuda yang berada di sebelahnya berbisik di telinga Martin.
“Sunbae. Apa daftar isinya dibocorkan?”
“Jangan bicara sembarangan! Seseorang yang mengisi bahan-bahan itu adalah para juri sendiri. Jika Minjoon ingin tahu jawaban, maka dia harus menyuap para juri. Menurutmu para juri mau disuap oleh pemuda ini?”
“Tapi meski begitu. Dia menyebutkan semuanya, apa itu mungkin?”
“Kenyataan selalu lebih fiktif dari pada cerita fiksi. Terus perhatikan. Karena ini adegan yang penting yang tidak banyak dipertontonkan.”
“Minjoon, apa kau punya pengecapan mutlak…?”
“…Semacam itu.”
Jo Minjoon menjawab demikian. Karena itu bukanlah yang dia punya. Tapi dia tidak bisa mengungkapkan tentang sistem.
Sejujurnya, jika dia mau menghindari situasi semacam ini, dia bisa. Karena dia dapat menyebutkan bahan yang salah dengan sengaja. Tapi dia tidak mau. Dia menganggap bahwa sistem sebagai permainan curang. Tapi dia nantinya akan berhenti melakukan itu. Bahaya akan terdiskualifikasi mempengaruhinya. Karena ini adalah tempat dimana jika kau kurang satu hal saja, maka kau akan jatuh. Ini adalah perang semacam itu.
Dan Jo Minjoon bahkan harus menunjukkan kemampuan yang sebenarnya dia tidak punya. Dia tidak dalam situasi dimana dia bisa santai.
Alasan mengapa dia menyebutkan kedua puluh bahan dengan benar, sebagian karena dia ingin berjanji pada dirinya sendiri. Dia ingin menunjukkan semua kemampuannya. Dia ingin menunjukkan apapun yang dia punya pada para juri dan orang-orang.
Jo Minjoon membuka suara,
“Boleh aku pergi sekarang?”
Jo Minjoon kembali ke tempat dimana para kandidat berada. Lebih tepatnya tempat dimana kandidat yang terkonfimasi bertahan berkumpul. Alan menoleh dan melihat Joseph. Sama halnya bagi Joseph yang terkejut dengan pengecapan rasa Jo Minjoon. Joseph berkata,
“Aku akan mengumumkan orang-orang yang terdiskualifikasi. Selena, Dan, and Jordan. Sayang sekali, tapi kesempatan kalian di Grand Chef berakhir sampai di sini.”
Selena mulai menangis. Para juri dan orang-orang yang lolos memandang Selena dengan ekspresi sedih. 3 orang tersebut keluar dari tempat siaran, suasana menjadi hening. Pada saat itu, Jo Minjoon tidak tahu jika mereka diam karena dia ataukah karena 3 orang yang telah pergi.
Jo Min Joon mendongak. Semua tatapan tertuju pada Jo Minjoon. Dari pada mengatakan itu mengganggu, tatapan itu lebih terasa aneh. Apa dia pernah mendapat perhatian sebayak ini? Oh, benar. Pernah satu kali yaitu saat dia menyatakan bahwa pemenangnya adalah Kaya.
Tapi tatapan dari mereka saat itu dan sekarang benar-benar berbeda. Sirik? Iri? Itu adalah tatapan-tatapan yang tidak bisa diekspresikan dengan kata-kata. Itu adalah tatapan-tatapan yang dia belum pernah alami sebelumnya.
Jo Minjoon merendahkan kepalanya. Setelah itu, seseorang yang membuka suara adalah Joseph. Joseph berkata dengan terburu-buru.
“Kau menunjukkan kemampuan yang kami tidak pernah bayangkan sebelumnya. Aku terkesan.”
“Terima kasih.”
Jo Minjoon menjawab dengan ekspresi percaya diri Namun, Joseph tidak bisa sepercaya diri Jo Minjoon. Karena semakin sensitif seorang chef terhadap rasa, maka semakin baik hidangan yang bisa dia buat. Memiliki pemahaman yang dalam tentang rasa berarti bahwa dia akan bisa membuat semakin banyak hidangan yang lezat.
Joseph membuka suara sejenak. Tapi kata-kata yang akan dia utarakan tertahan di mulutnya. Itu adalah kata-kata yang berat untuk dikatakan secara santai pada para peserta.. Dia tidak bisa terpaku saja dan berakhir hanya mengatakan hal yang tidak penting.
Pada akhirnya, Joseph bisa menenangkan keterkejutannya. Joseph mulai tenang dan berkata,
“Para peserta yang berada di lantai 2 silahkan turun.”
Para peserta yang berada di lantai 2 saling berbicara satu sama lain dan turun dari lantai 2. Saat Jo Minjoon menoleh, dia dapat melihat Kaya sedang memandangnya. Sesaat kemudian, Kaya membuka mulutnya hendak berkata. Namun di depan Jo Minjoon, wajah Chloe muncul entah dari mana.
