Dewa Memasak – Bagian 38: Indera Pengecap yang mutlak (3)
Bab Sponsor
“Aku sudah menunggumu.”
Emily berkata demikian dan tersenyum dengan ceria. Jo Minjoon memandang Emily dengan ekspresi tidak mengerti. Ini adalah pertama kali dia berbincang secara pribadi dengan Emily, bukan, dengan seorang juri. Sangat mengejutkan karena mereka orang yang sibuk. Mereka hanya muncul ketika mereka harus siaran, dan di samping itu, mereka punya hal yang harus mereka lakukan masing-masing. Mereka sungguh berada dalam situasi yang berbeda dengan peserta.
“Mengapa Anda…?”
“Yaa, aku tidak suka basa-basi. Jadi aku akan bicara langsung pada intinya. Bolehkan?”
“Iya.”
Jo Minjoon menjawab dengan lugas. Senyum di wajah Emily semakin ceria. Dia mengubah ekspresinya menjadi serius dan berkata,
“Pernahkah kau berpikir ingin menjadi penikmat kuliner / epicurean?”
“…Apa?”
Dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu, alis Jo Minjoon menegang. Emily mengangkat kedua telapak tangannya seolah-olah dia memahami Jo Minjoon dan lanjut berkata,
“Aku tahu. Ini terlalu tiba-tiba dan bahwa ini akan membingungkanmu. Tapi aku tidak bisa diam setelah apa yang kau tunjukkan padaku.”
“Misi mengecap?”
Emily mengangguk menjawab pertanyaan Jo Minjoon. Dia berkata,
“Pengecapanmu. Jika kau menjadi epicurean maka kau akan menjadi yang terbaik di dunia. Sedagkan memasak? Tentunya, mengecap itu penting. Namun, mengecap hanyalah salah satu faktor yang dibutuhkan dalam memasak. Tapi jika kau mengevaluasi hidangan, itu adalah kemampuan yang paling berharga.”
Jo Minjoon dapat paham samar-samar apa yang Emily coba katakan. Namun, Jo Minjoon bersikeras. Dia menjawab dengan suara rendah.
“Aku seorang chef. Aku suka memasak.”
“Aku paham. Aku tidak terburu-buru ingin kau menjadi epicurean. Namun, kau bisa datang padaku kapanpun saat kau ingin menjadi salah satu epicurean. Karena aku akan mengangkatmu…”
Emily memberi Jo Minjoon kartu namanya. Jo Minjoon menatap kartu nama itu sejenak, dan akhirnya menghela nafas dan menerimanya. Emily tersenyum sedikit seolah-olah merasa bersalah.
“Untuk menawarkan sesuatu seperti ini pada seseorang yang bermimpi menjadi chef, mungkin aku hanya akan membuat kepalamu semakin kacau. Aku benar-benar minta maaf.”
“…Tidak ada jalan untuk aku menyerah.”
“Aku juga berharap demikian. Karena orang-orang yang menikmati rasa yang enak, yang bisa memberikan itu. Mungkin, jika kau berjalan lurus kau akan menjadi chef yang yang handal. Itu akan menjadi hal yang bagus dengan sendirinya.”
Emily berhenti berbicara dan melihat jam tangan di tangan kirinya. Dan dia menunjukkan ekspresi terkejut dan menepukkan kedua tangannya.
“Wow! Hampir tiba saatnya penerbanganku. Aku harus pergi. Jangan terlalu terganggu dengan itu. Karena aku hanya akan menawarkan padamu sekali.”
“Tidak.”
“Baguslah kalau begitu. Whaw, aku akan benar-benar melewatkan penerbanganku. Sampai jumpa di misi selanjutnya. Ah! Dan kau sungguh keren hari ini.”
Jo Minjoon tidak membalas dan hanya tertawa. Emily melambaikan tangannya dan pergi. Mendengar suara langkah dari sepatu hak tingginya, ada suara yang familiar terdengar dari belakang.
“Emily suka epicurean.”