“Selamat. Aku tidak tahu aku bisa bertemu dengan seseorang yang dapat menebak bahan-bahan makanan dengan sangat keren.”
Sebelumnya, Jo minjoon berpikir bahwa Chloe memandangnya dengan bingung, tapi sepertinya Chloe mengingat semua hal di kepalanya. Chloe tersenyum dan berkata,
“Apa kau punya indera pengecap yang mutlak? Aku sedikit penasaran.”
“Ehem.”
Batuk Alan terdengar. Barulah saat itu Chloe menyadari bahwa penjurian belum selesai. Wajah Chloe memerah dan menutup mulutnya. Jo Minjoon melihat Kaya sekilas. Tiba-tiba, tatapan Kaya berpindah menatap para juri.
“Selamat! Kalian 18 peserta yang lolos ke misi selanjutnya.”
Setelah itu, semua orang bersorak gembira. termasuk 3 orang yang hampir didiskualifikasi. Hal yang menggembirakan sepatutnya disyukuri. Tentunya, mereka yang akrab dengan 3 orang tersebut bertepuk tangan. Emily tersenyum dan berkata,
“Hingga misi selanjutnya, kalian bebas. Aku harap kalian bersenang-senang.”
“Tapi kalian tidak boleh santai. Janga lupa bahwa kalian berkumpul di tempat di mana banyak chef amatir datang untuk mewujudkan mimpinya. Ini adalah tempat yang menuntut kebanggaan dan tanggung jawab.”
Alan berkata dengan suara yang dingin seperti biasa. Tapi dia yang sedang melihat ke semua peserta, menjatuhkan pandangan pada Jo Minjoon, lalu tertawa.
“Tapi sepertinya kalian akan membicarakan banyak hal hari ini. Sekarang kalian boleh pergi. Pergi dan silahkan lakukan apapun yang kalian suka.”
Alan berbicara seperti itu dan berbalik badan.
Sesaat kemudian, hampir semua peserta menoleh ke arah Jo Minjoon.
–
Setelah pertimbangan Alan yang sembarangan itu, Jo Minjoon pergi ke ruang wawancara. Dia sudah datang sebelum misi eliminasi, tapi atmosfernya berbeda. Jo Minjoon melihat mata Martin yang berbinar. Bisa diketahui untuk pertama kali dalam hidupnya, bagaimana sesungguhnya mata yang sedang berbinar. Dan menurutnya itu sedikit mengganggu dan ekspresi yang kurang sopan. Jo Minjoon berkata dengan suara bergetar.
“Martin, sampai kapan kau akan melihatku dengan cara seperti itu?”
“Tahukah kau bagaimana perasaanku? Ketika kau mengambil sebuah batu tanpa berpikir apapun lalu batu itu berubah menjadi permata yang berharga senilai ribuan dollar. Itulah yang aku rasakan saat ini.”
“Haruskah itu membuatku bahagia? Pada akhirnya, itu berarti bahwa kau sebelumnya melihatku seperti batu biasa.”
“Tapi itu juga berarti bahwa sekarang aku melihat kau seperti permata.”
Martin mengatakan itu dan tersenyum menunjukkan semua giginya. Jo Minjoon dapat mengkonfirmasi bahwa dari semua saat-saat dia melihat Martin, Martin merasa paling bahagia saat ini. Tapi Jo Minjoon memahami Martin. Karena bagi seorang PD, tidak ada yang lebih berharga dari adegan yang luar biasa. Dan adegan Jo Minjoon di misi eliminasi adalah adegan yang luar biasa.
“Jadi, bagaimana wawancaranya?
“Pertama, mari kita membahas hal yang mendasar.”
“Bagaimana perasaanmu sekarang?”
“Sejujurnya, aku tidak merasa sedih. Karena aku bisa bertahan. Itu bukan situasi yang membuatku sedih.”
“Apa yang kamu pikirkan saat kau mengetahui bahwa misinya adalah tentang pengecapan?”
“Aku bisa bertahan.”
Jo Minjoon tidak ragu-ragu saat menjawab. Martin mengangguk seolah-olah dia memahaminya.
“Itu berarti bahwa kau percaya diri dalam mengecap.”
“Semacam itu.”
Jo Minjoon menjawab singkat. Dia merasa bahwa dia diduga mencontek pada saat ujian dan mendapat nilai seratus. Tapi dia mulai semakin tidak tahu malu. Karena meski jika dia menjawab pengecapannya dibantu oleh sistem, hasilnya akan tetap saja itu kelebihan yang dimilikinya.