Jo Minjoon terkejut dan menoleh ke belakang. Dan kemudian menghela nafas. satu masalah muncul setelah selesai masalah yang lain. Ada juri yang lain. Alan sedang duduk di sofa yang terletak di dekat dinding lorong aula. Alan membalik halaman majalah yang dia pegang dan berkata,
“Dan kau akan menjadi epicurean yang sangat bagus.”
“Apakah hari ini istimewa? Menurutku ini pertemuan pertama dengan para juri di luar misi.”
“Yaa, bukankah kau tahu alasannya, Minjoon?”
Alan menutup majalah. Meski begitu, dia ingin mengatakan sesuatu pada Jo Minjoon tapi sepertinya terlalu dini. Jo Minjoon menatap Alan. Mata Alan yang berwarna coklat gelap sulit dilihat seperti sebelumnya.
“Apa yang kau pikirkan tentang tawaran Emily?”
“Jika Anda membicarakan tentang menjadi seorang epicurean, maka kupikir aku tidak akan memikirkannya dua kali.”
Jo Minjoon bahkan tidak ragu-ragu saat menjawab. Dan dia pikir Alan akan menyukai jawabannya. Namun, tidak tampak ada perubahan apapun pada ekspresi Alan. Alan berkata dengan suara rendah,
“Itu tawaran yang bagus.”
“Apa?”
Karena itu sangat tak terduga, suara Jo Minjoon terdengar bergetar. Alan berkata dengan tenang,
“Menjadi seorang chef itu sulit dan pekerjaan yang tidak mudah. Kau harus bekerja ketika yang lain makan, dan bahkan jika kau tidak merokok, ada banyak kasus di mana kau akan berakhir dengan kanker paru-paru karena asap dari penggunaan minyak berulang-ulang. Kau harus di depan api saat musim panas, dan saat musim dingin kau tetap harus meletakkan tanganmu di air es.”
“… … …”
Jo Minjoon tidak mengatakan apapun dan hanya mendengarkan Alan. Dia percaya bahwa Alan tidak benar-benar mengatakan pada Jo Minjoon agar menjadi epicurean. Dia ingin percaya seperti itu. Alan melanjutkan berbicara.
“Seorang epicurean berbeda dengan pengkritik makanan. Itu tidak cocok denganmu. Kau punya bakat dalam memasak tapi tidak seberbakat dalam mengecap makanan. Menurutku, kau akan lebih sukses saat menjadi epicurean dari pada chef. Namun…”
Alan bangun dari sofa. Dia melemparkan majalah yang dia pegang ke rak buku dan berkata,
“Aku harap kau tidak akan menyerah di jalan untuk menjadi seorang chef. Meski jika kau diancam oleh kanker paru-paru, kecelakaan kerja, panas atau dingin, aku berharap kau menjadi chef. Alasan kenapa aku berdiri di sini adalah karena itu, kau akan dibujuk oleh wanita itu, Emily.”
“…Anda tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Tawaran itu tidak menarik sama sekali. Aku akan menjadi chef.”
“Tidak. Itu menarik. Bahkan jika kau tidak merasa seperti itu saat ini, hari di mana kau akan merasa itu tawaran menarik akan datang. Itu sesuatu yang sangat menarik jika kau manusia. Orang-orang yang melihat hidangan akan terbayang kehidupan yang baik dari chef, tapi kenyataannya di dapur tidak seperti itu dan melelahkan. Memasak di rumah dan di restoran itu berbeda.”
Jo Minjoon tidak membalas. Dia tidak bisa mengatakan bahwa di masa lalu, bukan, di masa depan dia telah bekerja sebagai chef yang paling junior di sebuah restoran. Tapi itu adalah hal yang konyol jika dia mengatakan bahwa dia paham semua kesengsaraan dengan hanya pengalaman itu. Alan berkata dengan suara rendah. Suara itu terdengar seperti berasal dari seorang guru yang sedang menasihati muridnya. Suara itu sama seperti yang Jo Minjoon gunakan saat menasihati muridnya, jadi dia dapat merasakan niat baik Alan. Itulah mengapa dia tidak mengatakan apapun.
“Bukannya aku mengabaikan hasratmu dalam memasak. Aku hanya mengatakan hal ini agar kau tahu kenyataannya sulit”
“….Aku harus bertanya sesuatu.”