“Mengapa tidak kau katakan sampai sekarang? Jika kami tahu bahwa kau mempunya indera pengecapan yang mutlak …”
“Karena itu adalah hal yang berbeda dari memasak. Tidak ada yang perlu dikatakan. Tentu saja, tidak perlu menyembunyikannya juga. Jadi, aku menunjukkannya dengan cara seperti ini.”
“Apakah skor yang kau katakan pada kami waktu itu berhubungan dengan kemampuan itu?”
Jo Minjoon ingin mengelak pertanyaan itu. Dia tidak tahu apa yang harus dia jawab. Tapi karena itu adalah fitur yang sama dari sistem, lebih baik hanya mengatakan bahwa itu juga karena pengecapannya. Jo Minjoon tersenyum dan berkata,
“Iya,”
“Lalu, skor yang paling sempurna adalah 10 kan?”
“Itu benar. Namun, aku belum pernah memakan hidangan bernilai 10. Karena bukan hanya rasanya, tapi juga keahlian dan pengalaman dari chef yang dievaluasi.
Jika itu adalah hal yang sama dengan sebelumnya, Martin akan mengatakan bahwa Jo Minjoon sedang membual. Tapi melihat kemmapuan indera pengecapannya itu, sebuah ide muncul. Martin memberi senyuman dan melihat Jo Minjoon. Senyuman yang tampak seperti mengapresiasi apapun yang dilakukan Jo Minjoon. Jo Minjoon sedikit memundurkan badannya.
“Dengan mengatakan bahwa kau belum pernah merasakan hidangan 10 poin, itu berarti kau sudah pernah merasakan hidangan 9 poin bukan?”
“Iya, hanya sekali. Di East rabbit garden, Iga domba di sana adalah sebuah maha karya.”
“Hanya sekali… Kupikir aku paham apa yang kau bicarakan. Lalu bagaimana dengan hidangan 8 poin?”
“Hidangan 8 poin dapat membuat harimu bahagia. Aku pernah memakan hidangan seperti itu di kompetisi ini. Hmm…”
Jo Minjoon mulai berpikir. Sejujurnya, dia pernah melihat banyak hidangan 8 poin. Belut panggang Kaya adalah hidangan 8 poin dan salad tataki salmon juga 8 poin, tapi karena tidak sesuai dengan tema, maka tidak bisa dimakan para juri. Tumis remis Chloe juga bernilai 8 poin. Untuk sebuah kompetisi amatir, ada banyak hidangan 8 poin. Itu juga berarti bahwa level sesi ini sangat tinggi.
Tapi hidangan 8 poin yang dia harus sebutkan saat ini, adalah yang pernah dia coba, karena dia tidak bisa menilai sebuah hidangan yang tidak pernah dia makan. Dan hanya satu hidangan yaitu tumis remis Chloe. Foie gras yang dia buat bersama Kaya juga bernilai 8 poin, tapi karena dia sedang dievaluasi oleh para juri, dia tidak punya waktu untuk mencobanya. Jo Minjoon membuka suara.
“Menurut pendapatku, tumis remis Chloe saat aku dan dirinya menjadi satu tim bernilai 8 poin. Selain itu, aku tidak tahu karena aku tidak pernah memakannya.”
“Jadi berapa skor tertinggi yang pernah kau buat dengan tanganmu sendiri?”
“….Malangnya, aku masih belum bisa memasak hidangan 8 poin. Membuat hidangan 7 poin adalah usaha terbaikku.”
Mungkin itu menjadi adegan yang lucu. Karena bahkan saat restoran Michelin dievaluasi, ada banyak batasan dan ketegasan yang diterapkan dalam evaluasi. Dan orang itu mengevaluasi hidangan oleh dirinya sendiri.
‘Tapi itu berbeda saat dia memiliki indera pengecap mutlak.’
Martin berpikir seperti itu dan masih tidak menghilangkan senyum teramat lebar di wajahnya. Dibanding dengan apa yang Jo Minjoon berikan padanya, perlakuan ini tidak ada apa-apanya.
Wawancara berlangsung cukup lama. Ini adalah wawancara yang lebih lama dari biasanya. Dan karena itu, Jo Minjoon tidak merasa ingin melakukan apapun setelahnya. Diwawancarai lebih melelahkan dari pada memasak.
Aku akan kembali dan beristirahat. Itulah yang Jo Minjoon pikirkan. Tapi saat dia kembali dia pasti akan diwawancara oleh peserta yang lain. Setelah dia meninggalkan ruang wawancara dengan letih, tepat setelah dia membuka pintu, dia menghentikan langkahnya. Rambut panjang pirang dan bergelombang berkibar di depannya. Ketika Jo Minjoon melihat tengkuknya, wanita itu berbalik. Jo Minjoon berkata dengan suara bergetar,
“………Emily?”
< Indera pengecap yang mutlak (1) > Selesai