“Iya, katakan.”
“Kenapa Anda memperlakukanku dengan baik?”
Bagi Jo Minjoon, itu membuatnya penasaran. Baru saja Alan mengatakan dengan mulutnya sendiri bahwa Jo Minjoon lebih berbakat dalam mengecap dari pada memasak. Lalu kenapa?
Alan membalas.
“Kau tidak bisa membuat sesuatu yang kau tidak tahu. Sama dengan rasa. Jika kau tidak tahu rasanya, maka kau juga tidak bisa membuatnya. Dan aku penasaran hidangan apa yang akan kau buat saat kau sudah berkembang nanti. Mungkin…”
Alan seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya dia menutup mulutnya. Jo Minjoon menghela nafas dan berkata,
“Aku paham mengapa Anda bertindak seperti ini. Aku berterima kasih atas perhatian dan kekhawatiran Anda. Tapi aku ingin mengatakan bahwa Anda tidak perlu khawatir. Keahlianku masih kurang dan aku tidak punya banyak pengalaman. Namun…”
Jo Minjoon diam beberapa saat. Dan kemudian, menatap mata gelap Alan, seorang chef master kelas duni, bahkan dengan perbedaan luar biasa itu, dia tidak mundur.
“Aku juga tahu kebahagiaan memasak. Kepuasaan saat aku memasak suatu hidangan yang lezat dan melihat orang-orang yang memakannya menjadi lebih bahagia. Memasak adalah anugerah yang paling berharga yang aku terima, jadi bagaimana mungkin aku melepasnya?”
–
‘…Indera pengecap yang mutlak.’
Dia kembali ke ruangannya dan mulai berpikir. Jika kau tahu rasa maka hidangan yang enak dapat dihasilkan. Sejujurnya, kata-kata itu tidak membuatnya begitu bahagia. Itu bukan karena dia tahu rasanya, melainkan kekuatan sistem. Indera pengecap yang Alan pikirkan akan lebih cocok untuk Kaya dari pada Jo Minjoon.
Memikirkan itu, dia mulai terpikir ingin mendapat indera pengecap yang mutlak. Akankah sistem menyediakan itu? Dia tidak bisa tahu. Intinya, dia bahkan tidak tahu apakah levelnya naik karena keahliannya telah berkembang, ataukah keahliannya berkembang saat levelnya naik.
Namun, pikiran itu tidak bertahan lama. Saat dia naik ke lantai 4, di mana ruangannya berada, para peserta yang berkumpul di lobby memandangnya. Meski sekilas, ada setidaknya 10 pasang mata yang melihatnya. Jo Minjoon berkata dengan gugup,
“…Aku sedikit sibuk.”
“Betapa anehnya. Jadwal para peserta semuanya sama, tapi beberapa peserta lebih sibuk dari pada yang lain.”
Kaya, yang sedang duduk di lengan kursi, tertawa sambil bergumam. Riasan muka serba gelap membuatnya terlihat semakin galak hari ini. Chloe bergeser untuk menyediakan tempat kosong di sofa, dan berkata,
“Apa kau lelah? Kemarilah.”
“Sebenarnya aku tidak lelah.”
Jo Minjoon bergumam dan duduk di sofa. Seorang pria kulit putih dengan rambut warna coklat muda berkata. Itu adalah Jacob. Suaranya jelas dan dia punya badan yang besar. Dia tidak cukup akrab dengan Jo Minjoon.
“Apa yang sebelumnya terjadi? Apa kau punya indera pengecap yang mutlak?”
“Yaa, itu tidak bisa dijelaskan dengan kata lain.”
“Untuk membantah itu dalam situasi seperti ini sepertinya akan konyol. Jo Minjoon menoleh. Chloe sedang memandang Jo Minjoon dengan ma.ta yang sangat berbinar yang membuat Jo minjoon terganggu Dia membuka suara,
“Aku benar-benar penasaran bagaimana rasanya memiliki indera pengecap yang mutlak. Bagaimana rasanya? Apa kau lebih bahagia saat kau makan sesuatu yang lezat?”
“Entahlah. Aku bahkan tidak tahu bagaimana indera pengecap orang lain, jadi tidakkah aneh bagiku jika mengatakan sesuatu?”
“Kau benar. Lalu bagaimana dengan pilihan makanan?”
“Aku tidak terlalu pemilih. Kau seharusnya tahu karena kita makan bersama sebelumnya.”
“Aku pikir aku tahu, tapi aku tidak tahu bahwa kau punya lidah yang sangat sensitif. Bukankah itu sangat tidak sedap tapi kau tidak menunjukkannya?”
“Bagaimana mungkin? Itu hidangan yang enak.”
Karena Jo Minjoon membalas seperti itu, Chloe menghela nafas dengan menimbulkan suara “fiuuuh” seolah-olah dia lega. Itu adalah saat di mana Jo Minjoon berpikir bahwa wajah Chloe tampak seperti tupai, atau penyu, tapi dia sangat menggemaskan. Sebuah suara serak terdengar seolah-olah mengolok-oloknya.
“Kau pasti bahagia. Memiliki indera pengecap yang mutlak dan semua itu.”
Jo Minjoon tertawa seolah-olah itu hal yang konyol. Jika orang lain yang bertanya, dia akan paham. Tapi yang berkata itu tidak lain adalah Kaya Lotus. Dia tidak punya lidah palsu seperti Jo Minjoon, tapi lidah yang benar-benar terberkati. Jo Minjoon berpikir bahwa dia juga memiliki indera pengecap yang mutlak.
Alasan dia berpikir itu karena level mengecap Kaya. Level mengecap Kaya adalah 10. Tentunya, dia tidak tahu apakah itu berarti bahwa Kaya punya indera pengecap yang mutlak atau tidak. Intinya, video-video yang Jo Minjoon lihat tentang Kaya tidak menyebutkan bahwa dia punya indera pengecap yang mutlak. Tapi dia berpikir bahwa itu akan aneh jika level Kaya 10 dalam mengecap tapi tidak punya indera pengecap yang mutlak.
‘Yaa, hal yang penting saat ini bukanlah itu.’
Entah bagaimana, Jo Minjon harus keluar dari luapan tatapan-tatapan dari sekitarnya. Namun, sepertinya tidak mudah.
“Bagaimana kau bisa menebak bagian kecil di dalamnya?”
“Bisakah kau membedakan buah bit dan lobak?”
“Bisakah kau membedakan rasio adonan melalui rasanya?”
Ada banyak pertanyaan yang dilontarkan padanya, jadi dia tidak bisa menjawab itu semua. Sesaat kemudian lontaran pertanyaan-pertanyaan sepertinya berhenti. Kaya duduk di atas lengan sofa yang diduduki Jo Minjoon, dan menempelkan jarinya ke mulutnya. Sebenarnya, itu adalah pangsit yang dia berikan untuknya.
Jo Minjoon menutup mulutnya dan memandang Kaya dengan mata yang besar dan bulat. Kaya tersenyum jahat dan berbisik.
“Aku yang membuatnya. Makanlah. Mengapa tidak kau tebak apa yang ada di dalamnya?”
“Tidak, Aku…batuk.”
Saat dia akan mengatakan sesuatu, Kaya memasukkan pangsit lain ke mulut Jo Minjoon dan menjejalkannya. Jo Minjoon hanya bisa mengunyah itu. Dan setelah mengunyah itu sejenak, dia menutup hidungnya. Bau yang kuat mengalir melalui hidungnya dan seperti menembus ke otaknya. Kaya tersenyum.
“Kau tahu apa ini?”
Jo Minjoon masih menutup hidungnya dan tidak menjawab. Dia tidak bisa menjawab. Jo Minjoon menatap Kaya dengan kesal. Dan di depan matanya, sebuah layar muncul seperti biasa.
[Pangsit Wasabi]
Kesegaran: 88%
Asal: (Terlalu banyak bahan untuk diketahui)
Kualitas: Tinggi (Bahan menengah)
Skor Memasak: 4/10
<Indera Pengecap yang Mutlak (3) > Selesai